Share

BAB 4

BAB 4

Naura terbangun. Dia mendapati wajahnya sedikit basah dan melihat ada Laila di hadapannya, bukan Ferdi.

"Laila? Kamu ngapain di sini? Mana Tuan Ferdi?" tanya Naura heran.

"Maaf, Nona, tadi saya menyiram sedikit air ke wajah Nona. Karena Nona Naura sulit dibangunkan," ucap Laila dengan wajah merasa bersalah. "Ini, Tuan Ferdi mencari Nona!"

Laila memberikan ponsel miliknya kepada Naura. Kemudian dia meninggalkan majikannya itu agar bebas berbicara dengan suaminya.

"Assalamu'alaikum, Tuan," ucap Naura yang hingga kini masih memanggil suaminya dengan panggilan itu.

"Saya akan liburan dengan istri dan anak-anak ke luar negeri selama 2 minggu," ucap Tuan Ferdi, tanpa menjawab salam.

"Ba–."

Tut... Tut...

Panggilan dimatikan sepihak.

"Kalau cuma mau ngomong gitu, kenapa gak nitip ke Laila aja? Gangguin orang tidur aja," gerutu Naura.

Dia meletakkan ponsel Naura. Lalu senyumnya mengembang. Dia yakin jika di kamar tidak ada cctv.

Naura mengunci pintu kamarnya agar Laila tidak bisa masuk untuk mengambil ponselnya.

Dia pun menghubungi nomor ayahnya yang dia hafal di luar kepala.

Hingga lima kali memanggil, tidak ada jawaban.

"Pasti Ayah gak berani angkat jika ada nomor baru," gumam Naura. Dia menghembuskan napas kasar. Ayahnya memang selalu melakukan apa yang selalu dikatakan kepadanya. Seperti Naura yang melarang ayahnya untuk menerima panggilan dari nomor baru. Karena khawatir jika itu adalah penipuan.

Ayahnya sudah tua jadi pasti akan mudah terperangkap oleh drama yang diciptakan oleh penipu yang kini semakin marak terjadi.

Naura ingin mengirim pesan, tapi ayahnya belum bisa utak atik ponsel. Dia belum mengajari ayahnya untuk membuka pesan masuk.

Pintu kamar Naura diketuk. Dengan malas, dia membuka pintu itu dan menyerahkan ponsel Laila.

"Sudah, Nona?" tanyanya.

Naura mengangguk. "Bisakah kamu mengirim pesan kepada Tuan Ferdi, jika selama dia di luar negeri, aku akan di rumah orang tuaku!" pinta Naura.

"Akan saya sampaikan kepada asisten pribadi beliau, Nona. Saya gak berani jika mengirim pesan langsung, khawatir jika Nyonya Zia yang membukanya," balas Laila.

"Terserah saja. Asal pesannya bisa sampai kepada pria arogan itu," sahut Naura.

Laila mengangguk. Dia menulis pesan dan dia kirim kepada Kevin, asisten Ferdi.

Keduanya keluar kamar dan duduk di sofa sembari menyalakan televisi. Tidak lama, ponsel Laila berkedip, ada pesan masuk.

"Kevin sudah membalas pesannya?" tanya Naura.

"Iya, Nona. Akan saya bacakan pesannya untuk anda. 'Besok ada ahli gizi yang datang juga koki yang akan membuat makanan khusus untuk Nona Naura' begitu pesannya, Non," ucap Laila. "Ah, ini ada pesan lagi, 'lusa ada orang dari klinik kecantikan yang datang untuk Nona Naura. Jadi Nona dilarang untuk meninggalkan apartemen' sudah, Non, begitu."

"Sejelek itu wajahku sampai dia manggil orang dari klinik kecantikan?"

Naura menghembuskan napas berat. "Buat apa juga ada ahli gizi? Lalu koki juga? Padahal masakan kamu sudah enak dan cocok di lidahku," ucap Naura.

"Begini, mungkin saja Tuan ingin agar Nona menjaga pola makan sehat, sehingga bisa lebih cepat untuk hamil," balas Laila.

"Lalu untuk perawatan, tentu saja Tuan Ferdi ingin Nona tampil semakin cantik. Sebenarnya nona sudah cantik, hanya saja ada sedikit flek hitam mungkin nona terpapar sinar matahari dan melupakan menggunakan sunscreen."

Naura melebarkan matanya. "Kenapa sampai segitunya," ucapnya lirih.

Laila hanya mengangkat bahunya saja.

"Kamu mengenal istri Tuan Ferdi, La?" tanya Naura penasaran.

"Maaf, Non, saya dilarang membahas Nyonya. Di sini saja ditugaskan untuk menemeni Nona saja. Bukan membahas kehidupan Tuan Ferdi maupun istri dan anaknya," ucap Laila yang patuh kepada tuannya untuk menjaga rahasia.

"Jadi kamu sudah tahu jika aku dinikahi karena...." Naura menggantung ucapannya.

Laila mengangguk. "Iya, Nona," balasnya sambil tersenyum.

Di sisi lain, Ferdi sedang bersiap untuk liburan bersama istri dan kedua putrinya. Nayla 7 tahun dan Naya 4 tahun. Mereka menyewa pesawat khusus menuju negara tujuan. Dengan ditemani dua pengasuh, dua asisten dan lima pengawal.

Ferdi duduk berdampingan dengan istrinya yang sangat cantik. Zia adalah wanita yang mempesona dengan parasnya yang sangat cantik. Wajahnya bak bidadari dengan mata yang besar dan berbinar, hidung yang mancung, serta bibir yang merah alami. Setiap orang yang melihatnya akan terpikat oleh kecantikan yang dimilikinya.

Rambut panjang Zia yang hitam legam, seolah menambah pesona dan keanggunan yang dimilikinya. Ditambah lagi kulitnya yang putih mulus, membuatnya tampak begitu sempurna dan anggun. Postur tubuhnya yang langsing dan proporsional membuatnya semakin menarik perhatian.

Di sisi lain, Zia juga memiliki kepribadian yang sangat ramah dan baik hati. Ia selalu tersenyum pada siapa saja yang berbicara dengannya, membuat mereka merasa nyaman dan diterima. Meski cantik, Zia tidak sombong dan selalu bersikap sopan.

Dia menghargai hubungan yang ia miliki dengan suaminya.

Dalam kehidupan sehari-hari, Zia tetap menjaga penampilannya agar tetap terlihat cantik dan menarik. Ia selalu rajin menggunakan skincare dan melakukan perawatan di klinik kecantikan. Dia juga selalu berpakaian rapi, dengan gaya yang simpel namun tetap menawan. Meski begitu, Zia tidak pernah terlihat berlebihan dan selalu menyesuaikan penampilannya dengan situasi dan kondisi yang ada.

Sangat jauh berbeda dengan Naura. Gadis itu pendek dan sedikit berisi. Meski kulitnya bersih, hanya saja wajahnya tidak terawat.

Ferdi tampak memandangi istrinya dengan penuh kekaguman. Lalu tiba-tiba saja wajah Zia berubah menjadi wajah Naura.

"Naura!" seru Tuan Ferdi kaget.

"Papa!" seru Zia. Dia mengerutkan kening. "Siapa Naura?" tanyanya dengan nada sedikit meninggi. Selama 8 tahun pernikahan mereka, suaminya itu jarang menyebut nama wanita. Biasanya ada embel-embel 'Ibu' atau 'Nyonya' untuk menyebut kliennya. Asisten serta sekretaris di kantor rata-rata adalah pria. Bahkan semua direktur dan kepala bagian yang berinteraksi dengannya adalah pria. Semua itu dia lakukan agar istrinya tidak cemburu.

"Naura? Ah… Bukan siapa-siapa, mungkin kamu hanya salah dengar saja, Ma," balas Ferdi sedikit gugup.

Zia mengangguk. Dia tidak curiga kepada suaminya. Dia berpamitan untuk melihat putrinya yang masih butuh balita.

Setelah kepergian Zia, Kevin mendekati Ferdi.

"Nona Naura memaksa untuk pulang. Atau jika tidak diizinkan, maka nona minta izin untuk menghubungi orang tuanya," ucap Kevin pelan, khawatir Zia mendengar ucapannya.

"Ya sudah, tapi katakan dia hanya boleh berbicara yang baik saja kepada orang tuanya!" sahut Ferdi.

"Baik, Tuan, akan saya sampaikan kepada Nona," balas Kevin. Dia kemudian undur diri dan kembali ke tempat duduknya.

'Siapa nona yang dimaksud Kevin?' batin Zia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status