Share

04| Terlalu Dekat

Penulis: sidonsky
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-10 09:58:55

Raya menggeliat dengan gerakan tak tentu arah. 

Sakit. Kepalanya terasa seperti dihantam palu godam dari dalam, sementara perutnya berputar-putar seperti ada penggilingan daging di sana. Ia meringis kesakitan sambil memegangi kening dan perutnya secara bersamaan. 

Setiap otot di tubuhnya terasa menolak untuk diajak bergerak. Tenggorokannya terasa kering gersang, seperti padang pasir yang kehausan selama berabad-abad.

Dengan sisa tenaga yang tersisa, gadis itu bangkit dan duduk di tepi tempat tidur yang terasa terlalu besar. Matanya menatap sekeliling ruangan yang samar-samar, sebelum ia menemukan sebuah gelas berisi air mineral yang sudah siap di atas nakas. 

Secepat kilat, Raya menyambar gelas itu dan meneguknya dengan ganas, tanpa memedulikan air yang tumpah membasahi bajunya, sampai gelas itu kosong. Masih dengan tangan yang mengacak-acak rambutnya yang kusut, Raya perlahan membuka matanya sepenuhnya. 

Dan sebentar, ini bukan kamar premium deluxe yang ia pesan. Ruangan ini… terasa sepuluh kali lebih besar. Luas.  Lebih mewah dengan desain interior minimalis yang mahal. Dan wangi di sini… wangi yang ia kenal.

Mata Raya terbuka lebar, mulutnya terkatup. Kepalanya yang tadi sudah berhenti berputar, kini kembali berputar dengan kencang saat ia samar-samar mengingat kejadian semalam. Pantai. Musik. Jagara yang mendekat. Jagara yang meminum minumannya. Jagara yang menanyakan suaminya… atau mantan suaminya. Dan kemudian… gelap.

"Itu bukan… mimpi?" Raya bergumam panik, suaranya serak.

Dengan gerakan yang terlatih karena panik, Raya menatap pakaiannya. Masih lengkap. Baju kaos oblong dan celana pendek yang ia kenakan kemarin. Artinya, ia tidak melakukan sesuatu yang buruk… bukan?

Kepalanya berputar lagi, mata nya menyisir ruangan yang luas itu. Kosong. Tak ada satupun manusia yang Raya berdoa agar tidak pernah muncul lagi di hadapannya. 

Perlahan Raya turun dari tempat tidur, berjalan dengan gerakan tak bersuara seperti seekor pencuri dan berniat meraih gagang pintu utama. Ia akan pergi dari sini sebelum ia bangun. 

Perlahan ia mengintip melalui lubang kunci. Ruang tengah di luar sana kosong. Raya semakin mempercepat langkahnya.

Sudah hampir berhasil, jarinya sudah menyentuh gagang pintu logam yang dingin, sebelum sebuah suara serak yang baru bangun tidur menghentikan langkahnya.

"Sudah bangun?"

Raya mematung, dengan tangan yang hampir berhasil membuka pintu itu. Dengan gerakan yang lambat dan penuh penolakan, Raya memutar tubuhnya. Dan ia mendapati Jagara berdiri di sana.

“Saya gak tahu kunci hotelmu.”

Bukan, bukan itu yang membuat Raya mematung. 

Melainkan tubuh Jagara yang hanya dilapisi oleh sebuah handuk abu-abu yang dililitkan di pinggangnya. Dada bidang itu terlihat jelas, dihiasi oleh tetesan air segar dari rambut basahnya yang berantakan, membuat sosok itu semakin menawan dan berbahaya. 

Meski secepat kilat Raya mencoba menghilangkan pikiran kotor itu dari benaknya.

"Saya sudah pesankan sup untuk kamu di meja makan," katanya dengan suara yang masih serak, sembari mengeringkan bagian belakang rambutnya dengan handuk kecil dan berjalan menuju dapur terbuka yang terlihat mewah.

Raya menggeleng. "Aku gak apa-apa, nanti bisa pesen sendiri di kamar," katanya singkat, berniat memutar tubuhnya sebelum suara Jagara kembali terdengar.

"Terus sup ini mau saya buang aja?"

Raya memaki dalam hatinya. Omongan Jagara saat ini seperti tidak memiliki ruang untuk penolakan. Jadi, setelah menggigit bibir bawahnya kuat, Raya dengan pelan mendekat ke arah meja makan yang terbuat dari marmer. 

Dan ia berakhir duduk di seberang Jagara yang kini serius menyeduh kopinya.

Oke, hanya makan ini terus pergikan? Raya membatin. 

Sebelum dengan gerakan cepat dan ceroboh, Raya menyendok penuh sup krim jamur truffle dengan irisan daging foie gras di dalamnya tanpa meniupnya.

"Awas itu panas—"

Terlambat. Raya sudah lebih dahulu memasukkan sup panas itu ke dalam mulutnya dan berakhir dengan gelagapan di tempatnya. Ia menahan panas dengan mata yang memerah, saat lidahnya terasa seperti terbakar oleh besi panas. 

Dan sialnya, Jagara yang melihat itu secepat kilat beranjak dari kursinya, berakhir menangkup wajah Raya dengan kedua tangannya, dengan jarak yang terlalu dekat.

"Keluarkan lidahmu," perintah Jagara, yang segera Raya lakukan dengan patuh.

Baru saat itu Raya menyadari kedekatan mereka yang tak wajar. Apalagi saat Jagara meniupkan lidah Raya dengan mulutnya. Memberikan sensasi dingin dari aroma mint yang menyejukkan, namun juga membahayakan hatinya yang sudah goyah.

Karena setelah rasa panas di lidahnya sedikit mereda, Raya buru-buru mendorong tubuh Jagara menjauh darinya.

"Aku.."

"Gak apa-apa?" Jagura memotong, seolah ia tahu persis apa yang akan Raya ucapkan. Sebelum lelaki itu membuang wajahnya dengan emosi, kedua tangannya bertolak pinggang dengan frustrasi. 

"Setelah apa yang kamu kasih tahu ke saya semalam? Kamu masih bilang gak apa-apa?"

"Karna aku emang gak apa-apa, Gara," Raya bersuara susah payah, membela dirinya.

"Kalau gitu jangan bertingkah seperti itu di depan saya!" Kali ini, bentakan Jagara terdengar. 

Pertama kalinya, Raya mendengar Jagara meninggikan suaranya seperti itu ketika berbicara dengannya. Matanya menyalang, dipenuhi emosi. "Jangan membuat saya khawatir!"

Raya diam, tubuhnya gemetar. Antara sakit, marah, dan takut.

"Kamu berpisah dengan laki-laki yang kamu bilang akan menjaga kamu selamanya? Itu yang kamu bilang gak apa-apa?!" Jagara kembali bersuara tinggi, berakhir mengacak rambutnya sendiri dengan frustasi. 

"Kamu datang ke sini, dengan wajah sembab dan luka di lutut, kamu berharap saya bersikap bagaimana? Mengacuhkan kamu seperti kamu mengacuhkan saya dulu?"

Itu adalah batasnya. Dan Jagara sudah melewati batas itu.

Jadi, setelah Raya menarik napasnya dalam-dalam, ia menatap lekat ke arah Jagara dengan mata yang berkaca-kaca.

PLAKK!

Napas Raya naik turun dengan tidak teratur saat tamparannya yang keras dan tepat mengenai pipi Jagara. Entah setan apa yang merasukinya, Raya juga tidak tahu. Ia hanya ingin meluapkan semuanya, rasa sakit ini, rasa pedih ini. Dan tamparan itu adalah bom waktu yang akhirnya meledak.

Jagara diam di tempatnya, napasnya tak kalah memburu. Sebuah bekas merah mulai terlihat jelas di pipinya. Pandangannya kembali ke arah Raya yang masih menatapnya dengan mata penuh kekecewaan dan air mata.

"Jaga bicara kamu," kata Raya di akhir, suaranya bergetar namun tegas. "Dan aku harap, ini pertemuan kita yang terakhir."



Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sehangat Dekapan Mantan   05| Yang Belum Usai

    Dua hari berlalu sejak pertengkaran hebat itu. Dua hari tanpa Jagara. Raya menggunakannya sebagai sebuah pelepasan, sebuah upaya sia-sia untuk mencari kembali potongan dirinya yang berserakan di mana-mana. Ia berkeliling Bali. Ia menyaksikan matahari terbenam yang dramatis di Uluwatu, duduk di atas tebing karang sambil menikmati pertunjukan Tari Kecak yang magis, di mana puluhan pria bertelanjang dada mengiringi cerita Ramayana dengan suara "cak, cak, cak" yang hipnotis. Tanpa ponsel, tanpa gangguan. Hanya dirinya seorang diri dan keajaiban Bali.Ia bahkan berkunjung ke beberapa museum di Ubud, membiarkan dirinya terserap dalam seni dan sejarah, mencoba melupakan penderitaan modernnya. Tidak sampai disana, Raya juga menikmati pijatan Bali yang kuat dan menenangkan, mencoba meremas remas-remas ketegangan di otot-ototnya yang sudah terbentuk selama berminggu-minggu. Kemudian, ia membeli beberapa baju baru, gaun-gaun sederhana yang terasa lebih 'layak' untuk dikenakan, dan berakhir

  • Sehangat Dekapan Mantan   04| Terlalu Dekat

    Raya menggeliat dengan gerakan tak tentu arah. Sakit. Kepalanya terasa seperti dihantam palu godam dari dalam, sementara perutnya berputar-putar seperti ada penggilingan daging di sana. Ia meringis kesakitan sambil memegangi kening dan perutnya secara bersamaan. Setiap otot di tubuhnya terasa menolak untuk diajak bergerak. Tenggorokannya terasa kering gersang, seperti padang pasir yang kehausan selama berabad-abad.Dengan sisa tenaga yang tersisa, gadis itu bangkit dan duduk di tepi tempat tidur yang terasa terlalu besar. Matanya menatap sekeliling ruangan yang samar-samar, sebelum ia menemukan sebuah gelas berisi air mineral yang sudah siap di atas nakas. Secepat kilat, Raya menyambar gelas itu dan meneguknya dengan ganas, tanpa memedulikan air yang tumpah membasahi bajunya, sampai gelas itu kosong. Masih dengan tangan yang mengacak-acak rambutnya yang kusut, Raya perlahan membuka matanya sepenuhnya. Dan sebentar, ini bukan kamar premium deluxe yang ia pesan. Ruangan ini… terasa

  • Sehangat Dekapan Mantan   03| Sebuah Pengakuan Malam

    "Bli, Arak Attacknya satu lagi, ya."Itu adalah gelas ketiga Raya malam ini. Ditemani suasana malam Bali yang menyejukkan, ia duduk di atas beanbag besar yang mengarah langsung ke arah pantai. Suara musik house yang diputar dengan volume rendah dari speaker tersembunyi, bersyukur karena di lantai dasar hotel yang ia tempati, terdapat sebuah beach club eksklusif yang bisa dikunjungi khusus untuk tamu hotel yang menginap.Jadi, setelah setengah hari sia-sia mencoba berselancar dan berniat pergi berbelanja baju baru, Raya memutuskan untuk memulai malam dengan cara yang lebih efektif: meminum minuman beralkohol keras dan melupakan semuanya terlebih dahulu.Salah satu alasan mengapa ia menyukai Bali adalah karena di sini, tak akan ada yang menatapnya aneh. Semuanya tampak asing dalam kesendirian masing-masing. Seorang wanita yang mabuk seorang diri dengan tatapan kosong yang mengarah ke lautan lepas hanyalah pemandangan biasa. Begitu sempurna untuk pelariannya.Dengan pandangan yang suda

  • Sehangat Dekapan Mantan   02| Dia kembali. Berbeda

    "Raya?"Satu kata itu, yang diucapkan dengan suara serak yang masih terasa familiar namun lebih dalam dari yang Raya ingat, berhasil membekukan waktu. Tubuh Raya menegang seketika. Ia seperti melihat hantu dari masa lalunya yang bereinkarnasi menjadi sosok yang begitu sempurna. Dan dalam beberapa detik selanjutnya, dunia Raya yang baru saja hancur berantakan seakan berhenti berputar. Seakan roda kehidupan hanya berfokus pada satu titik: sosok yang begitu menawan di hadapannya."Kamu... kamu ngapain disini?" Dan saat suara Jagara kembali terdengar, indra pendengaran Raya seakan perlahan pulih. Digantikan dengan wajah gelagapannya, seolah bertemu dengan malaikat pencabut nyawa yang berwujud tampan.Namun belum juga Raya menjawab, kepala Jagara menoleh ke arah belakang Raya, matanya menyisir ruangan kosong di belakangnya, seolah mencari sosok lain di sana."Sama suami kamu?"Jelas, gelengan kecil itu Raya keluarkan. Ia seperti kehabisan kata-kata untuk menjawab, seolah pita suaranya t

  • Sehangat Dekapan Mantan   01| Awal Mula Kehancuran

    Dua tahun. Sudah hampir dua tahun Raya menikahi pria yang dianggapnya sebagai jaminan masa depan. Sebuah kesepakatan bisnis yang dibungkus dengan embun-embun cinta. Ardava adalah pria yang tampan, mapan, dan yang terpenting disetujui oleh ibunya. Di atas kertas, mereka sempurna. Sebuah pasangan yang layak menghiasi majalah gaya hidup.Tapi di malam hujan yang dingin ini, di dalam penthouse mewah yang menjadi sanggah hidupnya, kesempurnaan itu retak menjadi seribu kepingan.Penthouse mewah yang dulu terasa aman kini dingin seperti kuburan. Belakangan Ardava makin sering “lembur”, makin jarang pulang, makin jarang menyentuhnya. Ada sesuatu yang hilang… atau seseorang.Pintu terbuka. Ardava masuk, masih tampak rapi meski mengaku kelelahan. “Konferensi melelahkan. Aku mandi dulu.”Konferensi. Padahal siang tadi, Raya mendengar acara itu dibatalkan.Ia tak menjawab. Tatapannya terkunci pada ponsel Ardava di meja kopi. Begitu shower menyala, layar ponsel ikut menyala. Ikon aplikasi denga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status