Home / Zaman Kuno / Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu! / Bab 1. Reinkarnasi di Balik Tirai Sutra.

Share

Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!
Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!
Author: Zhang A Yu

Bab 1. Reinkarnasi di Balik Tirai Sutra.

Author: Zhang A Yu
last update Last Updated: 2025-06-14 15:06:15

Hujan gerimis membasahi atap istana, mengguyur daun plum yang menguning di musim gugur terakhir. Di dalam Paviliun Qingxin, seorang gadis muda duduk bersimpuh di tepi ranjang ukiran giok, matanya menatap kosong pada bayangan di cermin perunggu.

Chun Mei, nama yang kini disematkan padanya, menarik napas dalam. Tapi di balik dada ramping itu, bukan jiwa seorang selir istana yang lemah dan jinak seperti yang diharapkan semua orang.

“Aku hidup kembali,“ bisiknya lirih, jari-jarinya yang pucat mengepal di atas pangkuan, "tapi bukan sebagai Putri Agung dari Klan Hu Nalan seperti dulu, melainkan seorang selir?”

Ingatannya masih membekas jelas. Sakit yang membakar sekujur tubuh, darah yang mengalir dari mulutnya saat tabib ternama menyerah. Dia mati di ranjangnya sendiri, karena penyakit akut yang sulit disembuhkan. Tapi sekarang... dia membuka mata di tubuh seorang wanita muda berusia delapan belas tahun, selir kelas rendah yang dihadiahkan ke istana Kaisar Lin Yi.

Nama besar itu... Lin Yi. Kaisar muda yang memegang kekuasaan absolut atas Dinasti Han. Tampan, dingin, dan kejam, kata orang.

Takdir mempermainkannya!

Chun Mei selalu ingin panjang umur, hidup tidak dibayang-bayangi kematian, tetapi dia malah menjadi seorang Selir, sementara di istana harem... kematian dan kehidupan hanya sebatas seutas benang tipis yang rapuh.

Tidak!

Chun Mei bertekad hidup lebih lama lagi di kelahiran barunya ini. Dan jika dia menginginkan itu, maka dia harus menjadi selir yang tak dikenal Kaisar meski hanya namanya saja.

Waktu bergulir.

Tanpa terasa satu bulan sudah Chun Mei menjalani kehidupannya sebagai selir di paviliun Qingxin.

Sejauh ini dia berhasil memainkan perannya sebagai selir yang tidak mencolok, atau bahkan dikenal Kaisar sekalipun.

Chun Mei berdandan biasa, pakaiannya selalu yang paling sederhana, jika ada momen-momen yang mungkin bisa membuatnya bertemu Kaisar, dia selalu menjadi orang pertama yang menghindar.

Berbanding terbalik dengan selir lain, yang bagaimanapun caranya ingin menarik perhatian Kaisar lalu berakhir di ranjang, memiliki anak, diangkat menjadi Ratu.

Hingga pada hari ini...

Langit temaram menembus tirai sutra tipis yang tergantung di sekeliling aula megah. Aroma dupa wangi melati melayang lembut di udara, bercampur dengan alunan merdu alat musik petik dan denting lembut lonceng hias.

Di hadapan panggung opera yang didekorasi megah, tujuh selir berpakaian paling indah duduk bersisian di kursi ukir berlapis brokat emas. Wajah mereka berhias senyum, mata memancarkan hasrat tersembunyi—bukan kepada pertunjukan, tapi kepada satu-satunya pria di ruangan itu.

Kaisar Lin Yi.

Duduk di singgasana rendah dari kayu cendana, pria muda itu mengenakan jubah hitam berhias sulaman naga perak. Wajahnya tak berubah, dingin dan nyaris tak menunjukkan emosi. Mata tajamnya menatap lurus ke panggung, tapi jelas terlihat bahwa pikirannya entah melayang ke mana.

Opera di panggung memainkan cerita cinta tragis antara putri kerajaan dan prajurit biasa. Para aktor menyanyi dan menari penuh penghayatan, suara mereka menggema hingga ke langit-langit paviliun. Tapi Lin Yi tidak menunjukkan ketertarikan sedikit pun.

Di sisi lain, Selir Li Muwan menyenderkan tubuhnya sedikit ke depan, suara tawanya lembut saat dia sesekali menyisipkan komentar pada Kaisar yang tak menanggapi. Selir Mu Fei ikut tersenyum, menggoda dengan kipas berhiaskan batu giok yang terus digerakkan pelan-pelan.

Namun Lin Yi... tetap membisu.

Hanya satu kali dia bergumam pelan, hampir tak terdengar. “Membosankan.”

Nenek Permaisuri yang duduk tak jauh darinya menoleh, namun belum sempat menegur, Lin Yi sudah berdiri perlahan. Tubuh tegapnya menjulang di tengah ruangan, membuat semua orang seketika menunduk.

“Lanjutkanlah opera ini tanpaku,” katanya datar, “aku ingin udara segar.”

Tanpa menunggu jawaban, dia melangkah keluar. Suara langkah kaisar menggema di lantai batu, mengiris kesunyian ruangan yang seketika menjadi tegang.

Nenek Permaisuri menahan napas, tapi akhirnya hanya menghela pelan.

“Biarkan dia pergi,” ujarnya lirih kepada dayang di sampingnya, "jika dia jenuh, tak ada yang bisa menahannya.”

Para selir hanya bisa menunduk, bibir mereka tersenyum kecut.

Sementara itu...

Taman Dalam – Jalur Bebatuan Putih

Udara sore terasa lembut. Angin berembus, menggoyang daun maple merah dan kuning yang gugur satu per satu.

Lin Yi berjalan perlahan, tanpa pengawal. Seperti bayangan yang menyelinap di antara pilar dan semak berbunga, dia menyusuri taman istana harem yang jarang dikunjunginya.

Hingga langkahnya terhenti.

Di bawah pohon plum tua yang menggugurkan bunga-bunga kuning, berdiri seorang wanita muda dengan rambut disanggul sederhana, pakaiannya lebih mirip dayang daripada selir. Dia tampak kebingungan, menatap peta kecil di tangannya sambil mengerutkan kening.

Seolah waktu berhenti.

Tatapan Lin Yi mengeras.

Siapa dia? Kenapa bukan di paviliun?

Wanita itu—Chun Mei—belum menyadari kehadirannya. Dia terlihat sedang berpikir keras, bingung tapi juga khawatir.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 13. Terjawab Secara Tak Langsung.

    “Nyonya! Apakah Anda baik-baik saja?” panggil suara pelayan Chun Mei, Xiaoping, dari luar. Kaisar Lin Yi menatap Chun Mei sekilas, menenangkan dengan tatapan sebelum bangkit dari ranjang. Langkahnya mantap mendekati pintu. Suara derit lembut terdengar ketika ia membukanya sedikit. Begitu pintu terbuka, Xiaoping yang menunduk di depan ambang langsung mengangkat kepala, dan darahnya serasa berhenti mengalir saat matanya menangkap sosok tinggi Kaisar Lin Yi berdiri di sana, mengenakan jubah tidur gelap yang hanya menambah auranya yang agung dan mengintimidasi. Xiaoping terperangah. Rahangnya nyaris terlepas. Tangannya refleks hendak meraih gagang pintu untuk menjaga keseimbangan. “K-K-Kaisar…” suaranya tercekat, matanya membesar seperti akan melompat keluar. Tatapan Kaisar Lin Yi menajam. “Xiaoping, Chun Mei baik-baik saja,” suaranya tenang, tapi ada nada dingin yang tak membiarkan sang pelayan menanyakan lebih jauh. Xiaoping menelan ludah, wajahnya pucat. Dia menunduk dalam-dalam,

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 12. Yang Dihindari Chun Mei Malah Datang Menyuguhkan Kenikmatan.

    Kaisar Lin Yi menurunkan Chun Mei perlahan ke atas ranjang yang setengah berantakan. Di bawah temaram lampu minyak, wajah Chun Mei terlihat merah padam, bibirnya merekah menahan napas yang memburu. Matanya setengah terbuka, menatap sang Kaisar dengan campuran kesadaran yang samar dan kepasrahan. Tangan besar Kaisar menelusuri pipi wanita itu, ibu jarinya menghapus bulir keringat yang jatuh ke sudut bibir Chun Mei. “Tenanglah…” bisiknya, suaranya serak namun lembut bagai belaian angin malam. “Aku di sini… takkan membiarkan siapa pun menyakitimu.” Dia menunduk, mengecup kening Chun Mei, mencurahkan kegelisahan yang tertahan sejak mendengar kabar ada yang tidak beres dari tabib Shen. Chun Mei mengerang kecil ketika bibir Kaisar bergerak turun ke pipi, menyusuri rahang, hingga berhenti tepat di atas bibirnya. Nafas mereka saling bertaut, hangat, penuh ketegangan. Kaisar tak langsung menelan bibir Chun Mei. Dia menatap dalam ke mata wanita itu, seperti memastikan bahwa Chun M

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 11. Rekasi Tak Biasa.

    Selir Mu Fei menatap kantong merah itu dengan napas tercekat. Tangannya bergetar saat meraih pemberian Selir Agung, seolah benda kecil itu menimbang seluruh nasibnya. “A-apa… aku benar-benar harus menggunakan ini?” suaranya gemetar, bagai bisikan angin yang nyaris tak terdengar. Kemudian dia teringat ucapan Selir Agung beberapa waktu lalu. Suaranya tegas namun rendah, “A’Fei, ini bukan hanya tentangmu atau Chun Mei. Ini tentang keseimbangan istana. Jika dia hamil lebih dulu, kamu takkan punya peluang lagi. Kamu tahu, kaisar Lin Yi sudah mulai meliriknya.” Kata-kata itu menancap ke hati Mu Fei, menumbuhkan ketakutan yang sama besarnya dengan tekad. Dia menggenggam kantong obat erat-erat. Sementara itu, di Paviliun Qingxin, Chun Mei menatap cermin besar di kamarnya. Wajah cantiknya terpantul tanpa cela, namun sorot matanya gelap, menandakan badai di pikirannya. Dia mendengar kabar kunjungan Selir Agung lebih cepat dari siapa pun, dan kini pelayannya membacakan kabar terbaru de

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 10. Karena Orang Dalam, Masih Bisa Selamat.

    Malam itu, di Paviliun Angin Timur, Selir Agung duduk di kursi kayu cendana yang diletakkan menghadap taman teratai.Wajahnya yang menua tetap menampakkan wibawa seorang wanita yang pernah menguasai hati mendiang Kaisar terdahulu.Di sampingnya, seorang pelayan menyiapkan obat rendaman kaki, sementara seorang kasim berdiri menunggu perintah.“Bagaimana keadaan Selir Mu Fei?” tanyanya dengan suara rendah, serak oleh usia namun tetap tegas.Kasim itu menunduk dalam. “Beliau masih terbaring lemah, Selir Agung. Tabib Shen sedang mempersiapkan ramuan penawar untuk meredam sisa racun yang membuat tubuhnya rentan kejang.”Mata Selir Agung menyipit, tatapannya menembus gelapnya malam. “Mu Fei terlalu ceroboh. Tapi… dia gadis yang berguna, dan aku tak akan membiarkannya disingkirkan begitu saja.”Pelayan di sampingnya meneguk ludah. Dia tahu, jika Selir Agung sudah turun tangan, maka siapa pun yang menyinggung orang yang dilindunginya akan menghadapi konsekuensi besar.Keesokan paginya, Tabib

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 9. Kena Sendiri.

    Malam itu, di balik paviliun, pelayan setia Chun Mei berkeliling senyap, menuntaskan perintah tuannya. Di dapur utama, dia berbicara pada koki tua, menyerahkan permintaan Selir Chun dengan sikap lembut namun tegas. Tak ada yang mencurigai, sebab semua tampak seperti tata krama istana biasa. Sementara itu, Chun Mei duduk di kamarnya, menatap lentera yang goyah ditiup angin malam. Di sampingnya, tusuk rambut perak ibunya bersandar pada vas bunga kering. Dia mengelusnya pelan, matanya seteduh air di musim gugur. “Ma… aku tahu ini bukan jalan yang kamu ajarkan dulu. Tapi di sini, di tempat ini… hanya yang licik yang bisa tetap bernapas.” Keesokan paginya, suasana aula utama istana ramai oleh hidangan kecil yang dibagikan untuk para selir. Para pelayan hilir-mudik membawa sup hangat dalam mangkuk porselen. Aroma jamur dan kaldu ayam menebar ke segala penjuru. Mu Fei, yang duduk di antara para selir lain, menerima mangkuk dengan ukiran bunga teratai. Dia menatap sup itu, sedikit

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 8. Dua Selir Mulai Beradu di Balik Senyuman.

    Malam hari pun tiba. Langit gelap menggantung rendah di atas istana. Di Paviliun Qingxin, Chun Mei duduk di hadapan cermin perunggu, ditemani cahaya redup dari lentera minyak. Jemarinya memintal benang tipis pada sudut sapu tangan, namun pikirannya jauh melayang. Pelayan setianya mendekat sambil membawa nampan kecil berisi secawan sup hangat. “Nyonya minumlah ini dulu. Perut kosong di malam seperti ini tak baik bagi kesehatan.” Chun Mei tersenyum tipis. “Terima kasih.” Dia mengambil mangkuk itu, meniup pelan uapnya. Matanya tak lepas menatap bayangan dirinya di cermin. Wajah lembut, sorot mata teduh namun di balik itu, badai kecil berputar. Pelayannya memberanikan diri bertanya, “Apa Nyonya sungguh akan pergi minum teh lusa nanti?” Chun Mei meletakkan mangkuknya di atas meja, kemudian menepuk tangan pelayannya pelan. “Aku harus. Di istana, menolak dua kali akan membuat kita tampak takut. Dan bila kita tampak takut, musuh akan semakin berani.” Pelayannya menunduk. “Lalu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status