Home / Rumah Tangga / Senja Yang Di Hadirkan / Makan Malam Dengan Pelayan

Share

Makan Malam Dengan Pelayan

Author: Tyarasani
last update Last Updated: 2022-05-25 15:51:35

**

Sagara menatap berkas-berkas yang berserakan di atas mejanya, wajahnya nampak kusut karena banyak memendam masalah. Kemudian, ia menelepon Riko untuk menghadap ke ruangannya.

"Ada apa, Tuan?"

"Saya tidak bisa fokus mengerjakan semua berkas-berkas itu," jawab Sagara.

"Mau saya bikinkan kopi, Tuan?"

"Kamu mau saya kembung? Sejak pagi saya sudah menghabiskan lima cangkir kopi. " Sagara mendengus kesal.

"Maaf, Tuan. Lalu anda mau saya melakukan apa, Tuan?"

"Panggil Ambar!"

"Baik, Tuan.

Ambar adalah sekretaris Sagara, dia sudah lama berkerja di perusahaan yang bergerak di bidang makanan. Jadi, ketika Sagara berhalangan atau ada masalah ia melimpahkan perkejaan itu pada Ambar.

"Selamat siang, Pak," sapa Ambar dengan sopan.

"Siang."

"Ada apa Bapak memanggil saya?" tanya Ambar lagi.

"Ini, saya ada lagi urusan, kamu kerjakan ini semua, sisanya nanti biar saya yang kerjakan!" titah Sagara , ia menyodorkan beberapa berkas ke hadapan perempuan berambut pendek itu.

"Baik, Pak." Ambar mengambil berkas itu dari tangan bosnya lalu undur diri.

Riko yang bingung dengan gelagat majikannya pun ikut keluar bersama Ambar. Namun, belum sempat Riko sampai di pintu keluar, Sagara memanggilnya lagi.

"Riko, duduk'lah! Saya mau bicara," pinta Sagara.

Tanpa banyak bertanya Riko segera duduk di hadapan Sagara.

"Riko, apa yang akan kamu lakukan jika istrimu memintamu untuk menikahi perempuan lain?" tanya sagara sambil menatap ke luar jendela.

"Ah, kalau saya nggak akan mungkin menyia-nyiakan kesempatan itu, Tuan. Cuma sayangnya satu pun saya belum ada!" celetuk Riko.

"Jika saja kita bisa bertukar peran, aku lebih baik menjadi kamu saja!" keluh Sagara lagi.

"Anda suka bercanda, Tuan! Kehidupan anda sangat sempurna, anda tidak pusing memikirkan biaya hidup karena harta anda tidak akan habis oleh tujuh turunan, anda juga memiliki istri yang sangat baik seperti Nyonya Ariana. Apa yang sedang anda keluhkan?" tanya Riko dengan ragu. Bukan ranahnya ia bertanya begitu pada majikannya. Namun, ia harus tahu masalah apa yang sedang di hadapi majikannya hingga galau seperti itu.

"Anak. Ariana ingin memiliki anak. Sedangkan kamu sendiri tahu, dia tak mungkin bisa mengandung anak kami."

"Jadi karena itu ia meminta anda menikah lagi? Sebaiknya di turuti saja, Tuan!"

"Begitu?"

"Ya , saya rasa memang begitu."

Sagara tampak berpikir setelah mendengar masukan dari asisten pribadinya. Lagipula, ini permintaannya Ariana sendiri, kenapa ia malah takut menyakiti perempuan yang telah lima tahun membersamainya itu?

**

Setelah pembicaraan itu dengan majikannya, Senja merasa sangat canggung apabila bertemu dengan Ariana atau pun Sagara. Kenyamanan Dalam bekerja sudah tak dirasakannya lagi.

"Senja kemari!" pinta Ariana yang melihatnya baru keluar dari kamar.

" Iya, Nyonya."

"Malam ini aku ingin makan seafood bakar, tolong bilang Bi Riris untuk menyiapkannya, ya!"

"Baik, Nyonya."

Senja pun beranjak hendak menemui budenya untuk menyampaikan pesan majikannya.

"Tunggu, Senja!" panggil Ariana.

"Nanti malam kamu ikut makan malam bareng aku dan mas Saga, ya!" sambung Ariana.

"Maaf, saya nggak bisa," tolak Senja dengan cepat.

"Kenapa tidak bisa, Senja? Anggap saja ini untuk pengenalan kamu dan mas Saga."

"Tap-tapi, Nyonya ...."

"Kali ini aku mohon kamu jangan menolak, ya. Kalaupun pada akhirnya kamu menolak menjadi istri rahasianya mas Saga tidak apa-apa, asalkan malam ini kamu ikut makan malam sama kita."

"Baiklah, saya ikut."

Senja mencari-cari keberadaan budenya yang entah dimana. Ia mengitari hampir seluruh ruangan juga halaman samping yang tampak luas itu.

"Wow, gadis kampung ini rupanya bisa bermain-main juga dengan Nyonya Ariana!" ucap Seseorang mengagetkannya.

"Bu Murni," sapa Airin. Ia tetap berusaha bersikap ramah pada perempuan bertubuh gemuk itu.

"Kamu itu hanya pura-pura polos, karena kenyataanya kamu memanfaatkan kebaikan nyonya Ariana. Dasar perempuan gatal!"

"Apa maksudmu, Murni?" tiba-tiba saja Bude Riris sudah ada di belakang Bi Murni.

"Bi Riris, ajari keponakanmu untuk berterimakasih yang baik, bukan menjadi orang yang pandai memanfaatkan keadaan!"

"Maksudmu, apa? Bicara yang jelas!"

"Tanya saja pada keponakanmu, sepertinya dia sedang merencanakan sesuatu!" jawab Bi Murni.

"Murni, sebaiknya kamu kembali bekerja. Senja urusanku, kamu nggak perlu ikut campur!" tegas Bi Riris.

Mendengar Bi Riris berkata demikian, permouan itu pergi dengan wajah yang terlihat menahan marah.

"Apa yang sudah kamu lakukan, Senja?" tanya Bi Riris pada senja yang terlihat bingung.

"Aku juga tidak tau, Bude. Dari kemarin Bi Murni seperti tidak menyukai keberadaanku di sini," jawab Senja apa adanya.

"Ya sudah, kamu nggak perlu hiraukan dia. Kamu kenapa ada di sini, bukankah kamu menemani nyonya Ariana?"

"Anu, aku di suruh nyonya untuk menyiapkan menu seafood untuk nanti makan malam."

"Oh, baiklah. Aku akan segera menyiapkannya."

Mobil hitam yang mengkilat perlahan masuk ke pekarangan rumah, Senja terpaku melihat Sagara yang turun dari mobil, ketika seorang lelaki membukakan pintu untuknya.

'Mungkin, lelaki itu salah satu pelayan di rumah ini," batin Senja.

"Heh, sedang apa kamu di sini? Bukankah tugasmu menjaga istriku?" tanya Sagara.

"Tadi, tadi aku men-menca-"

"Sudah, cepat masuk!" potong Sagara cepat.

Senja gelagapan di depan majikan lelakinya, ia sangat gugup. Apalagi, ia tahu nanti malam akan makan malam dengannya.

'Ya, Allah kenapa hidupku jadi rumit seperti ini?' batinnya.

**

Malam pun tiba, pelayan lainnya di minta untuk tidak berkeliaran di ruang depan selama acara makan malam itu berlangsung, kecuali Senja dan Bi Riris.

Senja memakai baju seadaanya, namun ia terlihat anggun dengan hijab kesukaannya. Sedangkan, Ariana ia begitu cantik dengan dress selutut berwarna biru muda serasi dengan Sagara yang memakai kemeja biru muda.

Keduanya tampak menikmati makan malamnya, kecuali Senja. Ini pertama kalinya ia duduk dan makan bersama dengan kedua majikannya.

"Senja, ayo tambah lagi. Kamu harus makan yang banyak agar sehat, ya!"

"I-iya, Nyonya."

"Oya, Senja, Kamu perhatikan suamiku! Usianya memang terpaut jauh dengan kamu, tapi suamiku masih ganteng bukan? Masa kamu nggak mau menjadi istri keduanya?" celetuk Ariana membuat Senja tiba-tiba tersedak.

"Uhuk!"

" Astaga, Senja kamu pelan-pelan makannya!" Ariana dengan cekatan mengambilkan minum untuk gadis itu, lalu memberikannya pada Senja. Sedangkan, Sagara tampak dingin dan acuh.

"Terimakasih, Nyonya, maaf merepotkan!" ucap Senja tak enak hati.

"Oke, tidak apa-apa, lanjutkan makannya!"

"Iya, Nyonya."

Makan malam sudah selesai, senja hendak beranjak merapikan semuanya. Namun, lagi-lagi Ariana melarangnya.

"Minta Bi Murni saja yang membereskannya nanti."

"Tidak apa-apa, Nyonya, biar saya saja."

"No, aku melarangmu!"

Senja tidak bisa berkutik lagi. Bahkan sekarang ia merasa sangat malu oleh Sagara yang terlihat tak menyukai kehadirannya sejak acara makan malam tadi.

"Senja, kalau kamu sudah ada keputusan bilang saja, jangan sungkan, ya!"

Senja hanya mengangguk. Lalu, ia memberanikan diri untuk melihat majikan lelakinya yang bersikap dingin itu. Benar-benar tak ada ekspresi sama sekali.

'Astaga, bagaimana bisa aku akan menikah dengan lelaki seperti itu. Jangankan tertarik, yang ada aku takut sekali dengannya!' batin Senja.

Kecanggungan itu berakhir ketika Ariana meminta di antar ke kamar, katanya ia lelah dan ingin segera beristirahat.

"Senja, tolong antarkan istri saya ke kamar, saya harus menelepon seseorang dulu!" titah Sagara.

"Baik, Tuan."

Setelah selesai mengantarkan Ariana, senja kembali ke ruang makan hendak merapikan semuanya. Namun, tanpa di duga Sagara tiba-tiba mencekal pergelangan tangan Senja dengan kuat.

"Ikut saya!"

"Kemana, Tuan?"

Sagara menarik tangan Senja dengan kuat, hampir setengah menyeretnya ke kamar mandi.

"Lepas, Tuan!"

Sagara sepertinya tak menggubris permintaan Senja. Gadis itu tentu saja sangat ketakutan.

Setelah di dalam kamar mandi, Sagara melepaskannya dan menguncinya.

"Apa yang akan kamu lakukan, Tuan?" tanyanya mulai panik.

"Dengar, Senja. Aku tak mau kamu mengulur-ngulur waktu lagi. Lakukan permintaan Ariana, jangan manfaatkan kebaikannya dan kamu malah mematikan harapannya!"

"Maksud kamu, Tuan?"

"Saya akan membayarmu berapapun kamu mau, asalkan kamu mau menuruti permintaan Ariana, bagaimana?"

"Tidak akan semudah itu, Tuan! Lagipula kenapa Tuan nggak mencari perempuan lain saja jangan saya!" bulir bening mulai menetes di kedua sudut matanya. Selain rasa takut ia juga merasa sangat terhina dengan kalimat-kalimat yang keluar dari mulut lelaki di depannya.

"Itu permintaan Ariana. Andai, saya bebas memilih pun tak akan sudi saya menjadikanmu istri kedua saya. Paham!" gertaknya nya lagi membuat Senja semakin takut.

Setelah berkata begitu, Sagara meninggalkan Senja yang masih terdiam di dalam kamar mandi sambil menangis.

____________

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Senja Yang Di Hadirkan   Keras Kepala

    **Kondisi Bu Arisa semakin membaik dari hari ke hari. Namun semakin pulih tubuhnya, semakin tajam pula setiap kata yang keluar dari bibir wanita itu.Senja tetap setia datang setiap pagi, membawa termos kecil berisi air hangat dan buah potong yang ia siapkan sendiri dari rumah. Kadang, ia harus bolak-balik dua kali dalam sehari, karena Gabriel dan Azriel yang terus merajuk memintanya pulang.Setelah kerinduan kedua bocah itu terobati, Senja pun kembali ke rumah sakit dengan wajah letih tapi penuh tekad. Ia menepuk dadanya perlahan sebelum membuka pintu kamar.“Bismillah,” bisiknya, mencoba menyiapkan diri menghadapi suasana yang entah akan seperti apa.Begitu ia melangkah masuk, tatapan tajam Bu Arisa langsung menyambutnya.“Mau sampai kapan kamu berpura-pura?” sindirnya tanpa basa-basi. “Apa kamu gak capek juga pura-pura jadi orang baik?”Senja menahan napas sejenak. Ia sudah hafal dengan nada seperti itu. Tanpa menjawab, ia berjalan ke meja kecil di samping ranjang, menyiapkan sege

  • Senja Yang Di Hadirkan   Usaha Senja dan Penolakan Bu Arisa

    ***Pagi itu, sinar matahari menyelinap malu-malu lewat jendela kamar rawat yang terbuka sebagian. Udara terasa hangat, tapi suasana di dalam ruangan justru dingin oleh tatapan Bu Arisa yang tajam menatap setiap gerak-gerik Senja.Senja berdiri di sisi ranjang, membawa baskom kecil berisi air hangat. “Permisi, Nyonya. Saya bantu bersihkan tubuhnya, ya,” ucapnya pelan.Bu Arisa hanya diam. Tatapan matanya berpindah dari wajah Senja ke baskom di tangan perempuan itu. Senja menunduk, menata kain handuk di pangkuan, lalu mulai mengusap perlahan tangan Bu Arisa yang keriput.Air hangat menetes dari ujung jari Senja, mengalir di kulit pucat Bu Arisa. Tak ada kata-kata, hanya suara kain yang bergesekan dan detak jam dinding yang pelan.“Saya lakukan elan-pelan ya, Nyonya, ,” katanya lembut ketika melihat wanita paruh baya itu meringis kecil.Namun alih-alih berterima kasih, Bu Arisa malah menarik tangannya dengan kasar. “Pelan-pelan bagaimana? Yang ada malah bikin tubuhku kesakitan,” suaran

  • Senja Yang Di Hadirkan   Meluluhkan Hati Bu Arisa

    **Sagara membulatkan mata begitu melihat bibir pucat itu bergerak dengan gemetaran. “Sa–Sagara ....” Suara lemah itu membuat dadanya sesak. Tanpa pikir panjang, ia menekan tombol bantuan berkali-kali, lalu memeluk ibunya dengan hati-hati, ia takut menyakiti tubuh yang masih penuh selang dan alat-alat medis itu.“Ma, Mama sudah bangun?” suaranya serak, nyaris pecah. “Aku benar-benar takut, Ma. Takut kehilangan Mama!”Bu Arisa mengerjap pelan. Pandangannya masih kabur, seperti berusaha menembus kabut tebal yang menutupi pikirannya. Namun begitu suara putranya jelas di telinganya, bibirnya kembali bergetar lirih.“Sa–Sagara,” ia menarik napas pendek, lalu menatap wajah anaknya dengan lemah. “Mana Calesya?”Sagara terpaku. Pertanyaan itu menusuk seperti duri halus di dada. Ia menatap ibunya lama, seolah berharap ada penjelasan yang lebih masuk akal. Namun Bu Arisa hanya menatap polos, seakan-akan waktu berhenti di masa lalu.Ia menelan ludah, menahan diri agar tidak bereaksi keras. ‘Sa

  • Senja Yang Di Hadirkan   Bu Arisa Sadarkan Diri

    **Langit malam tampak muram ketika Sagara menggenggam erat kemudi mobilnya. Cahaya lampu jalan yang berkelebat cepat memantul di kaca depan, membentuk garis-garis panjang yang menegangkan.Senja di kursi penumpang hanya bisa menatap tanpa suara. Ketegangan memancar jelas dari wajah Sagara yang pucat dan kaku.“Tuan, tolong, pelan sedikit,” ujarnya parau, kedua tangannya bergetar memegang dashboard ketika mobil menukik tajam di tikungan.Sagara tak menjawab, hanya mempererat genggaman tangannya di setir. “Maaf, Senja, tapi aku tak bisa pelan. Kita harus segera sampai di rumah sakit. Mama kritis.”Nada suaranya pecah di tengah desis napas yang cepat. Di balik sorot mata tajamnya, tergambar panik yang berusaha ia tutupi.Sejenak Senja menatap wajah Sagara. Rahangnya terlihat menegang, garis urat di lehernya menonjol. Ia menahan diri untuk tidak bicara lagi. Dalam diam, bibirnya bergerak pelan, berdoa agar perjalanan mereka selamat dan Bu Arisa diberi kekuatan sehingga bisa melewati masa

  • Senja Yang Di Hadirkan   Patah Hati Terdalam

    **Keributan di aula belakang pecah dalam sekejap. Calesya menjerit, menendang meja, bahkan memecahkan gelas yang berderak di lantai marmer. Semua orang panik, sebagian mundur karena ketakutan.“Sagara!” suaranya melengking, nyaris tak terdengar seperti manusia yang tak waras. “Kau mempermalukanku di depan semua orang! Setelah semua yang kulakukan untukmu?!”Sagara tetap diam. Ia berdiri di depan Senja, menahan dirinya untuk tak terpancing emosi. Wajahnya tegang dengan rahang yang mengeras.“Bawa dia keluar!” perintahnya datar, namun tajam seperti pisau.“Sagara!” Calesya terus menjerit, melangkah maju hendak menyerang Senja. Dua sekuriti langsung menahannya, tapi dia meronta, mencakar, dan berusaha melepaskan diri.“Lepas! Aku mau bicara dengan dia! Aku mau lihat wajah perempuan perusak itu!” teriaknya makin lantang.“Cukup!” Suara Sagara meninggi. “Kau sudah melewati batas, Calesya. Keluarkan dia dari rumah ini. Sekarang!”Senja menunduk, tak sanggup menatap pemandangan itu. Ia bisa

  • Senja Yang Di Hadirkan   Kabar Pernikahan

    **“Papa mau ngomong sesuatu, boleh?” katanya pelan.Gabriel menoleh cepat, sementara Azriel masih asik menggambar di buku sketsanya. Senja yang sedang menyiapkan pakaian ganti untuk si kembar seketika membeku dengan perasaan yang berdebar-debar. Ia tahu arah pembicaraan itu kemanan, dan rasanya memang belum siap mendengarnya.“Tuan,” bisiknya pelan. Ia mencoba menghentikan sebelum terlambat.Sagara menoleh, menatapnya dengan alis terangkat. “Ada apa?”“Jangan sekarang,” ucap Senja cepat. Nada suaranya lembut tapi penuh permohonan.Namun, seperti biasa, Sagara tetap pada pendiriannya. Ia menyandarkan tubuh ke sofa dan menatap si kembar bergantian.“Gabriel, Azriel,” ia menarik napas pelan. “Kalau Mbak Maira jadi Ibu kalian, bagaimana?”Senja membeku di tempat. Sementara buku gambar yang tadi di tangan Azriel jatuh ke lantai, sementara Gabriel menatap ayahnya dengan bingung.“Jadi Ibu?” Gabriel mengulang dengan dahi berkerut. Ia menoleh ke arah Azriel, yang malah tersenyum lebar, mata

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status