Home / Rumah Tangga / Senja Yang Di Hadirkan / Mengambil Keputusan

Share

Mengambil Keputusan

Author: Tyarasani
last update Last Updated: 2025-10-07 14:09:15

***

Langit Jakarta yang pekat semakin terasa menyesakkan di ruang kerja milik keluarga Brata. Setelah Calesya mencurahkan amarahnya, malam itu Pak Brata benar-benar gelisah. Ia berjalan bolak-balik di ruang kerjanya, wajahnya merah padam.

“Calesya, kamu dengar Papa baik-baik,” katanya sambil menunjuk-nunjuk. “Kalau Sagara berani mengusir kamu, itu artinya dia sudah melupakan jasa keluarga kita. Perusahaan Sagara berdiri kokoh karena suntikan modal keluarga Brata. Tanpa kita, ia bukan siapa-siapa!”

Calesya menatap ayahnya dengan mata berbinar, meski dipenuhi dendam. “Iya, Pa. Aku tahu itu. Karena itu aku butuh Papa. Buat dia berlutut! Biar dia tahu nggak bisa seenaknya mengabaikan aku hanya karena pengasuh kampungan itu.”

Pak Brata menghentikan langkahnya, menatap putrinya lekat-lekat. “Kamu yakin pengasuh itu yang jadi penyebabnya?”

Calesya menggertakkan gigi. “Aku melihat sendiri! Sagara lebih peduli sama dia. Bahkan waktu aku tegur, Sagara langsung membela dia, bukan aku!”

Urat lehe
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Senja Yang Di Hadirkan   Mulai Mencair

    *Suara mesin pendingin rumah sakit berdengung pelan ketika Calesya membuka mata. Pandangannya berputar, cahaya putih di langit-langit membuat matanya silau. Tubuhnya terasa berat, kepala seperti dihantam benda keras.Ia mencoba mengangkat tangan, tapi pergelangannya terasa nyeri. Sebuah jarum infus menancap di sana. Butuh beberapa detik sebelum otaknya memahami di mana ia berada di kamar rawat dengan aroma antiseptik yang menyengat.Pintu kamar terbuka, seorang dokter bersama perawat masuk.“Nona Calesya, Anda sudah sadar? Jangan banyak bergerak dulu, ya,” ujar dokter itu dengan nada tenang.Calesya hanya mengangguk pelan.“Apa yang terjadi pada saya, Dok?” suaranya serak, nyaris tak terdengar.Dokter menulis sesuatu di clipboard-nya. “Anda kelelahan dan mengalami stres berat. Tekanan darah Anda naik drastis. Saya sarankan untuk istirahat total dan kalau bisa, mulai konsultasi ke psikolog!”Mendengar kalimat itu, Calesya tersenyum miris. “Saya tidak gila, Dok,” katanya pelan tapi din

  • Senja Yang Di Hadirkan   Akhirnya Pulang

    ***Dor!Suara tembakan memecah udara. Sagara mendorong Senja ke belakang sebelum tubuhnya sedikit tersentak. Peluru itu hanya menggores lengan kirinya, tapi cukup untuk membuat darah langsung merembes ke kemejanya. Riko cepat bergerak, menendang pistol dari tangan pria itu dan melumpuhkannya.Senja berlari mendekat, ia terlihat panik saat melihat rembesan darah di lengan kemeja Sagara. “Tuan! Kau terluka!”Namun Sagara hanya mengerutkan kening, menahan nyeri yang seolah tak mau diakui. “Ini bukan pertama kalinya aku berdarah,” gumamnya pelan. Ia berusaha berdiri tegak, seolah luka di lengannya tak berarti apa-apa.Riko memandang keduanya, lalu menatap jalan keluar. “Kita harus pergi sekarang. Sebelum mereka datang lebih banyak lagi!”Sagara mengangguk singkat. Ia meraih tangan Senja, menariknya lembut tapi tegas. “Kau ikut denganku.”Senja ingin menolak, tapi tak punya tenaga untuk berdebat. Matanya masih menatap luka di lengan pria itu, dan di saat yang sama, ia merasa seluruh per

  • Senja Yang Di Hadirkan   Maaf Dan Situasi Rumit

    *Malam itu lengang. Angin berembus pelan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan kering yang tertiup di sepanjang gang sempit. Lampu jalan berkedip lemah, menciptakan bayangan panjang di antara rumah-rumah kontrakan yang saling berimpitan.Riko berdiri di depan pintu kontrakan kecil itu. Di tanah, dua pria berbaju hitam masih terkapar tak sadarkan diri. Napasnya masih memburu, sisa perkelahian singkat barusan membuat ototnya cukup menegang. Namun ia tahu, ia tak punya waktu lagi.Dari balik pintu, Senja terlihat ketakutan. Tubuhnya gemetar, tapi matanya masih berusaha tegar. Ia tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Yang ia tahu, malam ini sungguh mengerikan.“Mas Riko,” suaranya pelan, bergetar di antara napas yang tak beraturan. “Apa yang terjadi?”Riko menatapnya cepat, lalu menunduk sedikit, seperti tak ingin membuatnya panik. “Kita harus pergi sekarang, Non,” katanya datar tapi tegas. “Tempat ini sudah tidak aman. Ada orang yang datang mencarimu, dan mereka punya niat buru

  • Senja Yang Di Hadirkan   Pencarian

    *Rintik hujan jatuh perlahan, membasahi jalan-jalan kecil di pinggiran kota yang mulai sepi. Lampu jalan berkelap-kelip, sesekali padam karena sambaran angin. Riko melangkah perlahan, mantel hitamnya sudah setengah basah, tapi langkahnya mantap. Ia tahu, malam itu bukan malam biasa. Ini malam yang menentukan, antara kehilangan dan penebusan.Setelah perintah dari Sagara malam itu, Riko bergerak diam-diam. Ia tak ingin menunggu pagi. Bagi orang luar, ia hanyalah asisten pribadi keluarga Sagara, seseorang yang mengatur jadwal, mengurus keuangan, dan menjaga segala rahasia tetap rapi. Namun malam itu, Riko lebih dari sekadar asisten. Ia menjadi bayangan yang membawa rasa bersalah majikannya.Ia menelusuri setiap rumah sewa dan kontrakan di pinggiran kota, menanyakan keberadaan perempuan berkerudung yang datang beberapa hari lalu. Jawaban demi jawaban terdengar sama. Samar, tak pasti, seperti mencoba diingat dari mimpi. Namun Riko tak menyerah.Ia tahu, Sagara bukan pria yang mudah diger

  • Senja Yang Di Hadirkan   Ruang Yang Kosong

    *Langit sore itu kelabu. Di luar jendela kamar besar itu, hujan menetes perlahan, seperti meniru ritme napas seseorang yang lelah.Calesya duduk di tepi ranjangnya, mengenakan gaun satin warna kelabu muda yang kini tampak kusut. Rambutnya terurai berantakan, mata sembab, dan di tangannya masih tergenggam bingkai foto lama. Foto dirinya bersama Pak Brata.“Kenapa kau pergi secepat ini, Pa?” suaranya nyaris tak terdengar. “Kau bilang kita belum selesai, tapi kenapa kau menyerah begitu saja?”Tak ada jawaban, hanya gema suaranya sendiri yang memantul di dinding kamar luas itu. Di luar, suara petir terdengar samar, seolah menegaskan sepi yang melingkupi rumah megah itu.Calesya menatap bayangannya di cermin. Wajah yang dulu begitu terawat kini tampak asing. Seperti seseorang yang kehilangan arah.Ia berjalan ke arah meja rias, menatap wajahnya lama-lama sebelum menghempaskan bingkai foto ke lantai. Suara kaca pecah mengisi ruangan.“Semua karena mereka,” bisiknya pelan, lirih tapi syarat

  • Senja Yang Di Hadirkan   Pergi

    *Setelah mendapat perawatan di rumah sakit, Senja bersikeras meminta untuk pulang lebih cepat. Dokter sudah menahannya, tapi keras kepalanya membuat dokter mengizinkan dengan catatan tiga hari kemudian harus kontrol.Malam kembali turun dengan wajah kelam. Hujan belum berhenti sejak sore, menetes perlahan di jendela rumah besar milik Sagara. Di ruang tengah yang sepi, suara televisi menjadi satu-satunya kehidupan. Kabar kematian Pak Brata menjadi berita trending beberapa hari ini.“Pak Brata, pengusaha yang diduga terlibat dalam sejumlah kasus kriminal, meninggal dunia setelah sempat dirawat di rumah sakit--”Sebelum pembawa berita menyelesaikan siarannya, Sagara mematikan televisi tanpa ekspresi.Ia berdiri lama menatap layar gelap itu, lalu melangkah pelan menuju ruang kerjanya tanpa berkata apa pun.Sementara di sudut ruangan, Senja duduk diam di kursi panjang, masih mengenakan perban di bahunya.Sorot matanya redup, seolah sebagian jiwanya ikut tertinggal di antara denting hujan.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status