Share

7. Bab 7

Author: Amy_Asya
last update Last Updated: 2025-12-06 10:00:46

Eleanor tak membantah sama sekali ketika pria bernama Adrian itu meminta Mary untuk membawanya.

Tubuh kecil itu hanya bisa mengikuti ke mana Mary membawanya dengan hati-hati. Sampai akhirnya ketika pintu bangunan yang berada di sisi barat itu dibuka, sesaat mata biru pekat itu terpana.

Bangunan ini lebih besar daripada kediaman pribadinya bersama Nathan, ataupun rumah utama.

Tiang-tiang besar dengan tirai putih yang bertebangan membuat Eleanor terpaku sesaat. Selama enam tahun tinggal di mansion ini, dia memang tidak pernah menginjakkan kaki sekali pun ke kediaman pribadi milik Adrian.

“Sudah sepuluh tahun Tuan Adrian pergi dari Manhanttan.” Suara Mary memecah keheningan. Wanita paruh baya itu segera membawa Eleanor untuk duduk di ruang keluarga.

Semua ornamen yang ada di dalam rumah ini terlihat begitu klasik. Warna hitam dan putih yang berpadu membuat kediaman Adrian tampak mewah, tetapi tetap terasa hangat.

“Aku hanya pernah dengar jika Nathan punya seorang kakak laki-laki.”

Mary mengangguk dengan senyum simpul. “Meski tempat ini tidak ditinggali, tapi saya dan beberapa pelayan yang lain selalu membersihkannya setiap hari. Sprei di kamar Tuan juga selalu diganti setiap hari.”

Eleanor menoleh, menatap Mary dengan raut penuh tanya, tetapi dia sungkan untuk menanyakannya.

Sampai deringan ponsel membuat perhatian mereka berdua teralihkan. Mary bergegas memeriksa ponselnya dan membaca pesan yang baru saja masuk dengan senyum hangat.

“Tuan Adrian bilang Nyonya bisa menempati kamar di sebelah kamarnya. Mari saya antar.”

“Tapi, Mary—” Eleanor segera mencekal tangan wanita paruh baya itu. “Apa semua ini benar? Apa tidak masalah jika aku harus tinggal di sini? Aku—” ucapan Eleanor terputus. Dia sendiri sungkan, tetapi tidak tahu harus pergi ke mana sekarang.

Mary segera mengusap punggung Eleanor dengan lembut, untuk memenangkan Eleanor yang khawatir. Wanita itu sudah melewati hari yang sangat berat sejak kemarin. “Untuk sekarang saya rasa tempat ini adalah tempat paling aman. Mereka semua tidak akan berani kemari untuk menganggu Nyonya.”

“Mary—”

“Tuan dan Nyonya besar tidak akan berani mengusik keberadaan Nyonya di sini. Anggap saja di sini Nyonya bisa melupakan semua kejadian tadi, tanpa perlu mengingat apa yang sudah dilakukan Tuan Nathan.”

Eleanor terdiam. Ya, apa yang dikatakan Mary tidak salah. Setidaknya di tempat ini dia tidak melihat setiap sudut kenangannya bersama Nathan.

Setidaknya di tempat baru ini dia bisa istirahat dengan tenang, mungkin saja.

“Mari saya antar ke kamar Nyonya. Anda harus banyak bersitirahat setelah melewati hari yang panjang.”

Eleanor mengangguk, menuruti perkataan Mary tanpa banyak membantah lagi. Mereka masuk ke dalam lift yang ada di sudut ruang keluarga. Mary menekan angka yang menunjukkan lantai paling atas bangunan ini.

Setelah sampai di sana, Eleanor hanya bisa melihat koridor yang sunyi.

“Di sini ada tiga kamar. Satu kamar pribadi Tuan Adrian, satu ruang kerja dan baca milik Tuan Adrian, dan satu lagi kamar … yang akan ditempati Nyonya.”

Eleanor hanya mengangguk. Dia mengikuti ke mana pun Mary membawanya, sampai di kamar yang terletak paling ujung, dan ketika Mary membuka pintu kamar tersebut pandangan Eleanor langsung menyapu di setiap sudut ruangan berwarna putih tulang dengan ranjang besar di tengah.

“Dia punya kekasih?” tanya Eleanor setelah melihat kamar yang begitu rapi, dan tampak cocok untuk wanita.

Mary langsung tertawa dan menggeleng. “Bukan. Ini kamar kesukaan Tuan Adrian dari kecil.”

Eleanor hanya mengangguk. Dia tak banyak bertanya lagi setelah melihat Mary yang seperti tak ingin mengatakan sesuatu.

“Nyonya bisa istirahat sekarang. Saya akan meminta Lucas untuk membawakan pakaian tidur dari kamar Nyonya dari rumah Tuan Nathan.”

Eleanor hanya diam dengan menganggukkan kepalanya. Setelah pintu tertutup dan Mary keluar, wanita itu berjalan menuju jendela besar yang ada di kamarnya.

Eleanor membuka tirai putih yang menutup jendela, lalu setelah itu dia juga membuka jendela dengan lebar dan melihat jika ada balkon di sana.

Angin malam yang berembus kuat langsung menyapa kulitnya, menerbangkan gaun berwarna putih polos yang dipakainya. Namun, Eleanor sama sekali tak memedulikan rasa dingin yang menyapa.

Dengan kaki telanjang wanita itu mendekat ke pagar balkon. Sekilas senyum kecil terbit di bibir Eleanor ketika dia melihat taman bunga yang ada di bawah sana.

Mata biru pekat itu terpaku ketika melihat sungai kecil dan paviliun yang ada di dekat taman bunga. Eleanor sama sekali tak pernah tahu jika mansion Keluarga Carter memiliki taman seindah itu.

“Aku sudah mengetuk pintu beberapa kali, tapi tak ada jawaban.”

Eleanor tersentak. Wanita itu segera menoleh dan mendapati Adrian yang sudah berdiri di belakang, dengan tatapan pria itu yang sejak tadi terasa begitu mengusik.

Adrian mengabaikan tatapan Eleanor padanya. Pria itu mendekati pagar balkon, berdiri di samping Eleanor dan memandang ke taman bunga di arah sana, yang membuat Eleanor mengikutinya.

“Terima kasih atas tumpangan tempat tinggalnya.” Suara Eleanor begitu pelan, nyaris berbisik. “Aku akan pergi jika sudah menemukan tempat tinggal nanti.”

Namun, tak ada jawaban apa pun dari Adrian. Pria itu hanya diam dengan pandangan yang tak pernah lepas dari taman bunga di bawah mereka. Hingga saat Adrian menoleh—menatap Eleanor yang kebetulan juga sedang menatap pria itu.

“Kau suka taman bunga?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuhan Terlarang Kakak Ipar   20. Bab 20

    “Kenapa dia melakukan semua ini padaku, Adrian? Apa salahku?” Eleanor terus saja bicara dengan suara bergetar. Tatapan mata berwarna biru itu menyiratkan kepedihan yang mendalam. Adrian melepas pelukannya, kemudian menangkup wajah Eleanor dengan kedua tangannya. “Kau tidak melakukan kesalahan apa pun?” bisik Adrian. Pria itu menyatukan kening mereka—saling menempel seolah mencoba menyalurkan kekuatan yang dia miliki agar Eleanor merasa tak sendirian lagi. “Aku ingin pergi dari tempat ini, Adrian.” “Kau tak akan ke mana pun.” “Aku tak punya siapa pun lagi di sini.” Eleanor menunduk, merasa tak percaya diri. “Aku sendiri di sini. Di sini bukan tempatku karena aku tak pernah diterima selama ini.” Adrian menggeleng pelan. Masih dengan posisi yang sama. “Tempatmu di sini, Lea. Ada aku di sini. Rumahmu di sini.” Eleanor menjauhkan wajahnya, dan menurunkan tangan Adrian yang menempel di pipinya. Mata biru itu menatap Adrian dengan berkaca-kaca. “Kau menerimaku karena m

  • Sentuhan Terlarang Kakak Ipar   19. Bab 19

    Satu jam sebelumnya. Adrian berusaha mengejar Eleanor, tetapi sungguh wanita itu kali ini berlari begitu cepat seolah tak ingin ditemui siapa pun. Setelah mendengar semua perkataan Olivia, Adrian bisa mengira bagaimana perasaan Eleanor sekarang. Adrian berteriak begitu dia memasuki rumah. Pria itu memanggil Lucas dengan suara yang menggelegar. “Panggil teknisi cepat!” teriak Adrian begitu dia melihat Lucas yang berlari menghampirinya. “Anda ingin melakukan apa, Tuan?” “Jangan banyak bicara lagi, Lucas. Segera lakukan perintahku!” Setelah sepuluh menit menunggu, Lucas kembali dengan teknisi yang Adrian minta. Setelah itu, Adrian segera mengajak Lucas, dan beberapa orang lagi termasuk Mary untuk naik ke atas kamarnya. Pikiran Adrian tak tenang ketika lift yang membawanya naik terasa begitu lamban. Waktu terasa berjalan sangat pelan, ketika pada akhirnya lift terbuka dan Adrian langsung berlari menghampiri kamar Eleanor. “Cepat buka pintunya dengan paksa!” peri

  • Sentuhan Terlarang Kakak Ipar   18. Bab 18

    Eleanor langsung pergi begitu saja, tanpa memedulikan lagi apa yang Olivia katakan. Dia tak mau mendengar semua yang wanita bicarakan. Semua perkataan Olivia benar-benar membuat perutnya mual, ketika membayangkan semua perlakuan Nathan padanya. Bahkan, Eleanor mengabaikan seruan Adrian yang terus memanggilnya di belakang. Wanita bertubuh kecil itu terus berlari sekuat tenaga. Dia tak mau menemui siapa pun. Dia tak mau orang-orang melihat sehancur apa dirinya sekarang. Eleanor masuk ke dalam kamar dan langsung mengunci pintunya. Wanita itu masuk ke dalam ruang wardrobe, membuka semua lemari tempat di mana pakaian, tas, sepatu yang dibawa Mary dari rumah Nathan—barang-barang yang diberikan Nathan. Eleanor berteriak, membuang semua pakaian itu, menumpahkan semuanya ke atas lantai. Sepatu, tas semuanya dia keluarkan, dengan dada bergem

  • Sentuhan Terlarang Kakak Ipar   17. Bab 17

    Eleanor meremas pakaiannya dengan tangan berkeringat. Di ruangan yang entah mengapa terasa begitu sempit baginya, dia benar-benar merasa sendirian. Tak ada keluarga yang bisa membelanya. Tak ada seseorang pun yang bisa membantunya ketika dia dipojokkan. “Kedatangan saya kemari hanya untuk menyampaikan surat yang ditulis Tuan Nathan. Jauh sebelum kecelakaan ini terjadi, Tuan Nathan sudah pernah menemui saya dan meminta saya mengamankan aset-aset yang dia miliki.” Nyonya Carter dan Tuan Carter tampak menganggukkan kepalanya berkali-kali. Begitu juga dengan Olivia yang entah mengapa juga ikut duduk bersama mereka. Seharusnya Olivia tak ada di sana. Seharusnya hanya Eleanor yang berhak ada di sini. Hanya Eleanor istri yang Nathan miliki, dan Olivia hanyalah orang asing jika tak ada Noah di antara mereka. “Ini surat yang ditulis oleh Tuan Nathan sendiri.” Pria muda dengan pakaian rapi itu menyerahkan map berwarna cokelat kepada Tuan Carter. “Di sana tertulis jika seluruh aset

  • Sentuhan Terlarang Kakak Ipar   16. Bab 16

    Eleanor mengabaikan tatapan mata Adrian yang terasa berbeda. Mata berwarna cokelat itu menatapnya begitu dalam, sampai Eleanor merasa itu bukan tatapan yang biasa. “Aku akan pergi lebih dulu.” Eleanor segera bangkit. Wanita itu mengambil handuk untuk menutupi pakaiannya yang basah. “Kita pergi bersama-sama,” ucap Adrian. Pria itu segera keluar dari dalam air, dan mengambil handuk kecil untuk mengusap rambutnya yang basah. “Aku merasa tidak enak kalau ada yang melihat kita masuk ke rumah bersama, apalagi dalam keadaan basah seperti ini.” “Abaikan saja!” Eleanor ingin membantah lagi, tetapi lagi-lagi Adrian menggenggam tangannya dan langsung membawa wanita itu berjalan meninggalkan sungai. Eleanor sama sekali tak berani melepaskan genggaman tangan Adrian. Meski harus terseok-seok karena mengikuti langkah Adrian yang lebar, Eleanor sama sekali tak mengeluh. Tatapan mata wanita itu masih terpaku pada tangan kecilnya yang berada dalam genggaman tangan Adrian. Lagi-lagi

  • Sentuhan Terlarang Kakak Ipar   15. Bab 15

    Setelah itu mereka berenang bersama. Sesaat sebelumnya, Adrian menghubungi Mary, meminta wanita paruh baya itu mengantarkan pakaian renang milik Eleanor, dan mengambil celana pendek untuk dirinya. Sekarang Eleanor benar-benar melakukan apa yang Adrian katakan. Dia juga sangat berterima kasih karena Adrian meminta Mary untuk membawakannya bikini, sehingga tak kesusahan lagi berenang. Sungai buatan itu tak terlalu besar, tetapi juga tak terlalu kecil. Cukup luas, dan memang cocok untuk olahraga renang seperti yang dilakukan Adrian dengan Eleanor sekarang. Seperti perkataan Adrian sebelumnya, di sini hanya ada mereka berdua. Lucas dan beberapa penjaga lain berjaga di depan pintu masuk taman, yang jaraknya begitu jauh. “Bagaimana rasanya?” tanya Adrian setelah mereka menepi. Pria itu membantu Eleanor untuk naik dan duduk di dekat pohon, yang ada di seberang sungai, sementara Adrian masih berada di dalam air. Pria itu masih berdiri tepat di hadapan Eleanor yang tampak teren

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status