Share

Seranjang Dengan Duda Arogan
Seranjang Dengan Duda Arogan
Author: Sulistiani

Bab 1. Kabur

"Aku tidak mau tahu kalian harus membayarnya dalam waktu satu bulan, jika kalian tidak bisa membayar hutang itu maka berikan adik kalian untuk aku nikahi!" ucap pria paruh baya itu sambil melirik Kanaya yang berdiri tak jauh darinya.

Mendengar ucapan pria itu, tentu saja membuat Kanaya menggelengkan kepala sambil meneteskan air mata. Memangnya gadis mana yang mau dinikahi oleh pria yang sudah memiliki dua istri. Pernikahan itu juga hanya untuk menebus hutang. Usia Kanaya masih 20 tahun, bahkan kuliah pun belum selesai.


Arya Abimana, sang ayah baru saja meninggal dua minggu yang lalu, belum hilang rasa sedihnya karena ditinggal oleh laki-laki yang paling Kanaya sayang. Kenyataan pahit kembali menghantam mentalnya. Diketahui bahwa sebelumya Arya meminjam uang dengan jumlah cukup besar pada rekan bisnisnya untuk berinvestasi, tetapi ternyata Arya di tipu dan uang itu di bawa kabur oleh orang hingga membuat Arya mengalami serangan jantung dan meninggal.

"Itu adalah catatan hutang Arya, karena Arya sudah meninggal maka kalian harus membayarnya," ucap pria itu sambil melempar sebuah map keatas meja.

"Tuan Bima, kami tidak pernah tahu jika ayah punya hutang sebanyak ini. Lalu, kami tidak punya uang untuk membayarnya," ucap Arta, kakak tertua Kanaya.

"Tuan Bima, beri kami tenggang waktu lebih lama untuk mencari uang sebanyak itu. Kami masih dalam keadaan berduka," Artur mencoba bernegosiasi.

"Justru karena aku baik dan tahu kalian dalam keadaan berduka jadi aku beri waktu satu bulan! jangan harap bisa tawar menawar denganku. Jika kalian tidak bisa bayar hutang maka gadis itu harus mau aku nikahi!" ucap Bima akhirnya, kemudia di beranjak pergi meninggalkan rumah itu.

"Kemana kita mencari 800 juta dalam satu bulan?" tanya Artur saudara kembar Arta.

"Aku juga tidak tahu, bahkan rumah ini sudah dijual untuk membayar utang Ayah yang lain," ucap Arta seraya mengusap kasar wajahnya.

Artur dan Arta sudah memiliki istri, semenjak menikah mereka tinggal di rumah istri yang merupakan warisan dari orang tua istri mereka masing-masing. Jadi harta yang di miliki Arya hanyalah perusahaan yang sudah bangkrut dan rumah yang sudah ia jual, bahkan Kanaya pun bingung harus tinggal dimana setelah orang yang membeli rumah datang dan menempati rumah tersebut.

"Nay, gak ada pilihan lain. Kamu harus menikah dengan tuan Bima," ucap Artur membuat air mata Kanaya mengalir.

"Gak mau, Kak. Tuan Bima sudah punya istri dua, aku gak mau jadi istri ketiga," ucap Kanaya di sela-sela isak tangisnya.

"Lalu, kami harus apa untuk melunasi hutang Ayah pada Tuan Bima? Mencari uang 800 juta dalam sebulan bukan hal yang mudah, Kanaya! Apalagi Ayah tidak memiliki harta selain perusahaan dan rumah yang sudah kita jual," ucap Arta dengan nada yang mulai meninggi.

Kanaya yang biasa disayang dan dimanja oleh Arya begitu sedih mendengar bentakan dari kakaknya yang selama ini memang selalu menunjukan sikap tak suka kepadanya.

"Aku bisa kerja, kerja apa saja yang penting bisa bayar hutang ayah dan tidak di nikahi Tuan Bima."

"Mau kerja apa anak manja sepertimu? Kamu selama ini hanya bisa merengek dan meminta pada Ayah. Lagi pula kita hanya di beri waktu satu minggu, kamu jual diri pun belum tentu dapat uang sebanyak itu," ucap Artur dengan nada emosi.

"Sudahlah Kanaya, sekali-kali kau jadi anak berguna untuk kami, jangan membantah dan menikahlah dengan Tuan Bima untuk melunasi utang ayah! Ingat kau hanya pembawa sial, kehadiranmu ke dunia sudah membuat ibu kami meninggal, tapi ayah selalu membelamu tak suka jika kami mengatakan hal itu. Sekarang waktunya kamu memberikan baktimu pada ayah," ucap Arta dengan nada tinggi lalu meninggalkan Kanaya yang menangis sendiri di rumah itu.

Artur menghela nafas memandang iba pada Kanaya, tetapi sedetik kemudian ia ikut meninggalkan adiknya di rumah itu sendiri. Kanaya berjalan gontai ke kamar sang ayah dan merapihkan barang-barang mendiang ayahnya sambil menangis tersedu-sedu.

"Ayah, kenapa ayah pergi dalam keadaan seperti ini, kenapa ayah ninggalin Naya sendiri saat Naya belum siap?! Kalau bisa memilih lebih baik Naya gak perlu ada di dunia ini daripada kehadiran Naya harus mengorbankan nyawa ibu seperti apa yang dikatakan kak Arta dan kak Artur," ucap Kanaya dengan linangan air mata memeluk foto sang ayah.

"Ayah, Naya gak mau dinikahi sama lelaki yang sudah punya istri dua, Naya mau lanjut kuliah dan jadi designer," ucap Kanaya menangis tersedu mengingat cita-cita yang mungkin tak akan pernah ia bisa capai setelah kepergian ayahnya.

Hilang sudah harapan Kanaya untuk menikah sekali seumur hidup dengan lelaki yang ia cintai, hidup bahagia meraih cita-citanya sebagai designer muda. Kenyataan di depan mata begitu menyakitkan, kedua Kakak kembarnya sama sekali tidak peduli dengan perasaannya.

Dengan perasaan campur aduk, Kanaya mengemasi barang-barangnya. Tengah malam ia melarikan diri dari rumah hanya membawa tas ransel dan sedikit uang tabungannya berharap bisa menyelamatkan masa depannya.

"Maafkan aku kak Arta, Kak Artur. Aku memilih pergi dari pada harus dinikahi lelaki itu," ucap Kanaya kini mulai masuk ke dalam taksi online yang ia pesan.

Setelah beberapa jam menumpangi taxi online, Kanaya turun dari mobil dan mematikan ponselnya agar keberadaannya tak di ketahui sang kakak, gadis itu masuk ke dalam sebuah Hotel dan langsung memesan kamar.

"Malam ini aja nginep di hotel, besok harus cari tempat kost yang lebih murah biar hemat dan langsung cari kerja," gumam Kanaya seraya berjalan mencari nomor kamar yang ia pesan.

Setelah menemukan nomor kamar yang ia pesan ia langsung masuk ke dalam kamar tersebut dan langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, ia menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong memikirkan hari esok apa yang akan terjadi padanya dan kedua kakaknya.

Brak ...

Tiba-tiba suara pintu kamar dibuka dengan kencang oleh seseorang membuat Kanaya terkejut, Kanaya sadar ia lupa mengunci kamar hotel tersebut.

"Hmmm ...."

Suara bariton seorang pria berdehem membuat Kanaya semakin terkejut dan ketakutan. Gadis itu bangkit dari tidurnya dan menatap pria yang sudah ada dalam satu kamar dengannya.

"Si-siapa kau?" tanya Kanaya dengan terbata-bata.

Lelaki itu tak menjawab pertanyaan Kanaya, ia terus berjalan kearah Kanaya membuat jantung gadis itu berdebar kencang. Kanaya mencoba untuk keluar kamar, tetapi lelaki itu menarik tangan Kanaya dan menghempaskan tubuhnya diatas kasur lalu mengukungnya.

"Siapa kamu? pergi dari kamar ini!" teriak Kanaya.

"Tolong aku ... Layani aku!" ucap lelaki itu lalu menarik baju Kanaya.

"Aaaah ... apa yang kau lakukan?" Kanaya kembali berteriak.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Resmiati
bagus menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status