Potret gadis itu terlihat tidak asing. Hayden mengambil dompet itu dari Vanika dan mengeluarkan foto dari dalamnya. Ia menunjukkan foto itu pada kekasihnya.“Kamu gak tahu dia?” tanya Hayden dengan senyumnya.Foto yang sedikit usang mungkin karena sudah cukup tua. Ia memakai seragam sekolah yang sama dengannya, rambut cokelat tua yang ikal, dan wajahnya tertunduk karena ia sedang membaca buku.“Ini aku?” tanya Vanika dengan wajah yang sedikit terkejut.“Ya. Maaf aku foto kamu diam-diam waktu itu,” ucap laki-laki itu.“Itu kapan?” tanya gadis itu yang bahkan tidak ingat kapan ia membaca di dekat kolam.“Dua tahun yang lalu? Ya aku ingat itu dua tahun yang lalu. Waktu kita masih kelas 10. Aku ingat waktu itu hari Kamis. Kamu selalu kemana-mana bareng Akhtar dan di foto ini aku pikir kamu lagi tunggu dia jualan,” jawab laki-laki itu yang membuatnya sangat terkejut.“Ini ada di dompet kamu selama dua tahun?!” tanya gadis itu lagi.“Ya, Van. Ah kenapa kesannya aku itu seperti orang aneh ya
Vanika menatap ke luar melalui kaca jendela mobil itu. Ia teringat ekspresi Emily yang terlihat begitu kesal dan murka. Sebenci itukah gadis itu padanya, pikir Vanika. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku rok sekolahnya. Ia memastikan semua note pemberian dari kekasihnya tersimpan aman di sakunya. Hayden yang sedang menyetir beberapa kali melirik ke arah gadis itu.“Kenapa? Ada apa?” tanya Hayden yang membuat gadis itu mengalihkan pandangannya pada kekasihnya.Vanika hanya tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya. Hayden menyalakan lagu agar gadis itu terlihat lebih ceria.“Kamu suka Taylor ‘kan?” tanya laki-laki itu sambil memutar lagu Run.Gadis berambut ikal itu tersenyum manis. Hayden mengambil tangan kanan gadis itu untuk ia genggam. Satu-satunya hal yang ia inginkan hari itu adalah menghabiskan waktunya dengan Vanika. Laki-laki tampan itu tersenyum ketika melihat kekasihnya bersenandung seiring dengan lagu yang diputarnya.Give me the keys, I’ll bring the car back around
Hayden melirik ke arah jam dinding. Jam hampir menunjukkan pukul 17.30 sore. Hayden bangkit dari tempat duduknya.“Nek, sepertinya kami harus segera pulang. Kami tadi ke sini dengan berjalan kaki,” ujar Hayden sambil merapikan bajunya.“Wah padahal nanti bisa diantar kakek,” jawab nenek.“Jangan, Nek. Terlalu merepotkan,” tambah Vanika.“Ya sudah bawa ini ya,” ujar nenek sambil memberikan dua tas besar berisi berbagai macam hasil pertanian.“Terima kasih, Nek. Saya janji nanti pasti saya main ke sini lagi ya untuk ketemu kakek juga,” ucap Hayden seraya berjalan ke luar rumah itu.“Jangan lupa kamu juga harus ikut berkunjung ya, Nak,” kata nenek pada Vanika.“Pasti, Nek,” balas gadis itu dengan senyumnya.“Hati-hati di jalan!” pesan nenek pada dua remaja itu.***Mereka menyusuri hutan dengan tenang. Hayden berjalan dengan cepat sehingga Vanika sedikit kesulitan untuk menyusulnya. Perjalanan terasa lebih singkat dan lebih sunyi. Mereka sampai di holiday house dengan cepat. Vanika kehab
Vanika berbalik dan berlalu. Mengabaikan semuanya. Ia mungkin terlalu sensitif, egois, dan menyebalkan, pikirnya. Namun, ia tidak tahan lagi dengan semua ini. Beberapa tetes air mata mengalir di pipinya karena rasa kesal.Learning from you that I can walk away tooAnd you had me for a minute too(Sabrina Carpenter - decode)***Gadis itu mengabaikan beberapa panggilan masuk datang dari laki-laki itu. Vanika duduk di dalam bus. Ia sama sekali tidak berniat untuk turun. Ia ingin pergi ke manapun bus itu membawanya. Hayden mungkin sedang bersama Emily. Lagipula akhir-akhir ini mereka sering menghabiskan waktu bersama.Vanika turun di sebuah pusat perbelanjaan. Ia membeli beberapa makanan ringan dan sebotol susu. Gadis berambut ikal itu memasuki sebuah tempat hiburan arkade. Sudah lama ia tidak bermain di tempat itu. Terakhir kali ia datang ke tempat itu bersama Hasna. Setelah mengisi powercard, ia menuju tempat Street Basketball berada.Vanika menyimpan semua barang bawaannya di atas lan
Hayden berhadapan dengan gadis yang sudah mengabaikannya untuk kesekian kalinya. Tidak tampak ekspresi apapun dari wajah gadis berkulit pucat itu. Kedua pipi meronanya terlihat lebih merah karena cahaya yang menerpa wajah manisnya dan setiap rona terbentuk karena kebahagiaan yang didapatkan gadis itu dari seseorang yang membuat Hayden cemburu.Kedua mata yang bulat yang indah itu menatapnya dengan suatu kesan yang tidak dapat digambarkan. Sesuatu pemandangan yang membuat hati laki-laki itu merasakan rasa sakit.“Kamu akan datang akhir pekan ini ‘kan?” tanya Hayden pada gadis itu.“Aku pikir aku gak akan datang,” jawab Vanika dengan menurunkan pandangannya.“Kenapa?” tanya kekasihnya, tapi tidak ada jawaban apapun dari gadis itu.“Van, ikut ya?” tanya Hayden kemudian. Namun, masih tidak ada jawaban yang keluar dari mulut gadis itu.“Setidaknya datang untuk yang lain,” sambungnya.“Ya, nanti aku datang. Aku juga akan datang sebelumnya untuk bantu kalian beres-beres,” jawab gadis itu sam
Vanika tidak menanggapi dan memasang earphone di kedua telinganya. Gadis berambut kecokelatan itu memasang wajah tidak acuh. Ia menyalakan musik dan menaikkan volumenya. Gadis itu bangkit dan membawa tasnya. Kemudian ia berlalu begitu saja seolah-olah ia tidak mendengar apapun. Hal itu membuat Emily begitu murka.Semua orang begitu terkejut dengan apa yang terjadi saat itu. Baik dengan ucapan Emily yang dinilai sangat tidak pantas maupun reaksi Vanika setelahnya. Sangat tidak biasa gadis semanis itu melawan dengan cara seperti itu. Ia juga membolos pelajaran tambahan. Bahkan isu Vanika membolos les beberapa kali sudah terdengar oleh sebagian besar dari mereka.***Hasna berlari mengejar sahabatnya sambil membawa ransel di salah satu bahunya. Ia tersenyum gembira dan berjalan di sebelah Vanika. Sangat mudah bagi Hasna yang berkaki jenjang untuk menyesuaikan langkah sahabatnya yang cepat.“O ya? Kamu sama Hayden putus? Dan sekarang kamu kencan dengan salah satu guru PPL?” tanya Hasna sa
“Terkadang yang seseorang butuhkan hanya sebuah pelukan. Bukan kata-kata atau sebuah nasihat. Hanya sebuah pelukan untuk membuat mereka merasa lebih baik,” ucap Hayden pada gadis itu.“Apa kamu terlalu baik hati untuk tinggalkan aku, Hayden?” tanya Vanika dalam hati.Gadis itu membenamkan wajahnya dan merasakan setiap serat kain dari baju laki-laki itu. “Aku tahu ini egois, tapi aku mohon tinggallah di sini untuk beberapa hari ini,” pinta Vanika.“Ya, aku janji,” jawab kekasihnya.“Jangan buat janji yang gak bisa kamu tepati, Hayden,” ujar Vanika sambil menatap wajah Hayden.***Hari semakin larut dan udaranya semakin dingin menusuk tulang. Pramana beberapa kali mengeluh karena udara yang dingin membuat hidungnya terasa beku dan Joe beberapa kali mencibirnya karena kurang bergerak. Akhtar dan Vanika sibuk mempersiapkan makanan untuk santapan malam di halaman belakang. Zaid dan Bagaskara sibuk membuat api unggun, sedangkan yang lainnya sibuk membereskan tempat itu agar terasa lebih ny
Vanika melangkah mundur perlahan menuruni tangga. Tidak lama kemudian Hayden menuruni tangga dengan langkah yang cepat sambil memakai jaket berwarna jeans tua. Langkahnya mendadak terhenti ketika melihat kekasihnya di ujung tangga bagian bawah.“Ada apa?” tanya gadis itu.“Aku harus pergi. Aku akan kembali secepatnya,” jawab laki-laki itu berlalu melewatinya. Laki-laki itu bahkan tidak sedikit pun meliriknya. Untuk pertama kalinya Vanika merasa terabaikan.Tiba-tiba Akhtar menghadangnya dengan sebuah piring besar di tangannya. Di atas piring besar itu terdapat beberapa cupcake berwarna-warni. Laki-laki berambut tebal itu masih mengenakan celemek berwarna merahnya yang kotor karena tepung dan bahan-bahan lainnya.“Ehhh mau ke mana? Coba dulu cupcake buatanku dan Aditya. Ini suatu mahakarya,” ujar Akhtar sambil tersenyum lebar.“Please, Akhtar. Aku buru-buru,” jawab Hayden yang mencoba melewatinaya, namun gagal.“Mau ke mana sih? Ayo coba dulu,” ujar Aditya sambil mendorong laki-laki ja