"Aku lebih memilih menghembuskan napas terakhirku demi bisa memberikan napas baru untuk wanita yang aku cintai, Anne dari anak-anakku. Aku mohon, cintailah mereka dengan segenap hatimu, Vic. Aku menitipkan mereka padamu ... "
"Apa maksud perkataanmu itu, Ed?" tanya Anne Neya. Setelah menutup kembali pintu kamar Rawat Edzhar, ia berderap maju dengan Vanessa yang berada di gendongannya, "Kenapa kamu berkata seperti itu?" tanyanya lagi. Hati Edzhar terasa hancur saat melihat wanita yang telah membesarkannya itu dengan penjuh kasih sayang. Ia belum bisa membalas semua kebaikan dan kasih sayang Anne Neya padanya itu, tapi sudah akan meninggalkan Annenya untuk selamanya. Dan saat matanya beralih pada wajah putrinya yang tengah berbinar ceria itu tiap kali melihat Edzhar, membuat dadanya terasa sesak. "Baba ... " Suara kecil Vanessa terdengar manja, dan anak itu me"Apa kamu yakin mau membacanya, Ay? Kamu baru saja siuman ... " tanya Victor dengan nada khawatir. Halwa terlihat masih syok, sejak wanita itu sadar dan terus meneriakkan nama Edzhar, membuat Victor ragu-ragu untuk memperlihatkan surat dari sahabatnya itu. Tapi mau tidak mau ia harus memperlihatkan surat itu pada Halwa, agar masalah ini tidak berlarut-larut dan wanita itu segera menentukan pilihannya. "Berikan saja padaku, Vic ... Aku ingin melihatnya," jawab Halwa meski suaranya sudah mulai terdengar parau. "Dengan satu syarat, kamu akan berhenti baca kalau kamu mulai merasa tidak kuat untuk melanjutkannya," pinta Victor. Setelah Halwa mengangguk setuju, ia meletakkan surat yang ditulis Edzhar itu ke tangan Halwa, yang langsung membuka dan membacanya. 'Wa ...' 'Saat surat ini telah berada di tanganmu dan kamu tengah membacanya, berarti paru-paruku cocok untuk di donorkan padamu, bukan hanya setengahnya tapi seluruhnya, itulah doa terakhirku untukmu, Wa. Semoga paru-paru
"Aku lebih memilih menghembuskan napas terakhirku demi bisa memberikan napas baru untuk wanita yang aku cintai, Anne dari anak-anakku. Aku mohon, cintailah mereka dengan segenap hatimu, Vic. Aku menitipkan mereka padamu ... " "Apa maksud perkataanmu itu, Ed?" tanya Anne Neya. Setelah menutup kembali pintu kamar Rawat Edzhar, ia berderap maju dengan Vanessa yang berada di gendongannya, "Kenapa kamu berkata seperti itu?" tanyanya lagi. Hati Edzhar terasa hancur saat melihat wanita yang telah membesarkannya itu dengan penjuh kasih sayang. Ia belum bisa membalas semua kebaikan dan kasih sayang Anne Neya padanya itu, tapi sudah akan meninggalkan Annenya untuk selamanya. Dan saat matanya beralih pada wajah putrinya yang tengah berbinar ceria itu tiap kali melihat Edzhar, membuat dadanya terasa sesak. "Baba ... " Suara kecil Vanessa terdengar manja, dan anak itu me
"Akhirnya kau sadar juga, Ed!" seru Victor, tidak dapat menyembunyikan kesedihan di dalam suaranya itu. "Di mana aku?" tanya Edzhar sambil melihat ke sekelilingnya. Edzhar baru akan mengangkat badannya ketika merasakan sakit yang menusuk di bagian dada kanannya, juga bagian pinggangnya meski bagian dadanya terasa jauh lebih sakit, dan ia menekan bagian yang sakit itu. "Rumah sakit, kau beruntung dari sekian banyak peluru yang bersarang di tubuhmu itu, tidak ada satu pun yang mengenai organ vitalmu," jawab Victor. Peluru? Teringat pada peristiwa penembakan di Pallazo Marcus, dengan panik Edzhar berusaha bangun sambil menahan rasa sakit yang kian menusuk itu, hanya untuk mendapati tubuhnya yang kembali terbaring di atas tempat tidur itu lagi dan lagi. Melihat tekad sahabatnya yang ingin sekali bangun itu membuat Victor kembali bersuara, "Jangan terlalu memaksakan dirimu, Ed. Kau masih terlalu lemah karena telah kehilangan begitu banyak darah. Beruntung kami dapat membawamu
Matahari mulai beranjak naik lagi saat Edzhar masih terus membahas rencana pembebasan Halwa dan Vanessa bersama dengan Victor juga sahabatnya yang lain. Sudah dua malam mereka berkumpul, untuk mematangkan rencana mereka, mengingat siapa lawan mereka saat ini. Bukan hal yang mudah untuk merangsek masuk ke Pallazo salah satu kartel terkuat di Sisilia itu. Bahkan tersangka dengan dakwaan seumur hidup seperti Marcus pun bisa dengan mudahnya melenggang bebas. Dan tidak ada investigasi lebih lanjut mengenai kematian hakim yang memvonisnya dulu. "Akan sulit kalau kita meminta bantuan dari pemerintah negara itu, bisa-bisa salah satu dari mereka membocorkannya," gumam Aaron. "Ya, Aaron benar. Mereka memiliki empat kekuatan Cosa Nostra, yang membuat mereka menguasai semua sendi kehidupan masyarakat Sisilia dan hampir seluruh Italia. Mulai dari yang terkecil seperti menguasai pasar nelayan d
Kedua tangan Halwa tidak berhenti bergetar, selama orang-orang suruhan Marcus mempersiapkan dirinya untuk pernikahannya dengan pria itu. Ada keinginan terbesar di dalam diri Halwa kalau ia lebih baik melompat dari balkon kamarnya daripada harus menikahi Marcus. Tapi ia selalu berhasil menahan dirinya saat teringat nyawa anak-anaknya yang terancam. Ia tidak punya pilihan lain selain harus tetap diam saat mereka merias dirinya. Hingga Vanessa datang bersama dengan Edzhar, dan entah kenapa melihat sorot sendu pria itu, Halwa ingin sekali lari ke pelukannya. Mungkin karena pria itu sosok yang familier di tempat asing ini. Tapi mengingat adanya orang-orang Marcus yang berjaga-jaga di sekitar mereka, membuat Halwa mengurungkan niatnya. "Vanessa ayo pamit pada Anne ... " ujar Edzhar dengan suara serak. "Pamit? Memangnya Vanes mau ke mana?" tanya Halwa bingung, ia menat
"Kamu sudah pernah menikah sebelumnya, jadi tidak banyak nasehat yang Maman berikan malam ini untukmu, Sayang. Bersabarlah ... Semua akan indah pada waktunya," ujar Maman Susan lembut di malam pernikahan Halwa dengan Marcus. "Iya, Maman," jawab Halwa. Meski di dalam hatinya ia sangat meragukan jawabannya itu. Bagaimana pernikahannya bisa indah kalau ia menikah karena terpaksa, dengan pria berengsek seperti Marcus, ditambah lagi ia telah meninggalkan tunangannya, Victor. Entah, sedang apa pria itu sekarang ... Kali ini ia benar-benar akan melangkah ke dalam neraka, bahkan mantan suaminya sendiripun yang saat ini juga berada di Pallazo ini, tidak akan bisa menyelamatkannya. 'Apa aku akan kembali merasakan neraka di dalam pernikahan keduaku ini?' tanyanya dalam hati. "Dulu ... Maman juga terpaksa tinggal di Pallazo ini, tapi pada akhirnya Maman luluh juga pada sang Don. Romano memang kejam, tapi bisa b
Tepat seperti apa yang dikatakan Tita tempo hari, Edzhar datang. Dan kini Marcus menyambutnya dengan mengadakan pesta sambutan di Pallazonya yang telah di desain layaknya pesta pada abad pertengahan. Mewah dan elegan. Halwa tidak punya pilihan lain saat Marcus mengulurkan tangannya untuk mengajaknya dansa. Dengan enggan ia menyambut uluran tangan Marcus itu yang langsung menariknya ke tengah pasangan dansa lainnya. "Kenapa kamu mau menikahiku?" tanya Halwa. Selama dua hari ini ia tidak berkesempatan bicara pada Marcus, karena kesibukan pria itu sebagai ketua dari Kartel mafianya. "Karena perjanjian dari para tetua kita," jawab Marcus santai. "Tidak inginkah kamu menikahi wanita yang sebenarnya kamu cintai, Tita?" Marcus tergelak, benar-benar tergelak hingga mereka menjadi pusat perhatian dari pedansa lainnya, termasuk juga Edzhar yang tengah berdansa dengan Tita. Hati Halwa kembali terbakar emosi tiap kali melihat wanita itu bergelayut manja pada Edzhar. Dan sekarang setela
"Apa Don itu masih hidup?" "Tidak," jawab Maman. Wajahnya semakin terlihat sedih, membuat Halwa bertanya-tanya mungkinkah Don itu memiliki tempat di hati mamannya? "Kalau Romano masih hidup, saat ini Marcus pasti masih mendekam dibalik jeruji. Dia bisa dibebaskan karena dialah Don kartel Romano sekarang." "Marcus?" Halwa tersentak kaget sambil menangkup mulutnya. "Jadi orang-orangnya Marcus yang menculikku dan Vanes? Kenapa dia bisa bebas? Bukankah Ed sudah menuntutnya dengan hukuman seumur hidup?" cecar Halwa. Maman mendesah pelan sebelum menjawab, "Hakim yang memutuskan vonisnya ditemukan tewas terbunuh. Sekarang siapa yang berani mengganggu para mafia yang telah menyusup di kalangan pemerintahan dan juga bisnis yang saat ini makin mapan." Halwa begidik ngeri, ia ingat betul apa yang Marcus lakukan padanya di malam ia terusir dari rumah Edzhar. Bagaimana pria itu mampu mengancam petugas med
"Jadi semua kejahatanmu padaku itu semata-mata hanya karena kamu cemburu padaku? Sampai kamu setega itu menukar putriku dengan putri orang lain! Semua hanya karena kamu ingin memiliki Edzhar! Kamu bisa memiliki dia sekarang karena aku sudah menceraikannya!" geram Halwa."kenapa kamu sekarang menjadi mudah marah, Wa? Mana Halwa yang dulu santun dan ramah itu?" tanya Tita dengan santai."Halwa yang dulu sudah mati! Kamu, Ed dan juga Marcus yang telah membunuhnya!" jawab Halwa sebelum balik badan dan masuk ke dalam kamarnya lagi."Vanessa selalu mencari Babanya ... Apa dia sedekat itu dengan Ed? Aku masih ingat betapa mungilnya anak itu dulu, dan kini terlihat jauh lebih cantik. Kamu tahu, meski dia bukan anakku, aku tetap menyayanginya.""Apa maksudmu mengatakan itu, Ta?"Tita melenggang masuk dengan santai, ia menghentikan langkahnya di ambang pintu hanya untuk berkata, "Aku menginginkan anak itu kembali padaku!" Sambil meraung k