“Loh memang enggak bisa di cancel dulu Mbak tadi pesanan saya?” tanya Pilar. “Enggak bisa Dek, sistem komputer kami sudah diprogram seperti itu. Tidak apa-apa ini dibawa rotinya. Selamat sarapan ya.” Kasir memberikan pesanan Pilar dengan senyuman lebar. “Aku bagaimana mengucapkan terima kasih sama orangnya Mbak?” Pilar masih bengong bingung. “Tadi sudah saya gantikan mengucapkan terima kasih, kamu sedang izin keluar kelas kan tadi katanya. Sana lekas balik ke sekolah dan lekas dimakan selagi hangat,” tambah Kasir. Akhirnya Pilar mengucapkan terima kasih dan segera keluar dari toko roti langganannya. Ia memang sedang izin keluar karena kepentingan melengkapi data untuk Olimpiade berikutnya dan ia minta diturunkan di toko roti tersebut oleh bus sekolah yang jaraknya lumayan dekat dengan sekolahnya. Pilar sampai lupa mematikan panggilan dan dari tempatnya tengah meeting, ia diam mendengarkan semua percakapan Pi
“Lepas berengsek!” Rachel memukul punggung Fernan dengan catokan yang ia sambar cepat hingga terdengar debum keras dan cekalan di tangan Gayatri terlepas. “Hei Rachel kurang ajar kamu berani memukul saya!” bentak Fernan sudah hendak meraih kerah baju Rachel namun Gayatri langsung menarik tubuh Rachel ke belakang agar terhindar dari cengkeraman Fernan. “Perlakuan mu menunjukkan kualitas kamu, tunggu tuntutan dari saya secara pribadi karena sudah melakukan penyerangan.” Gaya mendorong dada Fernan yang wajahnya sudah merah padam. Fernan yang mendapatkan ancaman dari Gayatri semakin meradang, ia hendak kembali melayangkan tangannya namun terhenti di udara oleh sebuah seruan suara berat di ambang pintu ruang make up. “Fernan!” seru suara berat di sana yang ternyata adalah manager hotel yang meminta Gayatri menjadi model promosi hotel tersebut. “Eh Pak Manuel.” Fernan langsung menurunkan tangannya
“Duduk Eliot, kita mulai saja acara makan malam ini. Oh iya perkenalkan dulu ini Manager Clairisia Hotel Pak Manuel. Ini Ibu Rachel manager salah satu model kita Gayatri, dan yang ini Silvi serta Revina. Mereka sudah sangat bekerja keras untuk persiapan opening kita nanti dua bulan lagi.” Roy memperkenalkan semua isi kursi yang melingkari meja besar mereka. Eliot menyalami satu persatu yang disebutkan oleh Roy, bahkan ringan saja Eliot menyalami Rachel dan Gayatri seolah mereka baru pertama kali bertemu selayaknya yang lainnya. Setelah menyalami semuanya, Eliot duduk di samping Risa yang memang sudah dipersiapkan untuknya. Makan malam dijalani Gayatri dengan keramahan palsu, ia berusaha biasa saja karena memang mereka tidak ada lagi hubungan apa-apa. Namun mendengar tawa Risa beberapa kali terpecah saat berbincang pelan dengan Eliot membuat Gayatri tidak nyaman sedikitpun. “Gaya ... bolehkan kita berfoto. Aku sangat ingin
“Mau makan apa aku ambilkan.” Rachel menawari Gayatri sarapan setelah berjuang menarik keluar dari kamar, sejak kembali mengambil ponsel semalam, Gayatri tidak mau menurunkan kakinya dari kasur hingga matahari hampir di atas kepala. “Apa saja Chel, aku sesungguhnya tidak lapar dan kalaupun lapar bisa bawa kamar saja.” Gayatri mendesah kecil menyandarkan punggung di salah satu kursi restoran samping hotel yang belum beroperasi tersebut. “Kamu mau mengeram terus, menghasilkan telur tidak? sudah lupakan apa pun yang sedang kamu pikirkan. Kamu sakit kelaparan memang yang mengurusi siapa? aku! ok! jadi lebih baik sakit di Jakarta dari pada di sini. Habis ini kamu libur dua minggu silakan mengeram dalam kamar kamu.” Rachel menepuk bahu Gayatri dan bangun meninggalkan sang model tanpa menunggu balasan dari ucapannya. Gayatri terkekeh kecil akan penuturan Rachel yang diucapkan dengan ketus, jika tidak mengenal wanita tersebut sudah
“Lepas Eliot, kamu menyakiti Gayatri.” Rachel berusaha menarik tangan Eliot yang mencengkeram lengan Gaya kuat. “Ini sudah sangat keterlaluan, kamu mau membunuh Pilar? Hah? jawab!” sentak Eliot tidak menghiraukan seruan Rachel yang menariknya kuat. “Kamu yang bisa membunuh Gayatri jika tidak kamu lepaskan! Gayatrilah yang menolong hidup Pilar asal kamu tahu Eliot,” seru Rachel membantah tuduhan jahat dari Eliot. “Persetan dengan kalian berdua! sumpah mati kalian akan saya tuntut hingga pengadilan. Jangan berani masuk ke kamar Pilar jika tidak ingin saya bunuh.” Eliot menyentak tubuh Gayatri dengan mata berkilat-kilat penuh emosi membara. Gayatri terdorong hingga membentur tembok lorong rumah sakit, Rachel mengumpati Eliot yang langsung masuk dan menutup pintu ruang rawat Pilar di depan hidung mereka. Meraih bahu sahabatnya yang masih pucat karena mencemaskan Pilar, bertambah ketakutan oleh sikap kasar Eliot.
Eliot menuju restoran tempat Pilar mengalami alerginya, Eliot meminta diputarkan cctv. Pihak restoran sudah meminta maaf padanya dan mengatakan mereka sungguh tidak tahu jika putrinya mempunyai alergi almond karena tidak bilang. Eliot tidak mempermasalahkan itu karena memang Pilar yang teledor kali ini. “Saya yang melihat sendiri kalau mulut putri bapak di masuki jari ibu Gayatri sampai beberapa kali Pak, memang muntah banyak sekali baru dibawa ke rumah sakit,” terang seorang waiter yang membantu mengangkat Pilar ke taksi serta menemani Eliot menyaksikan cctv. “Iya Mas terima kasih ya sudah membantu anak saya, dia sudah jauh lebih baik sekarang sedang pemulihan. Sudah bayar belum ya makanan anak saya, maaf sudah dua hari saya baru ke sini karena saya menemani anak saya dulu,” papar Eliot. “Iya sama-sama Pak, kami semua juga sangat panik lihat putri Bapak kesusahan nafas. Semuanya sudah dibayar ibu Gayatri. Ibu Gayatri juga
“Boleh tentu saja. mau bicara di sini? Kamu sudah sehat?” Gayatri memberikan senyuman hangat.Pilar mengangguk. “Sudah sehat, di tempat lain saja. Aku pakai mobil ini, bertemu di tempat restoran depan saja.” “Baiklah. Silakan jalan dulu, aku akan mengikuti,” jawab Gayatri. Gayatri berdebar-debar saat duduk berhadapan dengan Pilar yang masih mengenakan seragam sekolah namun berbalut sweater putih. Ia takut apa yang akan Pilar katakan adalah memintanya kembali jangan memperlihatkan wajahnya. “Baru pulang sekolah? cari apa di Mall?” Gayatri memilih mendahului memecah hening kala melihat Pilar tidak juga bicara. “Iya belanja sebentar karena bahan makan mulai habis, aku langsung saja. Aku mau bilang terima kasih sudah menolong pas di Bali, aku belum sempat mengucapkan terima kasih. Sama tante Rachel juga tolong sampaikan terima kasih. Aku mau mengatakan itu saja,” tutur Pilar dengan berani memandang wajah Gayatri
“Aku sudah melihat kejadian yang sebenarnya di restoran itu,” tutur Eliot akhirnya memutuskan ia akan berbicara di dalam mobil di tepi jalan. Eliot bukan tidak bisa menemui Gayatri selepas terbang kembali ke Jakarta, ia hanya sangat disibukkan pekerjaan. Dan ada secuil rasa malu karena menuduh Gayatri berbuat jahat pada Pilar. Karena kebenciannya pada Gayatri seolah sudah mendarah daging. “Saat Pilar alergi?” tegas Gayatri. “Iya, untuk semua tuduhan aku, aku minta maaf. Harusnya sepanik apa pun aku tidak langsung menuduh kamu seperti itu. Aku sangat ketakutan saat mendengar Pilar mengalami alergi itu,” jelas Eliot. “Kamu pikir aku tidak panik? Aku tidak ketakutan? Sekujur badan aku menggigil ketakutan saat membuatnya muntah ... tapi memang pada dasarnya kamu sudah menilai aku jelek jadi apa pun yang aku lakukan sudah pasti salah di mata kamu. Aku memang punya banyak sekali dosa pada kalian. Tapi tidak ada ni