Share

Bab 2

Author: Valencia
"Tolong… jangan…"

Nayara merangkak ke atas kereta dengan tangan dan lutut.

Kakinya nyeri hingga tak bisa digerakkan, wajahnya tampak sangat menyedihkan.

Rayendra memalingkan wajah, tak ingin menatapnya.

Kalau bukan karena perintah dari orang itu, dia tidak akan datang menjemputnya.

Namun yang membuat Rayendra heran, kenapa orang setinggi itu bisa peduli pada Nayara.

Baru kembali ke Kota Jayagiri, sudah langsung mengeluarkan perintah.

Rayendra turun lebih dulu sambil memberi perintah, "Aku masih ada urusan di markas. Setelah antar dia pulang, buang saja keretanya. Aku jijik."

Rayendra jijik padanya?

Dada Nayara terasa nyeri. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu turun dari kereta dengan wajah tanpa ekspresi.

Di depan gerbang Kediaman Adipati Agung, seorang wanita sudah menunggu sejak tadi.

Begitu melihat Nayara, dia segera melangkah cepat menghampirinya.

Namun, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya justru, “Putri Ibu yang manis, tiga tahun sudah berlalu... kamu pasti sudah sadar akan kesalahanmu, bukan?”

Nayara menjawab datar, "Sudah."

Salahnya adalah terlalu mendambakan kasih sayang keluarga.

Kepulangannya kali ini bukan untuk menjalin kembali hubungan.

Namun, bukan sekarang.

Sang nenek sedang sakit, dia harus tetap berada di sisinya untuk merawatnya.

Nyonya Nadindra Santaka menatap Nayara yang kini kurus kering dan tampak begitu dingin, sorot matanya rumit.

Tiga tahun menjalani hukuman, putrinya mendadak berubah begitu drastis.

Sekilas saja sudah membuat hatinya perih.

Bagaimanapun, Nayara adalah darah dagingnya. Walau dia bersalah, dia sudah cukup menderita.

"Kalau sudah sadar, jangan lagi bertindak semaunya. Ayo, berdirilah." Nyonya Nadindra hendak meraih tangannya.

Namun Nayara buru-buru berdiri sendiri, mundur selangkah, menjaga jarak darinya.

Tatapannya penuh kewaspadaan.

Hati Nyonya Nadindra terasa pedih. "Kamu menyalahkan Ibu karena terlalu keras? Tapi semua ini demi kebaikanmu, demi masa depanmu. Di dunia ini, mana ada ibu yang tidak sayang anaknya?"

Sudut matanya mulai memerah, suaranya bergetar.

"Jangan salahkan Ibu…"

Wajahnya tampak pilu, seolah dialah yang telah menderita selama tiga tahun itu.

Nayara hanya berdiri diam, dingin, tidak menunjukkan niat untuk mendekat.

Saat itu, sosok ramping melangkah keluar dari gerbang, dengan lembut memapah Nyonya Nadindra.

"Ibu, Kak Nayara baru saja pulang. Dia masih belum terbiasa. Jangan salahkan dia kalau terlihat dingin. Beri dia waktu, ya?"

Gadis muda itu cantik seperti porselen, senyumannya polos dan manis.

Dia mengulurkan tangan pada Nayara, sorot matanya lugu. "Kakak, aku tidak akan menyimpan dendam atas apa yang sudah terjadi. Kita tetap keluarga yang saling menyayangi."

Senyumnya tetap tampak begitu tulus dan tidak berbahaya.

Namun bagi Nayara, itu semua sangat lucu.

Semua penderitaan yang dia lalui, mana bisa dilenyapkan hanya dengan satu kalimat?

"Saling menyayangi? Aku dan kamu?" Matanya memancarkan jijik.

Saat itulah seseorang tak tahan melihatnya lagi.

"Adikmu sudah berusaha mengalah padamu, tapi kamu masih tak mau mengalah? Sebenarnya sikap macam apa itu?" Arsaka Wiranegara baru kembali dari istana. Dia mengenakan jubah resmi berwarna merah, lalu turun dari kudanya.

Dia berjalan mendekat, wajahnya tak senang.

"Kamu kira karena sudah menderita tiga tahun, kamu paling tersiksa? Kamu tahu tidak? Selama tiga tahun ini, Ibu tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkanmu, sampai rambutnya memutih. Untungnya ada Kirana yang menggantikanmu merawat Ibu!"

Semua yang terjadi tadi, Arsaka lihat dengan jelas. Kegembiraan Ibu buyar, Kirana sudah merendah, tetapi tetap tak mendapat sedikit pun pengertian dari Nayara, hanya sikap dingin.

Baru tiga tahun dihukum, kenapa bertindak seolah dunia telah menghianatinya?

Kirana bahkan nyaris kehilangan nyawa!

Nyonya Nadindra memandang putra sulungnya dengan tak senang. "Jangan dibesar-besarkan begitu. Dia baru pulang. Kamu sebagai kakaknya, jangan membuatnya takut."

"Bu, Ibu tak perlu membelanya. Keluarga kita tidak punya utang padanya."

"Dia yang berbuat salah, seluruh Kediaman Adipati Agung malah harus ikut menanggung akibatnya. Siapa di Kota Jayagiri yang tidak tahu tentang putri jahat dari keluarga ini? Kirana bahkan tidak menyalahkannya, malah terus memikirkan seluruh keluarga."

Arsaka masih dipenuhi amarah.

"Nayara! Kirana rela menelan semua penderitaan, bahkan mengatakan pada orang luar bahwa dia tidak pernah diracun olehmu, hanya demi menjaga nama baikmu. Tidakkah kamu seharusnya berterima kasih padanya?"

Nayara tidak menjawab. Arsaka meninggikan suaranya. "Bicara! Kenapa diam saja?"

Nayara berkedip, berusaha keras menahan air mata.

Dulu, berbeda dengan kakak-kakaknya yang lain, Arsaka adalah yang paling menyayanginya.

Dia pernah bilang, kasih sayang yang dia berikan pada Kirana, akan dibagi separuh untuk Nayara.

Dan dia memang menepatinya.

Saat para pelayan merendahkan Nayara, dia menghukum mereka tanpa ampun.

Saat ulang tahunnya, dia memberi liontin giok yang diukir sendiri.

Saat Nayara sakit, dia yang menemani sepanjang malam.

Namun, semua kebaikan itu bisa dengan mudah ditarik kembali… hanya karena Kirana menunjukkan kelemahan.

Kebaikan yang semurah itu, Nayara tak mau lagi menerimanya.

Suasana menjadi tegang dan membeku.

Nyonya Nadindra buru-buru menengahi. "Lupakan masa lalu. Ayo kita masuk ke dalam. Nenek dan Ayahmu masih menunggu."

Arsaka mendengus dingin, mengibaskan lengan bajunya dan masuk lebih dulu.

Setelah berjalan beberapa langkah, dia menoleh dan berkata lembut, "Kirana, ikut Kakak."

"Baik, Kak Arsaka."

Senyumnya manis. Kirana sempat melirik Nayara.

Tak berkata sepatah pun, tetapi seakan semuanya sudah dikatakan.

Nayara sudah terbiasa.

Bagaimanapun, dialah satu-satunya orang asing dalam keluarga ini.

Meskipun dia sudah sadar dan memilih untuk membuang semua perasaan itu, melepaskan tunangannya, orang tuanya, serta kakak-kakaknya demi Kirana. Namun... Saat melihat pemandangan itu, hatinya tetap terasa perih.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 100

    Dia sama sekali tidak memberi muka pada Arsaka, membuat pria itu merasa sangat dipermalukan.Dulu, Nayara selalu menuruti semua ucapannya.Namun kini, di depan orang lain, dia berani membalas dengan kata-kata tajam. Wajah Arsaka pun menggelap beberapa derajat.Karena ada Sagara, dia enggan membuat keributan dengan Nayara.Akhirnya, dengan gaya sok berwibawa sebagai kakak, dia berkata pada Nayara, "Nayara, Kakak hanya bertanya biasa saja, kenapa kamu harus menjawab dengan nada seperti itu? Makin dewasa justru makin tidak tahu sopan santun."Dia sedang menyalahkan Nayara karena tidak menghargainya.Nayara mendengus pelan dan sinis. "Tuan Muda Arsaka begitu lapang dada rupanya. Tapi apakah Tuan Muda Rayendra tahu bahwa Anda memperalat dia?"Yang dimaksud Nayara adalah soal Arsaka yang diam-diam membunuh para prajurit itu. Insiden yang membuat dia dan Rayendra harus berlutut di depan istana dan menerima teguran keras dari Kaisar.Wajah Arsaka berubah. Sorot matanya dipenuhi amarah. "Nayara

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 99

    Yang diteriakkan Sagara bukan Tuan Muda Rayendra, melainkan langsung nama Rayendra. Jelas bahwa dia benar-benar marah.Para pengawal tadi tidak bisa mendekat karena kerumunan, tetapi setelah Sagara turun dari jembatan, mereka segera menyusul ke sana.Mendengar nada marah dalam suara Sagara, para pengawal pun langsung mengepung Rayendra.Rayendra menyapu mereka dengan pandangan datar, lalu mengejek dengan tawa dingin, "Cuma beberapa anak buah rendahan, tak sepadan untuk kupedulikan."Sikap merendahkannya yang terang-terangan itu membuat wajah Sagara berubah. "Hebat atau tidak, kita buktikan saja."Siapa pun yang bisa menjadi pengawal pribadi Sagara tentu bukan orang sembarangan.Meski Rayendra dikenal tangguh, melawan lima orang sekaligus pun dia tetap akan kerepotan.Hari ini, Sagara ingin menunjukkan apa akibatnya bila berani mencari gara-gara dengannya.Melihat bara di antara keduanya hampir meledak, Nayara jadi panik dan bingung harus berbuat apa.Bukan Rayendra yang dia khawatirkan

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 98

    Mungkin karena keraguan di mata Nayara terlalu jelas, tatapan Sagara padanya menjadi makin dingin.Namun, kali ini, dia tidak melontarkan sindiran seperti biasanya. Dia hanya memalingkan wajah dengan raut yang sedikit muram, tak lagi menatapnya.Namun, kedua tangannya mengepal erat.Sagara benar-benar marah, matanya menatap tajam ke satu titik tanpa berkata sepatah kata pun.Nayara justru bertanya mengapa dia menyelamatkannya?Apakah dia benar-benar lupa, atau hanya pura-pura tidak ingat?Saat usia sepuluh tahun, Sagara jatuh ke sungai karena kelalaiannya sendiri, dan Nayara yang menariknya keluar.Mata gadis kecil itu bersinar cerah, tatapannya penuh tawa saat memandangnya.Dia berkata, "Bagaimana bisa kamu berjalan lalu jatuh ke air? Kalau bukan aku yang menarikmu, kamu pasti sudah tenggelam."Waktu itu, wajah Nayara selalu dihiasi senyum lembut, matanya memantulkan cahaya seperti langit malam penuh bintang.Dia menatap Sagara yang terlihat masih terpaku ketakutan. Lalu menyelipkan s

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 97

    Nayara sama sekali tidak menyangka, hanya karena ingin melihat lampion, dia bisa terdorong jatuh ke sungai.Meski namanya sudah tercemar, dia tidak ingin menambah noda lagi dalam reputasinya yang sudah buruk.Terlebih, di hadapan begitu banyak orang, di tengah sorotan semua mata.Kalau dia sampai jatuh ke sungai, sudah pasti dia akan kembali jadi bahan omongan orang-orang.Dalam kepanikan, dia mengulurkan tangan, berusaha meraih apa pun untuk menghentikan tubuhnya agar tidak terjatuh.Tiba-tiba, tubuhnya yang sedang melayang ke bawah, berhenti.Pergelangan tangannya dicekal erat oleh seseorang. Saat menoleh ke atas, dia melihat Sagara sedang menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Pegang tanganku."Nayara tak menyangka, Sagara muncul di saat paling genting dan menyelamatkan nyawanya.Wajahnya pucat pasi, dan mata yang menatap Nayara tampak tegang.Karena terlalu keras mencengkeram, urat di keningnya menonjol dan matanya memerah.Dia berusaha menarik Nayara naik, tapi sudah bebe

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 96

    Kirana ketakutan hingga meneteskan air mata, sementara Nyonya Nadindra memeluknya erat, menenangkan dengan suara lembut, memanggilnya anak manis berulang kali.Melihat Nayara masih bersikeras, Nyonya Nadindra pun memasang wajah dingin dan menegurnya, "Itu hanya sebuah lampion, kenapa harus membuat adikmu menangis?"Ketiga kakak laki-laki mereka pun berpihak pada Kirana, dan mencela Nayara karena dianggap tidak tahu sopan santun.Akhirnya, Nayara dihukum menghadap tembok untuk merenung, sementara Kirana yang sedang sakit malah dikelilingi dan dimanja oleh semua orang.Semua perhatian tertuju pada Kirana, tak seorang pun peduli pada Nayara kecil yang hanya bisa memeluk lampion kelinci rusaknya dan menangis semalaman.Peristiwa itu mungkin hanyalah kisah lucu di mata Arsaka, tetapi bagi Nayara, itu adalah kenangan yang menyakitkan.Butuh waktu sangat lama baginya untuk benar-benar melupakan kejadian itu.Tak disangka, luka lama yang telah sembuh itu kini kembali dikoyak oleh Arsaka tanpa

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 95

    Andai Nayara tahu kalau sekadar jalan-jalan bisa membawa begitu banyak masalah, dia pasti tidak akan datang.Karena satu kalimat dari Rayendra, dia kembali merasa seperti dibakar di atas api.Tiga pasang mata tertuju padanya.Terutama tatapan Kirana yang penuh kesal dan keluhan, membuat Nayara merasa sangat tidak nyaman.Alih-alih menyalahkan biang keladinya, Kirana malah datang menemuinya.Bahkan sorot mata Arsaka pun menjadi dingin. Padahal sejak tadi dia berusaha keras menenangkan suasana di antara mereka.Namun, hanya dengan satu kalimat Rayendra, hubungan yang sempat mencair itu kembali membeku.Arsaka menarik napas dalam dan tersenyum tipis. "Rayendra, kamu salah ingat. Bukan Nayara yang suka lampion kelinci, tapi Kirana."Kirana mengangguk pelan, seolah memberi dukungan. Dengan suara lembut, dia berkata, "Kak Rayendra, aku yang suka lampion kelinci… Jangan buat Kak Nayara malu, ya."Namun, Rayendra seolah tidak mendengar. Tatapannya tetap keras mengarah pada Nayara. "Nayara, kat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status