Share

Bab 4

Author: Valencia
Dia belum sempat bicara, Arsaka sudah melangkah maju menutupi pandangan Nyonya Lestari.

"Nayara! Kamu sengaja? Tiga tahun dan kamu masih belum juga belajar jadi dewasa? Masih saja bermain sandiwara? Kamu benar-benar mengecewakan!"

"Bukankah aku sudah bilang untuk bereskan dirimu sebelum datang? Kenapa malah tampil seperti ini?" Nada bicaranya penuh ketidakpuasan, dan tanpa sadar, sorot matanya memancarkan wibawa seorang pejabat tinggi dari Kementerian Hukum.

Seperti sedang menginterogasi tahanan, dia mengernyit dan berkata, "Kalau kamu ada ketidakpuasan, langsung saja tujukan ke aku. Kenapa harus pura-pura di depan Nenek? Sengaja buat dia khawatir? Apa kamu mau bunuh kami pelan-pelan?"

Nayara hanya merasa geli.

Dia mengangkat alis, senyumannya datar dan dingin. "Pakaian ini disiapkan oleh Nyonya Nadindra. Kalau aku tidak pakai ini, apa aku harus memakai pakaian yang lama dan menemui Nenek dengan itu?"

Arsaka sempat terdiam. Nayara bahkan memanggil ibunya dengan sebutan nyonya.

Baru dia sadar, sejak Nayara kembali ke rumah ini, dia pun belum pernah memanggilnya kakak.

Hatinya menegang, kata-kata yang ingin diucapkan langsung terhenti di tenggorokan.

Wajah Arsaka dipenuhi keraguan, dalam hatinya muncul pertanyaan tanpa henti.

Baru tiga tahun saja, kenapa dia bisa jadi sekurus ini?

Nyonya Nadindra buru-buru berkata, "Itu salahku, kamu jangan salahkan Nayara."

Arsaka mundur selangkah, memiringkan badan, memberi jalan agar Nayara bisa masuk.

Nyonya Lestari sedang menatap penuh harap.

"Cepat, cepat ke sini, biar Nenek lihat baik-baik."

Sorot mata penuh rindu dari Nyonya Lestari membuat hidung Nayara terasa perih. Dengan langkah pelan, dia mendekat, membiarkan sang nenek menatapnya lekat-lekat dari ujung kepala hingga kaki.

"Kenapa kurus sekali?"

Nyonya Lestari langsung memeluk Nayara ke dalam dekapannya, berulang kali berkata, "Anak baik, kamu pasti menderita banyak. Semua ini salah nenek, nenek sudah tua dan tidak mampu melindungimu, benar-benar tidak berguna."

Nayara juga tahu kejadian waktu itu.

Neneknya sampai berselisih dengan seluruh keluarga demi dirinya.

Dengan tubuh yang memang sudah lemah, bisa bertahan sampai sekarang saja sudah luar biasa.

Kalau bukan karena tradisi berkabung kerajaan yang ketat, mungkin...

Dia memeluk neneknya erat-erat, suaranya parau ketika berseru, "Nenek."

Satu kata nenek, sudah cukup untuk membuat Nyonya Lestari menangis sejadi-jadinya.

Nyonya Nadindra hanya bisa memandangi dari samping, perasaannya campur aduk.

Sejak Nayara kembali ke rumah ini, dia belum pernah memanggilnya ibu.

Nyonya Nadindra menyeka air matanya dengan sapu tangan.

Melihat itu, Kirana segera memeluknya pelan. "Ibu, jangan bersedih. Bukankah Kakak sudah pulang?"

Melihat sikap putrinya yang begitu manis, Nyonya Nadindra merasa sedikit terhibur.

Dengan mata memerah, dia mengangguk.

Untung saja Kirana tahu diri.

Dia tersenyum lembut.

Namun, di detik berikutnya, senyum itu langsung lenyap.

Hanya terdengar suara gemetar dari Nyonya Lestari. "Ada apa ini?"

Jari-jari Nayara yang ramping penuh luka, berwarna keunguan dan kehitaman.

Saat lengan bajunya tersingkap, terlihat bekas luka sabetan dan luka bakar di sepanjang lengannya.

Nyonya Lestari tidak sanggup lagi melihatnya.

"Bukankah kamu hanya dikirim ke kamp militer untuk kerja kasar? Kenapa bisa sampai terluka seperti ini?"

Nyonya Nadindra juga tampak terkejut. "Luka-luka ini, dari mana asalnya?"

Dihadapkan dengan wajah-wajah penuh kekhawatiran, Nayara menyembunyikan kehampaannya dan menjawab pelan, "Tentu saja karena dipukuli oleh pengawas di kamp militer..."

Di tengah tatapan semua orang yang terkejut, Nayara tersenyum tipis seolah mengejek. "Aku pergi ke sana untuk kerja kasar, bukan untuk jadi putri bangsawan. Dipukuli itu sudah biasa."

Kalimat setelahnya tak sanggup dia lanjutkan.

Menyebutnya saja sudah membuatnya muak.

Akan tetapi, di hati semua orang, kata-kata itu bagaikan badai yang mengamuk. Tiga tahun, dan semuanya dilalui dengan pukulan.

Bagaimana Nayara bisa bertahan?

Tangan Nyonya Lestari yang menggenggam tangan Nayara ikut bergetar. "Bagaimana mereka berani? Kamu itu putri sah dari Kediaman Adipati Agung! Lagi pula, kamp militer itu berada di bawah kekuasaan tunanganmu sendiri, bagaimana bisa ada yang berani menyakitimu?"

Senyum Nayara makin lebar, makin penuh sindiran.

"Tentu saja karena ada yang memberi perintah..."

Arsaka mendengarnya makin emosi, menggertakkan gigi. "Kamu ini benar-benar tidak berguna, sudah diperlakukan seperti itu, masih juga diam saja?"

Ekspresi Nayara tenang dan dingin. "Menurut Tuan Muda Arsaka, setelah masuk ke tempat seperti itu, masihkah ada ruang bagiku untuk bicara? Belajar patuh, lebih menurut, bisa membuat penderitaan sedikit berkurang."

"Bukankah itu yang Tuan Muda Arsaka inginkan? Sekarang aku sudah menurut, sudah belajar, Tuan Muda Arsaka pasti senang, bukan?"

Arsaka menatap Nayara terpaku.

Dia memang sedang tersenyum padanya, tetapi senyum itu tidak pernah sampai ke mata.

Tak satu pun kata menyalahkan yang keluar, tetapi rasa bersalah justru memenuhi hati.

Ekspresinya melunak, hendak bicara, tapi Kirana sudah lebih dulu menyela.

"Semuanya salahku, seharusnya aku yang mati. Kalau saja tubuhku tidak selemah ini, tidak bereaksi terhadap obat, kakak juga tak perlu menanggung semua penderitaan itu."

"Aku memang tidak pantas tinggal di keluarga ini, lebih baik ikut orang tua kandungku dan tinggal di pinggiran kota saja..."

Tangis Kirana tersengal-sengal.

Seolah-olah dialah yang paling tersakiti. Air matanya mengalir deras, segera mengalihkan perhatian Nyonya Nadindra.

Dia kembali ke sisi Kirana, buru-buru menenangkannya. "Jangan menangis lagi, tubuhmu tidak akan kuat."

Arsaka pun panik. "Kamu juga tahu tubuhmu seperti apa, kalau menangis seperti ini bisa tambah parah. Andai tahu begini, aku tidak akan membiarkanmu ikut. Lihat sekarang, malah ikutan cemas."

Sambil berkata begitu, dia melirik Nayara dengan pandangan menyalahkan.

Seolah menyalahkan Nayara, karena memperlihatkan lukanya.

Membuat Nyonya Lestari bersedih, membuat Kirana merasa bersalah, dan membuat ibunya sendiri merasa penuh penyesalan.

Mereka semua kini sibuk mengelilingi Kirana. Menyuapkan teh, menyiapkan obat.

Dalam sekejap, semua perhatian tertuju pada Kirana.

Nayara berdiri di sudut, seperti orang asing yang tidak punya peran.

Padahal...

Bagaimana mungkin dia orang luar? Dia justru dianggap sebagai sumber bencana.

Semua kekhawatiran, penyesalan, dan rasa sakit di ruangan itu, semua berasal darinya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 100

    Dia sama sekali tidak memberi muka pada Arsaka, membuat pria itu merasa sangat dipermalukan.Dulu, Nayara selalu menuruti semua ucapannya.Namun kini, di depan orang lain, dia berani membalas dengan kata-kata tajam. Wajah Arsaka pun menggelap beberapa derajat.Karena ada Sagara, dia enggan membuat keributan dengan Nayara.Akhirnya, dengan gaya sok berwibawa sebagai kakak, dia berkata pada Nayara, "Nayara, Kakak hanya bertanya biasa saja, kenapa kamu harus menjawab dengan nada seperti itu? Makin dewasa justru makin tidak tahu sopan santun."Dia sedang menyalahkan Nayara karena tidak menghargainya.Nayara mendengus pelan dan sinis. "Tuan Muda Arsaka begitu lapang dada rupanya. Tapi apakah Tuan Muda Rayendra tahu bahwa Anda memperalat dia?"Yang dimaksud Nayara adalah soal Arsaka yang diam-diam membunuh para prajurit itu. Insiden yang membuat dia dan Rayendra harus berlutut di depan istana dan menerima teguran keras dari Kaisar.Wajah Arsaka berubah. Sorot matanya dipenuhi amarah. "Nayara

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 99

    Yang diteriakkan Sagara bukan Tuan Muda Rayendra, melainkan langsung nama Rayendra. Jelas bahwa dia benar-benar marah.Para pengawal tadi tidak bisa mendekat karena kerumunan, tetapi setelah Sagara turun dari jembatan, mereka segera menyusul ke sana.Mendengar nada marah dalam suara Sagara, para pengawal pun langsung mengepung Rayendra.Rayendra menyapu mereka dengan pandangan datar, lalu mengejek dengan tawa dingin, "Cuma beberapa anak buah rendahan, tak sepadan untuk kupedulikan."Sikap merendahkannya yang terang-terangan itu membuat wajah Sagara berubah. "Hebat atau tidak, kita buktikan saja."Siapa pun yang bisa menjadi pengawal pribadi Sagara tentu bukan orang sembarangan.Meski Rayendra dikenal tangguh, melawan lima orang sekaligus pun dia tetap akan kerepotan.Hari ini, Sagara ingin menunjukkan apa akibatnya bila berani mencari gara-gara dengannya.Melihat bara di antara keduanya hampir meledak, Nayara jadi panik dan bingung harus berbuat apa.Bukan Rayendra yang dia khawatirkan

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 98

    Mungkin karena keraguan di mata Nayara terlalu jelas, tatapan Sagara padanya menjadi makin dingin.Namun, kali ini, dia tidak melontarkan sindiran seperti biasanya. Dia hanya memalingkan wajah dengan raut yang sedikit muram, tak lagi menatapnya.Namun, kedua tangannya mengepal erat.Sagara benar-benar marah, matanya menatap tajam ke satu titik tanpa berkata sepatah kata pun.Nayara justru bertanya mengapa dia menyelamatkannya?Apakah dia benar-benar lupa, atau hanya pura-pura tidak ingat?Saat usia sepuluh tahun, Sagara jatuh ke sungai karena kelalaiannya sendiri, dan Nayara yang menariknya keluar.Mata gadis kecil itu bersinar cerah, tatapannya penuh tawa saat memandangnya.Dia berkata, "Bagaimana bisa kamu berjalan lalu jatuh ke air? Kalau bukan aku yang menarikmu, kamu pasti sudah tenggelam."Waktu itu, wajah Nayara selalu dihiasi senyum lembut, matanya memantulkan cahaya seperti langit malam penuh bintang.Dia menatap Sagara yang terlihat masih terpaku ketakutan. Lalu menyelipkan s

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 97

    Nayara sama sekali tidak menyangka, hanya karena ingin melihat lampion, dia bisa terdorong jatuh ke sungai.Meski namanya sudah tercemar, dia tidak ingin menambah noda lagi dalam reputasinya yang sudah buruk.Terlebih, di hadapan begitu banyak orang, di tengah sorotan semua mata.Kalau dia sampai jatuh ke sungai, sudah pasti dia akan kembali jadi bahan omongan orang-orang.Dalam kepanikan, dia mengulurkan tangan, berusaha meraih apa pun untuk menghentikan tubuhnya agar tidak terjatuh.Tiba-tiba, tubuhnya yang sedang melayang ke bawah, berhenti.Pergelangan tangannya dicekal erat oleh seseorang. Saat menoleh ke atas, dia melihat Sagara sedang menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Pegang tanganku."Nayara tak menyangka, Sagara muncul di saat paling genting dan menyelamatkan nyawanya.Wajahnya pucat pasi, dan mata yang menatap Nayara tampak tegang.Karena terlalu keras mencengkeram, urat di keningnya menonjol dan matanya memerah.Dia berusaha menarik Nayara naik, tapi sudah bebe

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 96

    Kirana ketakutan hingga meneteskan air mata, sementara Nyonya Nadindra memeluknya erat, menenangkan dengan suara lembut, memanggilnya anak manis berulang kali.Melihat Nayara masih bersikeras, Nyonya Nadindra pun memasang wajah dingin dan menegurnya, "Itu hanya sebuah lampion, kenapa harus membuat adikmu menangis?"Ketiga kakak laki-laki mereka pun berpihak pada Kirana, dan mencela Nayara karena dianggap tidak tahu sopan santun.Akhirnya, Nayara dihukum menghadap tembok untuk merenung, sementara Kirana yang sedang sakit malah dikelilingi dan dimanja oleh semua orang.Semua perhatian tertuju pada Kirana, tak seorang pun peduli pada Nayara kecil yang hanya bisa memeluk lampion kelinci rusaknya dan menangis semalaman.Peristiwa itu mungkin hanyalah kisah lucu di mata Arsaka, tetapi bagi Nayara, itu adalah kenangan yang menyakitkan.Butuh waktu sangat lama baginya untuk benar-benar melupakan kejadian itu.Tak disangka, luka lama yang telah sembuh itu kini kembali dikoyak oleh Arsaka tanpa

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 95

    Andai Nayara tahu kalau sekadar jalan-jalan bisa membawa begitu banyak masalah, dia pasti tidak akan datang.Karena satu kalimat dari Rayendra, dia kembali merasa seperti dibakar di atas api.Tiga pasang mata tertuju padanya.Terutama tatapan Kirana yang penuh kesal dan keluhan, membuat Nayara merasa sangat tidak nyaman.Alih-alih menyalahkan biang keladinya, Kirana malah datang menemuinya.Bahkan sorot mata Arsaka pun menjadi dingin. Padahal sejak tadi dia berusaha keras menenangkan suasana di antara mereka.Namun, hanya dengan satu kalimat Rayendra, hubungan yang sempat mencair itu kembali membeku.Arsaka menarik napas dalam dan tersenyum tipis. "Rayendra, kamu salah ingat. Bukan Nayara yang suka lampion kelinci, tapi Kirana."Kirana mengangguk pelan, seolah memberi dukungan. Dengan suara lembut, dia berkata, "Kak Rayendra, aku yang suka lampion kelinci… Jangan buat Kak Nayara malu, ya."Namun, Rayendra seolah tidak mendengar. Tatapannya tetap keras mengarah pada Nayara. "Nayara, kat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status