Share

Makan Malam

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-05 09:50:11

“Jadi, jatah liburmu hari minggu?”

Gemi menoleh pada Lee yang tetap mengantarkannya pulang ke rumah, walaupun rumah wanita itu hanya berjarak beberapa langkah ke depan. Jantung Gemi sudah berdegup tidak karuan untuk itu. Namun, Gemi sadar siapa dirinya, begitupun kekurangannya. Oleh sebab itu, biarlah laju jantung yang berdetak tidak seirama ini, ia pendam sendiri di dalam hati.

“Jatah libur saya kamis sebenernya, cuma hari ini tuker libur, Pak. karena ada acara di rumah.” Gemi yang sudah sampai di pagar pun berbalik. Memberi senyum manis dan mengangguk formal, untuk memberi dinding tinggi kepada dirinya, agar tidak larut dalam perasaan hampanya seorang diri.

“Makasih, Pak, sudah dianter. Padahal gak perlu repot-repot, kan, cuma depanan gini. Nggak bakal ada yang mau nyulik saya, lah,” ujar Gemi mencoba berkelakar untuk menetralkan degup jantung dan kegugupan yang tiba-tiba saja menyerangnya.

Padahal, beberapa hari yang lalu, mereka berdua sempat bertemu di lift, serta di ruangan Pemred Radar, dan tidak ada rasa yang berbeda sama sekali waktu itu. Namun, mengapa sekarang harus seperti ini keadaannya?

“Kalau saya mau nyulik kamu nanti malam, boleh?”

“A …” Gemi ternganga gugup. Tidak mampu mengeluarkan jawaban dari bibirnya, hingga membuat Lee terkekeh ringan.

“Saya mau ajak kamu makan malam, boleh?” lanjut Lee bertanya sekali lagi dan memperjelas tujuannya, ketika melihat ekspresi Gemi yang terlihat salah tingkah.

Lee sempat bertanya pada Rudi tentang Gemi pada malam itu. Dari penjelasan Pemred Radar itu, Lee bisa menarik kesimpulan kalau Gemi merupakan seorang wanita independen yang cerdas. Kalau tidak cerdas dan berwawasan luas, mana mungkin sebentar lagi, Gemi akan mengikuti UKW untuk bisa menyandang status redaktur utama.

“Makan malam?” tanya Gemi memperjelas sekali lagi, karena tidak percaya dengan ajakan yang baru saja didengarnya. Gemi tahu sekali kalau Lee adalah seorang duda beranak satu. Sudah sekian tahun pria itu memilih hidup menyendiri dan tidak ada gosip miring sama sekali tentang kehidupan pria itu dengan wanita.

Intinya, Gemi mengetahui Lee adalah sebagai pria baik-baik dan sangat sayang dengan putrinya.

“Ya, makan malam. Mumpung kamu libur, kalau besok-besok mungkin, akan kehalang deadline kerjamu.”

Gemi menggigit bibir bawahnya yang memang sedikit tebal. Mempertimbangkan baik buruknya ajakan makan malam pria tersebut.

“Atau, saya harus minta izin sama orant tua kamu, Gem?”

“Ohh, enggaaak,” jawab Gemi kemudian terkekeh kecil sembari mengibaskan satu tangannya di depan dada. “Jemput di apartemen aja, Pak. Sore saya udah balik ke sana soalnya.”

“Kamu, tinggal di apartemen?”

Gemi mengangguk sembari meringis, memberi senyum khasnya kepada Lee. “Di Green East Apartemen yang di belakang kantor, biar deket, dari pada bolak balik rumah kan jauh, Pak.”

“Ahh …” Lee mengangguk paham. “Saya jemput jam tujuh, chat saya nomor unitmu, oke! Jangan bilang kamu nggak punya nomor saya, karena itu merupakan salah satu syarat untuk menjadi redaktur utama.”

Lee menepuk bahu Gemi satu kali seraya tersenyum. Pria itu lalu berbalik pergi dan punggungnya menghilang di balik pintu rumah Asri, tanpa menoleh ke belakang sekalipun.

--

Jarum jam masih menunjukkan pukul 18.45, itu artinya masih ada waktu 15 menit lagi untuk Gemi bersiap, seraya menunggu kedatangan Lee ke tempatnya. Gemi hanya memakai denim dress lengan panjang dan jatuh tepat di bawah lutut. Berpakaian sangat sopan dan tertutup, karena ia tahu, dengan siapa dirinya akan pergi makan malam. Gemi hanya ingin memberi kesan formal, meskipun makan malam ini bersifat kasual.

Jantungnya kembali berdegup cepat, ketika bel apartemennya berbunyi. Gemi tiba-tiba dilanda rasa gugup yang mendera. Melihat penampilannya sekali lagi pada standing mirror yang berada di samping tempat tidur. Kemudian mengambil tas, lalu berlari kecil untuk membuka pintu.

“Malem, Pak.” Gemi menganggukkan kepala, masih menunjukkan sikap formalnya. Tangannya di belakang menarik handle pintu lalu menutupnya. Tanpa mengenyahkan tatapan serta senyum ramahnya terhadap Lee.

“Kamu sudah siap?” tanya Lee sedikit heran, karena ia tahu sekali bagaimana tabiat seorang wanita jika akan diajak ke sebuah acara. Mereka akan berlama-lama di depan kaca, hanya untuk meyakinkan penampilannya sempurna.

“Sudah, kita bisa berangkat sekarang.” Gemi mengunci apartemen sederhana tipe studionya. Kemudian kembali mengangguk kecil, seraya membenarkan tali tasnya yang tersampir di bahu.

Lee pun mengangguk setuju. Berjalan bersisihan dengan Gemi, menuju lift dan berhenti di depan pintu. Menatap Gemi yang malam ini terlihat sangat cantik dan elegan. Riasan tipis di wajahnya, membuat wanita itu semakin terlihat mempesona. Sangat berbeda dengan penampilan kasualnya, ketika menjadi jurnalis.

“Kamu tinggal sendiri, Gem?”

“Iya, Pak. apartemennya juga kecil, kok, tipe studio.”

Denting pintu lift berbunyi, lantas, kedua orang itu masuk ke dalam dan situasi formal mereka masih juga belum mencair.

“Chandie, nggak diajak, Pak?”

Lee menekan tombol lantai basement terlebih dahulu. “Sudah diajak Mbak Asri duluan,” lalu sedikit menunduk dan menoleh pada Gemi yang menatap lurus pada pintu lift. “Kamu, nggak keberatan, kalau lain kali saya ajak pergi bawa Chandie?”

Lain kali?

Apa … Gemi tidak salah dengar, kalau Lee barusan berujar lain kali? Itu berarti, akan ada kemungkinan kalau mereka akan pergi lagi. Gemi menggigit bibir bagian dalamnya dengan keras, memastikan semua ini bukanlah mimpi. Memberanikan diri menoleh dan mempertemukan maniknya dengan Lee yang sedari tadi menatapnya.

“Saya, nggak keberatan, biar rame.”

Lee membuang napas lega yang tidak ketara. Andai Gemi menunjukkan sikap yang sedikit ragu, mungkin saja, malam ini adalah makan malam pertama dan terakhir mereka. Karena, jika wanita itu terlihat tidak ingin melibatkan putrinya dalam kegiatan mereka, maka Lee akan mundur teratur dan tidak melanjutkan rencannya.

Semoga saja, apa yang diyakini hati Lee benar. Gemi bisa menyayangi putrinya, karena, Lee sangat jarang melihat sang putri berada dalam gendongan wanita lain dan tidak ingin melepaskannya. Chandie hanya seperti itu pada gurunya di sekolah, dan itu pun, hanya pada guru tertentu saja.

“Kalau kamis depan gimana? kamu libur, kan?” tanya Lee to the point, tidak ingin membuang-buang waktu, karena dirinya bukan lagi seorang lelaki puber yang ingin bermain-main dalam sebuah hubungan. Ada sebuah interaksi yang harus dilihat oleh mata kepalanya sendiri, antara Gemi dan putrinya.

“Libur,” kata Gemi dengan anggukan pelan. “Kita mau makan malam lagi?”

Lee menggeleng, melukis senyum hangat yang mampu membuat jantung Gemi bertalu kencang. “Kita ke taman hiburan!”

“Serius, Pak?” tanya Gemi hampir tidak percaya. Namun maniknya melebar, menunjukkan antusiasme yang besar.

“Kenapa? kamu gak suka?”

“Suka! Saya sudah lama nggak kesana.”

“Oke, kalau gitu saya jemput jam sembilan pagi, kita jemput Chandie di sekolah dulu, terus pergi ke taman hiburan!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Ayyma
wuiih langsung tancap gass pak lee .. baru eps awal udah bagus bgt ceritanya.semoga kedepan gk bikin bosen
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Pak duda gercep
goodnovel comment avatar
eddy hadarian
Wak pak Duda gerak cepet nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sexiest Journalist   Kebahagiaan yang Sama

    "Haaahhhh …" Gemi langsung merebahkan diri pada karpet bulu yang terhampar di ruang tengah. Meregangkan tubuh lelahnya, kemudian melihat Lee, yang juga ikut merebahkan diri di sampingnya. "Aku capeeek," keluh Gemi lalu memiringkan tubuhnya untuk memeluk Lee. “Pijitin.” Lee lantas terkekeh kecil. Lalu mengangkat satu tangannya agar bisa digunakan Gemi sebagai bantal. “Plus-plus?” Tangan Gemi reflek menepuk dada Lee. “Nanti didenger anak-anak!” desisnya dengan manik yang melotot kesal. “Mereka ke mana semua, sih?” “Bentar juga keluar lagi, lihat aj—“ “Papaaa … nggak boleh deket-deket Mama!” Baru saja dibicarakan, gadis kecil berusia empat tahun itu kini berlari ke arah mereka. Tubuh mungil itu, langsung ikut merebahkan diri di tengah-tengah orang tuanya. Dengan sengaja menggeser tubuh sang mama yang menjadikan tangan papanya sebagai bantal. Lee hanya saling melempar tatapan dengan sang is

  • Sexiest Journalist   Positif

    Lima bulan kemudian …. Chandie berlari secepat kilat, ketika melihat sebuah roda empat yang baru saja terparkir di depan pagar rumahnya. Sedari tadi, gadis kecil itu memang sudah mondar mandir di teras rumah dengan tidak sabar. “Mama … bunda Geeta sudah datang!” seru Chandie dengan kaki yang masih melompat-lompat kecil. “Kak—“ Ucapan Gemi terputus dengan helaan. Putrinya yang aktif itu langsung berbalik cepat, dan kembali berlari ke luar rumah. Sementara Lee, hanya menggeleng dan menyudahi sarapannya. “Barangnya anak-anak di mana?” tanyanya sembari berdiri dan mengusap kepala Arya yang tengah tengah duduk di high chair. “Tasnya Arya masih di kamar, Mas,” kata Gemi sambil masih menyuapi Arya. “Kalau punya Chandie sudah dibawa ke teras dari tadi pagi sama dia. Udah nggak sabar mau ke Batu.” Lee kembali menggeleng sambil berjalan ke kamar mereka, yang kini sudah pindah ke lantai dua. Dari kemarin, yang dibahas Chandie selalu

  • Sexiest Journalist   Segera Terwujud

    “Mama, kenapa dari tadi adek digendong sama tante Geeta?”Gemi yang tengah mengepang rambut Chandie di tepi ranjang, menatap Lee dengan mencebikkan bibir. Menahan tawa, karena melihat Chandie yang begitu gelisah ketika adiknya sedari tadi hanya bersama Geeta.Sejak Chandie bangun tidur, mandi, dan hari pun sudah berubah kelam, gadis kecil itu melihat sang adik selalu berada bersama Geeta. Arya hanya berada bersama Gemi ketika Geeta kembali ke kamarnya untuk mandi. Atau, ketika Arya tengah menangis karena lapar dan Gemi harus mengASIhi bayi mungilnya itu.“Karena tante Geeta sayang sama adek Arya,” jawab Gemi.“Tapi adek nggak dibawa pulang sama tante Geeta, kan?” tanya Chandie lagi.Lee dan Gemi kompak terkekeh bersamaan.“Tante Geeta cuma pinjem adek Arya sebentar,” jawab Gemi.“Terus kapan dibalikinnya?” Chandie tidak berhenti protes sampai semua pertanyaan yang

  • Sexiest Journalist   Rasa Haru

    Geeta tertegun kaku, ketika melihat Gemi keluar dengan menggendong seorang bayi. Menghampirinya lalu duduk tepat di samping Geeta. “Namanya Arya Arkatama, umurnya baru satu bulan,” ujar Gemi lalu menyodorkan sang bayi ke arah Geeta. “Bunda Geeta nggak mau gendong?” Tangan Geeta seketika terlihat tremor. Saling menggenggam dan meremas, untuk menghilangkan rasa takjubnya. Ia masih terdiam dan belum menyambut bayi mungil itu dari tangan Gemi. Melihatnya saja, hati Geeta langsung terenyuh, dengan manik yang mulai mengembun haru. “Arya pengen digendong sama Bunda Geeta,” ungkap Gemi, kembali ingin menyentuh sisi keibuan Geeta lebih dalam lagi. Gemi paham, perbuatannya kali ini akan menimbulkan luka. Namun, hanya dengan luka inilah, mungkin Geeta akan berpikir dua kali untuk kembali rujuk dengan Aries. Bukankah mereka berdua sungguh mendambakan adanya seorang anak. Maka, sekarang adalah saat yang tepat bagi Gemi untuk memojokkan Geeta dengan i

  • Sexiest Journalist   Tujuan

    Sesuai janji, Geeta kini sudah berada di Surabaya. Duduk berhadapan dengan Lee di lounge sebuah hotel berbintang, untuk berbicara sesuatu mengenai masa depan. “Sudah aku bilang, Mas, kasusnya beda.” Geeta menyesap orange punchnya sebentar lalu kembali bersandar sembari bersedekap. “Mas Aries, selingkuh di belakangku, dan …” Geeta sengaja menjeda kalimatnya untuk menghela sejenak. “Apa Mas nggak curiga? Siapa tahu mereka berdua memang melakukannya atas dasar suka sama suka. Just my two cents, no offense.” Terang saja Lee menggeleng tidak setuju. “Jangan mengalihkan isu,” sanggahnya. “Coba pikirkan lagi, Geet. Bertahun-tahun kalian bersama, apa pernah Aries melakukan hal fatal seperti ini? Di mataku, Aries cuma seorang ambisius yang gila kerja.” Geeta terdiam, karena yang diucapkan Lee semua adalah benar. “We all make mistakes, Geet. Aku sekali pun, pernah melakukan kesalahan dengan Anita, juga Gemi. Tapi, mereka masih ngasih aku kesempatan untuk

  • Sexiest Journalist   Permohonan

    “Dia masih nelpon?”Gemi membuang napas panjang dengan menggembungkan pipi, setelah mendengar pertanyaan yang dimuntahkan oleh Lee. Ia lantas mengangguk untuk menjawab pertanyaan itu.“Apa, kita nggak terlalu keras sama dia, Mas?” Gemi bertanya balik tanpa melepaskan tatapannya pada ponsel yang kini bergetar di genggaman.Satu nama itu kembali meneleponnya dan sampai sekarang, Gemi tidak pernah sekali pun mengangkatnya. Namun, Gemi selalu membalas seadanya jika pria itu bertanya mengenai putranya melalui chat.Lee juga ikut menghela ketika mendengar pertanyaan Gemi. Sebenarnya, di lubuk hati Lee yang paling dalam, ia juga tidak tega memperlakukan Aries seperti ini. Namun, di sisi lain, Lee juga merasa khawatir jika ia memberi izin pria itu untuk menemui putranya, karena status Aries yang diambar perceraian. Sebagai seorang suami, wajar jika Lee merasa cemburu dan cemas jika sepasang kekasih itu pada akhirnya kem

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status