“Jadi, jatah liburmu hari minggu?”
Gemi menoleh pada Lee yang tetap mengantarkannya pulang ke rumah, walaupun rumah wanita itu hanya berjarak beberapa langkah ke depan. Jantung Gemi sudah berdegup tidak karuan untuk itu. Namun, Gemi sadar siapa dirinya, begitupun kekurangannya. Oleh sebab itu, biarlah laju jantung yang berdetak tidak seirama ini, ia pendam sendiri di dalam hati.
“Jatah libur saya kamis sebenernya, cuma hari ini tuker libur, Pak. karena ada acara di rumah.” Gemi yang sudah sampai di pagar pun berbalik. Memberi senyum manis dan mengangguk formal, untuk memberi dinding tinggi kepada dirinya, agar tidak larut dalam perasaan hampanya seorang diri.
“Makasih, Pak, sudah dianter. Padahal gak perlu repot-repot, kan, cuma depanan gini. Nggak bakal ada yang mau nyulik saya, lah,” ujar Gemi mencoba berkelakar untuk menetralkan degup jantung dan kegugupan yang tiba-tiba saja menyerangnya.
Padahal, beberapa hari yang lalu, mereka berdua sempat bertemu di lift, serta di ruangan Pemred Radar, dan tidak ada rasa yang berbeda sama sekali waktu itu. Namun, mengapa sekarang harus seperti ini keadaannya?
“Kalau saya mau nyulik kamu nanti malam, boleh?”
“A …” Gemi ternganga gugup. Tidak mampu mengeluarkan jawaban dari bibirnya, hingga membuat Lee terkekeh ringan.
“Saya mau ajak kamu makan malam, boleh?” lanjut Lee bertanya sekali lagi dan memperjelas tujuannya, ketika melihat ekspresi Gemi yang terlihat salah tingkah.
Lee sempat bertanya pada Rudi tentang Gemi pada malam itu. Dari penjelasan Pemred Radar itu, Lee bisa menarik kesimpulan kalau Gemi merupakan seorang wanita independen yang cerdas. Kalau tidak cerdas dan berwawasan luas, mana mungkin sebentar lagi, Gemi akan mengikuti UKW untuk bisa menyandang status redaktur utama.
“Makan malam?” tanya Gemi memperjelas sekali lagi, karena tidak percaya dengan ajakan yang baru saja didengarnya. Gemi tahu sekali kalau Lee adalah seorang duda beranak satu. Sudah sekian tahun pria itu memilih hidup menyendiri dan tidak ada gosip miring sama sekali tentang kehidupan pria itu dengan wanita.
Intinya, Gemi mengetahui Lee adalah sebagai pria baik-baik dan sangat sayang dengan putrinya.
“Ya, makan malam. Mumpung kamu libur, kalau besok-besok mungkin, akan kehalang deadline kerjamu.”
Gemi menggigit bibir bawahnya yang memang sedikit tebal. Mempertimbangkan baik buruknya ajakan makan malam pria tersebut.
“Atau, saya harus minta izin sama orant tua kamu, Gem?”
“Ohh, enggaaak,” jawab Gemi kemudian terkekeh kecil sembari mengibaskan satu tangannya di depan dada. “Jemput di apartemen aja, Pak. Sore saya udah balik ke sana soalnya.”
“Kamu, tinggal di apartemen?”
Gemi mengangguk sembari meringis, memberi senyum khasnya kepada Lee. “Di Green East Apartemen yang di belakang kantor, biar deket, dari pada bolak balik rumah kan jauh, Pak.”
“Ahh …” Lee mengangguk paham. “Saya jemput jam tujuh, chat saya nomor unitmu, oke! Jangan bilang kamu nggak punya nomor saya, karena itu merupakan salah satu syarat untuk menjadi redaktur utama.”
Lee menepuk bahu Gemi satu kali seraya tersenyum. Pria itu lalu berbalik pergi dan punggungnya menghilang di balik pintu rumah Asri, tanpa menoleh ke belakang sekalipun.
--
Jarum jam masih menunjukkan pukul 18.45, itu artinya masih ada waktu 15 menit lagi untuk Gemi bersiap, seraya menunggu kedatangan Lee ke tempatnya. Gemi hanya memakai denim dress lengan panjang dan jatuh tepat di bawah lutut. Berpakaian sangat sopan dan tertutup, karena ia tahu, dengan siapa dirinya akan pergi makan malam. Gemi hanya ingin memberi kesan formal, meskipun makan malam ini bersifat kasual.
Jantungnya kembali berdegup cepat, ketika bel apartemennya berbunyi. Gemi tiba-tiba dilanda rasa gugup yang mendera. Melihat penampilannya sekali lagi pada standing mirror yang berada di samping tempat tidur. Kemudian mengambil tas, lalu berlari kecil untuk membuka pintu.
“Malem, Pak.” Gemi menganggukkan kepala, masih menunjukkan sikap formalnya. Tangannya di belakang menarik handle pintu lalu menutupnya. Tanpa mengenyahkan tatapan serta senyum ramahnya terhadap Lee.
“Kamu sudah siap?” tanya Lee sedikit heran, karena ia tahu sekali bagaimana tabiat seorang wanita jika akan diajak ke sebuah acara. Mereka akan berlama-lama di depan kaca, hanya untuk meyakinkan penampilannya sempurna.
“Sudah, kita bisa berangkat sekarang.” Gemi mengunci apartemen sederhana tipe studionya. Kemudian kembali mengangguk kecil, seraya membenarkan tali tasnya yang tersampir di bahu.
Lee pun mengangguk setuju. Berjalan bersisihan dengan Gemi, menuju lift dan berhenti di depan pintu. Menatap Gemi yang malam ini terlihat sangat cantik dan elegan. Riasan tipis di wajahnya, membuat wanita itu semakin terlihat mempesona. Sangat berbeda dengan penampilan kasualnya, ketika menjadi jurnalis.
“Kamu tinggal sendiri, Gem?”
“Iya, Pak. apartemennya juga kecil, kok, tipe studio.”
Denting pintu lift berbunyi, lantas, kedua orang itu masuk ke dalam dan situasi formal mereka masih juga belum mencair.
“Chandie, nggak diajak, Pak?”
Lee menekan tombol lantai basement terlebih dahulu. “Sudah diajak Mbak Asri duluan,” lalu sedikit menunduk dan menoleh pada Gemi yang menatap lurus pada pintu lift. “Kamu, nggak keberatan, kalau lain kali saya ajak pergi bawa Chandie?”
Lain kali?
Apa … Gemi tidak salah dengar, kalau Lee barusan berujar lain kali? Itu berarti, akan ada kemungkinan kalau mereka akan pergi lagi. Gemi menggigit bibir bagian dalamnya dengan keras, memastikan semua ini bukanlah mimpi. Memberanikan diri menoleh dan mempertemukan maniknya dengan Lee yang sedari tadi menatapnya.
“Saya, nggak keberatan, biar rame.”
Lee membuang napas lega yang tidak ketara. Andai Gemi menunjukkan sikap yang sedikit ragu, mungkin saja, malam ini adalah makan malam pertama dan terakhir mereka. Karena, jika wanita itu terlihat tidak ingin melibatkan putrinya dalam kegiatan mereka, maka Lee akan mundur teratur dan tidak melanjutkan rencannya.
Semoga saja, apa yang diyakini hati Lee benar. Gemi bisa menyayangi putrinya, karena, Lee sangat jarang melihat sang putri berada dalam gendongan wanita lain dan tidak ingin melepaskannya. Chandie hanya seperti itu pada gurunya di sekolah, dan itu pun, hanya pada guru tertentu saja.
“Kalau kamis depan gimana? kamu libur, kan?” tanya Lee to the point, tidak ingin membuang-buang waktu, karena dirinya bukan lagi seorang lelaki puber yang ingin bermain-main dalam sebuah hubungan. Ada sebuah interaksi yang harus dilihat oleh mata kepalanya sendiri, antara Gemi dan putrinya.
“Libur,” kata Gemi dengan anggukan pelan. “Kita mau makan malam lagi?”
Lee menggeleng, melukis senyum hangat yang mampu membuat jantung Gemi bertalu kencang. “Kita ke taman hiburan!”
“Serius, Pak?” tanya Gemi hampir tidak percaya. Namun maniknya melebar, menunjukkan antusiasme yang besar.
“Kenapa? kamu gak suka?”
“Suka! Saya sudah lama nggak kesana.”
“Oke, kalau gitu saya jemput jam sembilan pagi, kita jemput Chandie di sekolah dulu, terus pergi ke taman hiburan!"
Sunguh makan malam yang tidak akan terlupakan bagi Gemi. Lee memperlakukannya sangat istimewa. Pria itu benar-benar menghargai Gemi sebagai seorang wanita, sangat sopan dan gentleman, menurutnya.Dari membukakan pintu, menarik kursi untuknya, mendahulukan Gemi disetiap situasi. Ah! Wanita mana yang tidak akan luluh, jika diperlakukan layaknya ratu seperti Gemi.Sangat berbeda dengan hubungannya dahulu kala dengan Aries. Sebuah keterikatan yang hanya dihiasi hasrat masa muda yang mengatasnamakan cinta. Lalu semua berakhir hampa. Kalau sudah seperti itu, hanya sesal yang membalut dada. Merugikan Gemi sebagai pihak wanita.Sungguh, nasi sudah menjadi bubur bagi Gemi. Oleh sebab itu, sejak putus dari Aries, ia tidak pernah lagi berhubungan dengan pria mana pun. Cenderung bersikap dingin dan profesional untuk menjaga jaraknya. Karena Gemi sadar, ia sudah tidak lagi sempurna sebagai seorang wanita.“Pagi Gem!” sebuah seruan dan tepukan keras, pada r
Hari ini, kedua kalinya Lee menjemput Gemi di apartemen wanita itu. Sesuai janji keduanya kala itu, mereka akan pergi ke taman hiburan setelah menjemput Chandie di sekolah.Gemi hanya mengenakan celana jeans serta kaos longgar, yang sama sekali tidak memamerkan bentuk tubuhnya. Gemi hanya menyesuaikan tempat yang dikunjungi, dengan pakaian yang dikenakan. Karena mereka akan pergi ke taman hiburan, maka Gemi ingin berpenampilan sekasual mungkin, agar mempermudah pergerakannya di sana nanti.Lagi-lagi, bel apartemennya berbunyi lima belas menit, sebelum waktu yang dijanjikan, yakni pukul sembilan. Sepertinya, Lee adalah pria yang memang sangat menghargai waktu. Pria itu lebih memilih datang lebih cepat, dari pada terlambat ketika menjemputnyaGemi bergegas mengambil tas selempangnya. Memastikan penampilannya di depan standing mirror terlebih dahulu. Lalu, setelah dirasa sempurna, Gemi bergegas pergi untuk membukakan pintu.Di depan sana, sudah ada Lee yang
Di hari kerja seperti ini, taman hiburan benar-benar tidak terlalu ramai. Hingga hampir semua wahana sudah dicoba oleh Gemi dan Chandie tentunya. Sedangkan Lee, pria itu lebih banyak menjadi penonton saja. Mengamati interaksi akrab yang terjadi antara Gemi dan putrinya.Setelah sekian tahun berlalu, entah mengapa baru kali ini Lee memiliki sebuah keinginan untuk kembali membina sebuah biduk rumah tangga. Sebenarnya, Gemi bukan satu-satunya wanita yang bisa dekat dengan Chandie. Ada satu orang guru TK yang juga dekat dengan putrinya, tapi Lee tidak merasakan sebuah chemistry seperti yang dirasakannya terhadap Gemi.Gemi cantik, bahkan bisa dibilang sangat cantik. Bulu mata lentik yang selalu berayun tajam dan bibir sensual, yang selalu bisa membalas argumennya, dengan sebuah nalar yang masuk akal. Membuat Lee merasakan sesuatu yang berbeda dengan Gemi.Tapi … apakah Gemi memiliki perasaan yang sama dengannya? Atau kah, semua ini nantinya hanya menjadi sebu
“Next, saya yang traktir Bapak, ya! hari ini kenyang banget dari pagi dapet gratisan mulu.” Gemi lagi-lagi menggigit separuh bibir bawahnya yang sensual. Menenggelamkan kedua tangan di saku belakang celana jeans, sembari menatap Lee yang mengantarnya sampai depan pintu apartemen.Beberapa saat yang lalu, setelah sampai di lobi kantor, Lee tiba-tiba mengajak Gemi untuk makan malam sebentar. Tentu saja Gemi tidak menolak, karena cacing di perutnya juga sudah bergejolak meminta untuk diisi. Mereka pun hanya mampir di kafe yang terdapat di lantai dasar. Memesan beberapa menu untuk disantap, kemudian pergi menuju gedung apartemen Gemi.“You don’t have to.”“Ya nggak bisa gitu, Pak. Nanti saya nggak mau diajak jalan lagi loh,” tandas Gemi dengan wajah merajuk cantik, hingga membuat Lee terkekeh melihatnya.“Oke, kamu atur aja. Tapi Gem, bisa saya pinjam toilet sebentar?”“Boleh, boleh!” Ge
Sebuah napas panjang dan lega Gemi hembuskan, setelah menyatakan semua hal mengenai dirinya. Gemi mengatakan bahwa dirinya bukanlah seorang wanita baik, seperti yang ada di pikiran Lee saat ini. Ia pernah jatuh ke sebuah kubangan dosa, yang membuat Gemi tidak lagi sempurna sebagai seorang wanita.Degup jantung yang Gemi rasakan, memang sama dengan apa yang Lee rasakan. Keduanya memang memiliki sebuah rasa yang sama. Namun, sebelum rasa itu terlanjur berjalan jauh, Gemi harus menguak sebuah aib diri, sebelum ada masalah yang terjadi di kemudian hari.Lee sangat menghargai kejujuran Gemi, yang telah mengatakan semua hal dengan terbuka kepadanya. Meskipun sempat syok, tapi perasaannya terlalu kolot, jika harus menilai seseorang dari masa lalunya yang kelam.Diantara keterdiaman Lee, Gemi memutar stool barnya menghadap meja. Menunduk dan menyuapkan bubur ayam dengan hati tersayat. Tidak mudah untuk Gemi mengakui segalanya, tapi itu semua harus ia lakukan.Apa
Audi masuk ke dalam ruang keluarga, setelah mendengar maksud kedatangan Lee yang didampingi oleh Asri dan Riko. Kedua orang tua Lee dan Asri sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Oleh sebab itu, Lee hanya di dampingi oleh kakak perempuan serta iparnya untuk mendatangi rumah Gemi.“Gemiii …” Audi memeluk erat sang putri yang sedari tadi hanya berada di dalam. Tidak diperkenankan keluar hingga kedua orang tuanya berbicara dengan keluarga Lee. “Akhirnya anakku laku juga!” ujarnya terkekeh geli dengan ucapan sendiri.“Anaknya dianggap sembako, gini,” cebik Gemi menampilkan eskpresi dramatis.Audi mengurai pelukannya, kemudian merapikan juntaian rambut Gemi yang berada di depan wajah. Tangan Audi terjatuh pada pundak sang putri, kemudian turun, merosot pada lengan Gemi.“Bulan depan, kami sudah nentuin tanggal pernikahanmu, Gem!” seru Audi dengan manik berbinar-binar.Sudah Gemi duga, Lee tidak
Gemi mendorong tubuh Aries yang merengkuhnya, dengan sekuat tenaga. “Ar … lepas … in,” pinta Gemi masih berusaha mengumpulkan seluruh akalnya. “Brengmm …” Gemi pasrah ketika Aries sudah meraup bibirnya dengan rakus. Lebih tepatnya, tubuh Gemi lah yang pasrah, meski akal sehatnya menjerit tidak terima dengan semua sentuhan Aries yang menjalar di tubuhnya. Semakin Aries menyentuhnya, semakin Gemi menginginkan hal yang lebih dari pria itu. Lenguhan demi lenguhan pun sudah tidak dapat lagi terelakkan. “Ar … kamu … brengSEK!” Gemi masih sempat memaki pria itu ketika Aries mulai membuka satu persatu kancing seragam kerja yang dikenakannya. Aries berseringai tajam. Maniknya menatap dengan rasa lapar pada lekuk tubuh Gemi, yang menurutnya terlampau seksi dan menghanyutkan. Semua terlihat sangat proporsional. “Ayolah, Gem, kita bisa seperti dulu. Bersenang-senang sampai pagi.” “AR!” di sisa-sisa kesadarannya, Gemi menendang perut Aries
"Kamu mau nikah?" Aries meraih tangan Gemi dan sedikit mencengkramnya. "Bulan depan?” lanjutnya seolah tidak percaya."Hm!" gumam Gemi mengangkat dagu dengan tinggi. Tidak gentar sedikit pun saat berhadapan dengan Aries seperti ini.Ada seringai kecil yang terlukis di wajah Aries. "Bagaimana kalau calon suamimu tahu, semalam kit—"Plak!Gemi membungkam mulut Aries dengan satu buah tamparan dengan tangannya yang bebas. "Berani kamu cari masalah denganku, aku bersumpah, bakal nyari semua kebusukanmu sama partaimu sampai ke akar-akarnya! Kamu tahu, kan, kalau gak ada yang namanya teman dalam politik? Aku bisa buat kamu jatuh, sejatuh-jatuhnya!"Satu kelemahan Aries yang Gemi sangat pahami. Pria itu sangat gila dengan jabatan dan kedudukan yang ada. Aries senang menjadi terkenal, dihormati, serta disegani oleh khalayak ramai. Image santun dan ramah selalu saja Aries sematkan di mana pun ia berada. Andai pun memang pada nyatanya Aries bersih