Share

Musibah keluarga

"Bahkan, aku tidak tahu, jika hari itu adalah hari terakhir kita pergi bersama." Shintya. 

Pagi pun telah datang, dengan segera bapak, Shintya, dan beserta keluarganya yang lain, membawa ibu Shintya ke Rumah sakit terdekat. 

Setelah beberapa jam menunggu, akhirnya pintu kamar pasien terbuka.memperlihatkan seorang dokter keluar, di ikuti beberapa perawat yang lain. 

"Keluarga pasien?" tanya dokter.

"Ya, Dok. Kami keluarga nya." jawab bapak Shintya. 

"Berdasarkan hasil pemeriksaan kami, dikarenakan pasien mengidap penyakit darah tinggi, dan berkontraksi dengan penyakit komplikasi lainnya, maka pasien, mengalami cacat lumpuh, dan kemungkinan besar tidak dapat berbicara." papar dokter. 

Bagaikan di sambar petir di siang bolong. Semua yang mendengarkan hal tersebut merasa nyilu, dan sekejap, jantung mereka menciut. 

Tanpa menunggu, Shintya sudah menangis sesegukkan di pelukan budehnya. 

"Apakah tidak ada pemeriksaan selanjutnya, Dok?" tanya Bapak Shintya. "kami akan membayarnya, tolong lakukan apa pun dok! Asalkan istri saya sembuh!" lanjutnya lagi.

"Maaf pak, kami sudah berusaha sejauh mungkin. Tapi, inilah takdir. Hanya dapat berserah kepada yang Kuasa saja, Pak. Silahkan di urus segera administrasi pasien. Permisi." ujar dokter itu, lalu bergegas pergi. 

Lalu mereka pun masuk, ke ruang ibu nya di rawat. 

"Shintya, telpon kedua kakakmu! Beritahu mereka, jika ibumu sedang sakit." Shintya mengangguk, dan mengambil ponsel di saku celananya. 

"Aku sudah membayar biaya administrasi nya. Mengingat kita tidak punya uang yang lumayan besar, maka Mono di ijinkan di rawat mandiri di rumah." ujar budeh Shintya. Ibu dua anak ini adalah kakak dari ibu Shintya. 

"Baiklah." ucap Bapak Shintya. 

**Setibanya di rumah**

Mereka membaringkan Monoina di ranjang. Ya, monoina sudah sadar, tetapi sesekali menangis. Dia sangat sedih akan musibah yang dialaminya. 

"Sudah bu, jangan nagis lagi! Shintya akan selalu rawat ibu." ujar Shintya, sambil mengusap airmatanya. 

Sejak pulang dari rumah sakit, teteh dan budehnya sudah kembali ke rumah masing-masing, dan berjanji akan kembali lagi nantinya. 

Shintya melirik bapaknya yang sedari tadi hanya diam. Mungkin masih shock dengan apa yang barusan terjadi. 

"Bentar lagi, kak Selia akan datang, Pak."

"Lalu, Sela, kapan pulang?"

"Dua hari lagi Pak, karena sedang ujian."

"Yaudah, pigi masakin dulu makanan! Setelah itu beri ibumu makan! Bapak ke rumah kakekmu sebentar." ucap bapaknya sambil pergi. 

"baik pak."

**Dua jam kemudian**

Shintya kembali ke kamar tempat ibunya beristrahat. 

"Bu, makan dulu!" Shintya membangunkan ibunya, lalu menyuapinya dengan telaten.  Tidak lama kemudian, pintu rumahnya terbuka, memperlihatkan sang kakak yang sudah kembali dari kota.

Sambil menangis, kakaknya menghampiri mereka. 

"Ya ampun Bu, kenapa bisa sakit begini. Maafin Selia Bu. Selia baru bisa pulang."

"Sudah kak, kita berdoa saja, semoga ibu bisa cepat sembuh." mereka pun berpelukkan. 

**Di sore hari**

Saat Shintya sedang menyapu halaman rumah, tiba-tiba, bocah kecil, anak tetangganya, menghampirinya. 

"Kak, tadi di sekolah,  ibu Dian nitip pesan, katanya kak Shintya di suruh menghadap kepala sekolah besok." ucapnya. 

"Lah, kenapa dek?" tanya Shintya keheranan. "Apa pengumuman lelulusan sudah keluar?" lanjutnya. 

"Wah, kemarin sudah keluar kak. Kakak belum tahu?" tanya balik bocah itu. Padahal pengumuman kelulusan nya sudah keluar 3 hari sesudah ibu Shintya di bawa ke rumah sakit. Ya, Shintya memang belum mendengar berita kelulusannya, karena sibuk mengurus pengobatan ibunya. 

"Aduh, kakak baru dengar." pekik Shintya sambil menepuk-nepuk keningnya. "Lalu, urusan kakak sama kepala sekolah, apa?" lanjutnya. 

"Gak, tahu kak. Tadi, ibu Dian, cuman bilang begitu." lalu bocah itu pulang. 

"Aku pulang dulu kak."

"Eh, iya, makasih ya." bocah itu mengangguk. 

"Apa jangan-jangan, aku tidak lulus?" tanya Shintya pada diri nya sendiri. Tiba-tiba, kakaknya mucul dari rumah, 

"Dek, kamu kenapa?" tanyanya heran.

"Eh, kakak, kagetin aja. Ini nih, tadi anak tetangga, bilangin, Shintya di suruh temui kepala sekolah besok."

"Buat apa?"

"Gak tahu juga, kak."

"Ya, udah, sana, belikan garam dulu."

"Iya, iya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status