Dua buah tas ransel milik pria indigo itu, sudah siap digendong sejak setengah jam lalu. Pagi itu Pak Saleg berencana mengantarkan Raizel, Egy dan yang lainnya ke rumah Pak Gunawan.
"Udah selesai beberesnya den?" ucpa Pak Saleh yang habis mandi, keluar dari dapurnya.
"Udah pak!" ucap Raizel menata keduavtas ranselnya berjajar.
"Dik? Ini anak-anak mau pamit!" teriak Pak Saleh memanggil istrinya yang masih di kamar.
"Iya, kang!" jawabnya membuka hordenf yang menutupi kamarnya.
"Egh, aden udah pada mau berangkat?"
"Iya nih Buk, kita mau langsung ke Rumah papah aja," balas Egy berpamitan.
"Terimakasih ya bu, atas tumpangannya semalan," imbuh Diva.
"Sama-sama neng," balasnya tersenyum ramah.
"Akang juga ikut pamit sebentar ya dik! Mau mengantar mereja ke rumah Pak Gunawan!"
"Iya kang, ati-ati!" ucap istrinya mencium punggung tangan Pak Saleh.
Nita sudah menyibukkan dirinya mencuci di belakang sejak subuh tadi, s
"Pak? Saya pamit dulu ya, lagi buru-buru soalnya!""Kok buru-buru banget?" ucap Gunawan basa-basi."Iya nih pak," balas saleh menunduk memberi hormat."Den? Bapak pamit ya!" ucap Pak Saleh kepada Raizel dan Egt."Oh iya pak, terimakasih udah dianter sampe sini dengan keadaan utuh," kekeh Egt bangkit dari dudukbya bersalaman dengan Pak Saleh."Bukan apa-apa den," tutup Pak Saleh meninggalkan mereka di ruang tamu.Mereka akhirnya melanjutkan pembicaraan denfan Ayah Egy. Raizel awalnya diam, diwakilkan oleh Egy , berusaha menyampaikan tujuan mereka menyusul Ayah Egy jauh jauh ke sana."Jadi? Tujuan kalian kemari apa?" tanya Pak Gunawan yang duduk di kursi paling ujung, tepat di sebelah Egy putranya."Sebenarnya, kira ada sesuatu penting yang harus di selesaikan di sini pah!""Sesuatu penting?" tanya Pak Gunawan penasaran dengan ucapan anaknya."Soal Ega pah?" ucap Egy menatap ayahnya yang kini menatapnya dengan khidm
"Huaaa..." teriak Raizel terkejut.Raizel terjingjat mundur melihat isi dari bungkusan kain kafan itu. Diva yang ikut terkejut menutupi mulutnya yang menganga karena hal tersebut."Ya Tuhan," sambung Diva."Santet!" ucap Raizel dengan sangat jelas."Rumah ini jelas diguna-gunai!"Raizel kembali mendekati kain berisi keris belumur darah segar yang tadi dilemparnya."Apa Ki Daweh, yang melakukan ini semua?" gumam Raizel yang suarajta terdengar oleh gadis di hadapannya."Ki Daweh?""Pria tadi Ki Daweh Rai?" tanya Diva meminta penjelasan."Iya," balas Raizel seraya mengangguk."Ki Daweh itu dukun yang semalem kan Rai?""Ngapain ya, dia merhatiin kita di luar sana! Kan bisa masuk jaa kalau emang ada perly!" tutur Diva begitu polos.Raizel tidak menanggapi pembicaraan Diva, dan memilih membungkus keris berdarah itu dengan kain kafan tadi."Bantuin gua Div," celetuk Raizel."Iya Rai!" ucapnya
"Rai!!!" teriak Egy yang mendapati temannya terbaring di rerumputan.Raizel tergeletak pingsan tak sadarkab diri di arel pekarangan sebrang balkon tadi. Diva melongo, sambil menutupi mulut dengan kedua tangannya karena melihat Raizel pingsan. Ia merasa tak percaya, belum lama semenjak dirinya meninggalkan Raizel di sana.Egy berlari, kemudian berjongkok dan segera memangku kepala temannya itu. Dia memasang mimik wajah sendunya sambil menepuk nepuk pipi mungil Raizel yang hampir memerah karena pukulannya. Vano melipat kedua tangan, ditemani Caca dan Cindy yang sibuk mengerubungi Raizel . Diva dan Ayah Egy berlutut di belakang Egy seraya mengelus pundak anaknya."Rai! Rai bangun!" panggil Egy berulang kali."Div? Raizel kenapa? Kok bisa pingsan gini ?" tambah Egy yang agak penasaran.Diva mengusap air mata bersalahnya yang membasahi sedikit pipi kirinya. Ia menggelengkan sedikit kepalanya karena tak tahu-menahu dengan apa yang dialami Raizel. Ia meny
Beberapa jam sebelum kejadian..."Kenapa gagal Kang! Gimana sih!"Suara perdebatan dua orang pria menyeruak dari sebuah rumah yang ukurannya tak terlalu besar. Dari balik jendela rumah kayu itu terlihat pria paruh baya yang sudah memasang raut wajah marah pada laki-laki tua yang duduk bersila di depannya."Saya sudah menunggu lama Kang! Seharusnya kemaren adalah hari yang tepat untuk membalaskan dendamku. Tapi apa ini! Gagal sudah!" protesnya.Pria tua itu adalah Ki Daweh, Ia menghela napas panjang sembari menenangkan pria di hadapannya itu."Iya sabar, akang pasti bantu kamu! Balas dendammu pasti terbalaskan!" jelas Ki Daweh tenang."Kemaren ada pengacau di sana! Bocah dari kota. Kini dia di rumah Gunawab bersama anak sulungnya.0"Iya sabar, kakang pasti tetep bantuin kamu buat balas dendam ... Kemaren ada pengacau, bocah dari kota yang tinggal dirumah Gunawan bersama anak sulung Gunawan"Sebagai dukun Ki Daweh terkenal
Aroma kuat dari makhluk-makhluk peliharaan Ki Daweh memenuhi sesak atmosfer kediaman dukun Teluh itu. Termasuk siluman ular yang sebelumnya mengacau di rumah Pak Gunawan sebelumnya.Rumah Ki Daweh terbilang cukup kecil, jika di tempati sebuah keluarga. Hanya ada 2 ruangan dan sebuah ruang tamu tempat dirinta menerima permintaan dari para kliennya. Tak jarang orang yang datang untuk meminta pesugihan, pelet pengasihan , hingga susuk pemikat. Beberapa pelanggan VVIP nya biasanya dari kalangan juragan. Seringkali juragan juragan itu datang untuk menyantet pesaing usahannya, atau juga pembalasan dendam.Ki Daweh duduk bersila, sambil memejamkan mata dalam posisi semedinya. Ia sedikit mengguratkan senyuman usai kedatangan makhluk suruhannya membawa hasil.Tidak jauh dari tempatnya bersemedi. Seorang gadis hasil tangkapan siluman ular peliharaannya, sudah dalam kondisi tak berdaya. Diva terduduk di sebuah bangku kayu dengan kedua tangan dab kaki yang terikat ke
Kemudian Raizel menyodorkan keris dengab beberapa bercak darah yang mulai mengering dari kedua sisinya ke arah Egy dan ayahnya."Kalian ingin lihat Ega?" tanya Raizel pada kedua ayah dan anak itu.Karena terkejut dengan pertanyaan yang disodorkan Raizel, mereka berdua saling beradu mata tak paham."Maksudnya?" sanggah Egy heran, menatap Raizel."Iya, aku akan coba mempertemukan kalian berdua dengan arqah Ega!" balas Raizel meyakinkan kembali."Ega di sini nak?" tandas ayah Egy."Hmmm..." gumam Raizel mengangguk."Baiklah nak, om mau mencobanya..." tutupnya.Mata dari ayah dan anak itu berkaca kaca seolah tak benar benar percaya dengan apa yang Raizel bicarakan. Setelah bertahun tahun wajah mereka tak bersua dengan gadis kecil kesayangannya."Ulurkan kedua tangan kalian!" perintah Raizel pelan."Genggam punggung tangan saya om!" imbuhnya berkata pada Gunawan.Raizel menggenggam gagang keris yang dibaluti guu
5 Tahun SilamDesa Bagaharuni, ruang hidup yang belum risak oleh tatanan kota. Masih asri dan belum terjamah. Senyum penduduk lokal yang masih kental terjaga. Manusia dan binatang hidup berdampingan layaknya berumah tangga dalam ekosistem. Penuh semenjana.Bukan pemandangan langka, jika bertemu satwa liar di jalanan desa. Burung Rangkong Paruh Putih, Macan Tutul, Kasuari hingga Babirusa.Listrik hanya tersedia hingga jam 5 sore, sisanya hanya obor dan lampu minyak yang dapat diandalkan. Tpi ada satu rumah yang punya akses listrik 24 jam. Kediaman milik Gunawan, juragan padi kaya raya, bergelimang harta. Ia punya genset pribadi di rumahnya.Rumahnya bertingkat 2 dengan cat putih yang masih cukup baru karena belum lama selesai di bangun. Hampir separuh sawah yang ada di desa adalah kepunyaannya. Ia beristri dan memiliki seorang putra bernama Egy dan putri bungsunya Ega.Meski punya rumah sebesar itu, bangunan mewah tersebut jarang di tempati. K
"Tolong anak saya pak?""Dia hilang!!" Gunawan berteriak teriak kebakaran jenggot."Tenang pak, tenang!! Gimana kronologinya?" tanya pak polisi hutan itu.Salah satu polisi hutan di sana berjalan menuju Gunawan, sambil membawa nampan."Duduk pak! Duduk dulu! Ini minum dulu," ucapnya menyodorkan segelas air putih.Gunawan segera menenggak habis air tersebut, dan mengelus dadanya pelan."Jadi gimana ceritanya pak? Gimana bisa hilang?""Tadi, waktu saya ke dapur. Anak saya, sendirian di halaman rumah,main ayunan. Tiba tiba waktu saya ngisi air di dalem, ada suara teriakan pak?""Menurut bapak siapa yang teriak?" tanyanya agak nyeleneh.Plakkk..."Ya anaknya lah, semprull!!" ucapnya seniornya menampol anak buah di sampingnya itu."Suaranya memang terdengar seperti anak saya pak, makanya saya langsung lari ke depan,""Di sana anak saya sudah tidak ada di tempat pak. Yang ada tinggal buku gambar yang berse