Mas Darma dan gund*knya masih tertegun ketika tiba-tiba saja Satya datang dan membelaku. Terlebih, Satya tak datang sendirian, melainkan dia datang dengan tiga orang berbaju hitam dan terlihat menyeramkan.“Wah, rupanya ada pahlawan kesiangan, nih,” ucap Mas Darma yang seolah tak takut dengan kehadiran Satya.Satya berjalan mendekat ke arahku dan juga mas Darma. Dia menatap tajam lelaki yang masih berstatus sah sebagai suamiku itu.“Aku bukan ingin terlihat baik atau sekedar mencari sensasi dengan membela Alia atas kasus ini, tapi aku masih punya hati nurani dengan tidak ingin membiarkan bayi sekecil itu berpisah dari ibunya dan diasuh oleh orang seperti kalian,” tutur Satya dengan menatap Mas Darma dan Nadia secara bergatian.Jika sebelum ini Nadia terlihat membusungkan dadanya seolah menatangku, tapi sekarang dia bak botol air mineral yang disiram oleh air panas. Sikapnya sama sekali tidak mencerminkan seorang wanita berkelas.Ciih! Memang dia tidak berkelas, kan?“Tutup mulutmu, ak
"Selamat, ya. Akhirnya kamu cerai sama Darma."Aku masih terdiam meski perkataan Satya terdengar nyaring di kedua telingaku. Bukan karena apa, aku masih sedikit tak percaya dengan status yang kini kusandang.Janda. Sebuah status yang kutahu adalah suatu hal yang paling ditakuti oleh banyak perempuan, tapi kami bisa apa ketika tak ada lagi yang bisa dijadikan alasan untuk tetap bertahan pada sebuah hubungan yang terlihat semakin menyakitkan dan tidak sehat.Ah ... Rasanya jika mengingat semua itu rasanya memang tak adil. Aku yang telah susah payah membantu Mas Darma membesarkan perusahaan ayahnya, tapi kini aku justru berpisah darinya.Namun tak apa, setidaknya aku memiliki mertua yang begitu bijaksana dan paham dengan apa yang kurasakan. Kedua orang tua Mas Darma sangat mendukungku. Mereka bahkan tak segan langsung menyerahkan perusahaan besar itu pada Arkan, anakku.Padahal semua orang tahu, bahwa saat ini Arkan masih balita. Satupun orang tak akan bisa memaksa bayi kecil itu untuk t
Kiya tak kunjung menjawab pertanyaanku begitu dia baru saja menjatuhkan vas bunga. Entah, rasanya ada yang janggal, tapi aku tidak tahu apa."Kiya ...." panggilku sekali lagi ketika dia masih berdiri mematung di tempatnya."Iy-iya, Bu. Maaf saya tidak sengaja. Tadi saya mau nawarin ke Ibu mau minum atau tidak," jawabnya yang kutahu sangat asal, karena aku hanya perlu meminta bantuan office boy untuk mengambilkanku minum."Benar kah?" kataku lagi menyelidik sembari melirik sekilas pada Mas Darma.Dia masih sama, berdiri dengan sorot amarah di kedua matanya. Ah, terserah dia saja karena aku sungguh tak peduli.Kiya mengangguk, lalu berniat hendak undur diri. "Kiya tunggu," panggilku menghentikan langkahnya.Dia berbalik ke arahku, tapi tak berani menatap wajahku seperti pertama kali kami bertemu beberapa saat yang lalu. Aku jadi curiga, apa mereka ada hubungan spesial juga?"Nanti temui aku, ada hal yang ingin kubicarakan," tandasku sebelum mempersilahkannya pergi dari hadapanku dan Mas
Bagaimana bisa, dia mendapatkan beberapa perhiasanku? Sedang aku saja menyimpannya di tempat yang selalu kukunci rapat."Kenapa, Nyonya? Anda terkejut?" ucapnya dengan menyeringai.Benar-benar serigala berbulu domba!"Darimana kamu dapatkan semua itu?"Bukannya langsung menjawab pertanyaanku, Nadia justru tertawa lantang dan berdiri tepat di hadapanku. Kini aku tak lagi bersanding dengan seorang babysitter, melainkan seorang rival."Ah, bahkan mantan suamimu itu terlalu bucin denganku, Bu. Andaikan saat itu aku minta segunung berlian, pasti akan dia tepati juga. Namun sayang, aku hanya meminta beberapa perhiasanmu saja," terangnya membuatku semakin marah.Aku menatapnya dalam. Suasana hatiku yang sangat bagus karena akan bertemu orang tua Mas Darma kini menguap begitu saja karena kelakuan Nadia yang membuat emosiku memuncak."Sudah, ya. Aku permisi dulu. Kemarin aku lupa membawa semua ini, jadi hari ini kuambil. Ini kan hakku, Mas Darma sudah memberikannya padaku," ledeknya.Dadaku ke
“Bu, cepat ke kantor. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan,” terang Kiya lewat sambungan telepon.Aku mengernyitkan dahi, tak biasanya dia menyuruhku untuk datang ke kantor sepagi ini. Biasanya meski ada masalah di kantor dia akan menungguku sampai aku tiba, tidak memaksaku untuk datang segera seperti ini.Gegas kuserahkan Arkan pada Sari, lalu mengambil tas selempang yang ada di kamar dan melesat ke kantor. Suara Kiya panik, sepertinya memang benar ada suatu masalah yang serius di kantor.Sekitar setengah jam perjalanan akhirnya aku sampai di kantor dengan sangat terburu-buru. Kucari keberadaan Kiya. Rupanya dia sudah berada di ruanganku sejak satu jam yang lalu.“Bu, lihat. Sepagi ini dan sudah ada orang misterius mengirimi anda sebah bingkisan yang sangat aneh,” ucapnya ketika aku masuk dengan tatapan heran.Sebuah kotak berwarna cokelat tergeletak di atas mejak kerjaku. Tak ada kartu ataupun kertas yang menerangkan siapa pengirim bingkisan itu.“Apa yang membuatmu merasa aneh
Satu masalah belum selesai kini masalah baru sudah muncul dihadapanku. Ketika aku memang baru saja berfikir mengenai sosok lelaki yang beberapa waktu yang lalu bertemu dengan Mas Darma dan Nadia, serta hubungannya dengan terorku pagi tadi. Kini, satu buah teror sudah muncul di hadapanku.Apa mungkin, ini adalah ulah satu orang yang sama? Tapi siapa? Ingin menuduh Mas Darma pun saat ini aku belum memiliki bukti yang cukup kuat karena saat itu aku tidak bisa melihat wajah lelaki itu dengan jelas.Ah, rasanya kepalaku seperti mau pecah.Entah kenapa Tuhan memberikanku cobaan sebanyak ini tanpa seorang pun yang bisa kujadikan sandaran. Kupandangi mobilku yang telah tak berbentuk. Ingin marah pun pada siapa karena saat ini aku sama sekali belum tahu mengenai orang yang telah dengan sengaja menerorku.“Hallo, Pak. Tolong jemput aku di taman kota sebelah timur. Dan juga bawa orang bengkel ke tempat ini, mobilku bermasalah,” ucapku pada Pak Abdul, sopir keluargaku yang memang kutugaskan khus
Hari ini telah kumantapkan hatiku untuk segera mendaftarkan diri ke kantor pengadilan agama. Untuk apa lagi jika bukan gugatan cerai? Ya, aku memang sudah yakin jika ingin menggugat cerai Mas Darma karena sampai sekarang dia pun tak ada itikad baik untuk berubah dan ingin kembali denganku.Tak masalah, toh aku juga sudah tidak butuh lelaki sepertinya. Biar dia bahagia dengan pilihannya, bahkan dengan seleranya yang rendahan itu. Aku kira, seorang BabySitter di rumah akan meringankan pekerjaanku. Namun ternyata dia tak hanya meringankan pekerjaanku melainkan sangat membuatku sangat ringan karena dengan begitu aku bisa tahu bagaimana keadaan dan kondisi suamiku yang sebenarnya.Sepanjang perjalanan aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk melamun. Kuremas dadaku sendiri, rasa sakit yang kian menelusup dalam dada ini rasanya perlahan begitu menggerogoti kebahagianku.Sedikit banyaknya aku masih belum terima dengan status baru yang nantinya akan kusandang setelah permohonanku dikabulkan
"Kakak, ini bunga. Dari orang itu," ucap seorang anak laki-laki penjual tissu menyerahkan sebuah mawar merah kepadaku dengan menunjuk seorang lelaki di seberang sana.Aku memicingkan mata, berusaha mencari sosok lelaki yang di tunjuk oleh anak itu dengan jelas. Dan betapa terkejutnya Irvan duduk kursi taman seberang sana dengan membawa sebucket mawar merah yang sangat cantik. Dia tersenyum, lalu menghampiriku.Tubuhku masih saja membeku, rasanya tak percaya dengan apa yang baru saja kulihat. Sebuah bucket bunga mawar merah dengan beberapa hiasan cantik dipinggirnya."Bunga yang cantik untuk wanita yang cantik dan kuat," ucap Irvan ketika sampai di hadapanku."Maksud kamu?""Ya terima aja dulu, nanti juga paham." Dia kembali berujar, membuatku mau tak mau menerima bunga yang telah disodorkan padaku."Aku tahu kamu sedang banyak masalah, itulah sebabnya aku kasih bunga biar kamu semangat lagi," tuturnya membuatku tersentuh."Sudah, nggak usah dipikirin dari mana aku tahu semua tentangm