Alvaro mendapatkan kabar dari Anjani kalau wanita itu akan segera ke restoran yang sudah diberitahukan olehnya. Sementara saat ini dia sedang menemani sang nenek di sana.
Anjani juga memberitahukan kalau dia akan tiba setengah jam lagi karena keadaan yang sedikit macet.
“Kamu dengar nggak nenek cerita?”
“Ya, Nek. Aku dengar.”
“Kamu bisa-bisanya ditendang dari rumah sama Papa kamu. Lagian kamu juga kan mau nikah sama, Rena.”
“Jangan bahas dia, Nek. Nenek tahu sendiri kan kalau kesalahan itu nggak akan pernah bisa bikin semua balik.”
“Emang masalah apa?”
Tidak mungkin cerita untuk saat ini. Apalagi Anjani yang akan datang kemari, kalau Anjani datang sudah pasti digampar oleh neneknya Alvaro yang sudah menghancurkan hubungan pria itu dengan wanita lain.
Mereka makan bersama sampai Anjani menghubungi.
Alvaro mengangkat tangannya ketika Anjani datang. Wanita itu menghampirinya dan ia mempersilakan wanita itu duduk. “Duduklah!”
Anjani melepaskan tasnya dan berkata. “Nenek, kita ketemu lagi?”
Ekspresi Alvaro malah menatap ke arah neneknya yang juga menyambut hangat Anjani. “Kaki Nenek baik-baik saja?”
Sialan, berarti yang ditolong oleh Anjani waktu itu adalah neneknya Alvaro sendiri. Namun malah diusir olehnya ketika terlambat datang ke kantor. “Barusan Nenek cerita sama kamu soal dia. Nenek nggak sempat tanya namanya atau nenek yang lupa sama namanya. Yang penting ketemu di sini.”
Beruntung tidak dia katakan siapa wanita gila yang menghancurkan hubungannya. Bisa-bisa Alvaro mati kutu karena neneknya di sini dan bertemu dengan Anjani. “Kaki saya sudah membaik. Terima kasih bantuan kamu waktu itu. Terus gimana? Kamu bilang buru-buru waktu itu, kan.”
“Iya, Nek. Nggak diterima tapi di kantor itu. Tapi nggak apa-apa. Hari ini sudah mulai kerja di sini.”
Wanita ini juga tidak mengatakan yang menolak dan mengusirnya dari perusahaan adalah Alvaro. Berarti dia konsisten untuk sama-sama menjaga rahasia berdua. “Kamu beneran kerja di sini?”
“Ya, saya kerja di sini, Nek.”
“Syukurlah, kita bisa ketemu setiap hari. Kebetulan restoran ini punya cucunya Nenek. Nih bos kamu cucu Nenek.”
Tatapan mereka berdua tajam saling tatap seolah arus listrik sedang menjalar antara mereka. Anjani langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat mencari kesadaran. Ingat bahwa mereka akan tinggal berdua, itu paling mengerikan.
Selesai makan, Alvaro bangun dari tempat duduknya. “Nenek bilang tadi mau istirahat. Nenek pulang dulu, ya. Aku mau ngomong sama Anjani, dia hari ini pertama masuk. Jadi perlu perkenalan.”
Padahal dia ingin mengusir neneknya sendiri karena sudah bertemu dengan Anjani mungkin akan jadi bencana. Apalagi kalau sampai keceplosan.
Neneknya sudah pergi. Alvaro berkacak pinggang sewaktu mengajak Anjani masuk ke dalam ruangan khusus dan menatap wanita itu dengan lekat. “Kenapa kamu nggak bilang yang kamu tolong itu adalah Nenekku?”
Anjani malah mengangkat kedua bahunya. Lalu mengatakan. “Aku ini bukan orang yang punya kekuatan supranatural, ya. Juga nggak ada tuh tulisan 'Neneknya Alvaro' di kalung Nenek. Aku kan sudah bilang nggak bisa abai sama hal seperti itu. Apalagi di sana cuman ada aku.”
Pria itu menarik napas dalam-dalam. “Oke, pertama aku ucapkan terima kasih. Kedua aku minta maaf atas apa yang aku lakukan ke kamu tanpa dengerin penjelasan kamu di kantor waktu itu. Dan yang ketiga, tolong jangan bilang ke Nenek kamu ditolak di perusahaanku. Kita sama-sama saling sembunyikan.”
“Aku tahu itu.”
Pria itu kemudian menganggukkan kepala dan bagus kalau Anjani paham. “Surat kontrak kamu sudah aku kerjakan. Tinggal tanda tangan dan bawa pulang. Kamu besok bisa pindah ke rumahku.”
Anjani menatap Alvaro dengan sinis. Lalu kemudian dia memeluk tubuhnya sendiri. “Pikiranmu liar, aku bukan orang yang ada di dalam pikiranmu.”
“Tapi kamu kelihatan mesum.”
Baaaaaam.
Alvaro merasa ditampar oleh ucapan dari wanita ini. “Kamu itu nggak ada rem ya kalau ngomong. Main nyablak gitu lho.”
Anjani menutup mulutnya. “Ya udahlah, yang penting kamu bisa masak.”
“Bisa, di rumah sering masak.”
“Mana nomor rekening kamu?”
Wanita itu mendongakkan kepala menatap Alvaro. “Langsung gajian?”
“DP doang ya, biar kamu nggak bisa lari. Otakku sudah mumet, Anjani. Jangan tambah beban, apalagi ngaku lagi hamil. Aku bisa gila.”
“Nggak lagi, Pak. Sumpah nggak bakalan.”
Alvaro menyodorkan ponselnya. “Masukin nomor rekening kamu. Kita ketemu besok di rumahku. Kamu datangnya agak pagian, ya.”
“Barang aku banyak, Pak.”
“Kirim mulai hari ini.”
Alvaro kemudian mengirimkan sejumlah uang.
Wanita itu merasa belum bekerja tapi sudah digaji. “DP 40 juta. Kamu jangan lari. Gaji kamu beda nanti. Itu sebagai permulaan. Jangan bawa lemari kamu, ya. Aku cekik kamu kalau bawa lemari ke rumah.”
“Iya deh iya.”
Tapi Anjani membelalakkan matanya menyadari uang yang disebutkan tadi empat puluh juta. “Ini lagi nggak bercanda, kan?”
“Nggak, itu buat kamu urus diri kamu selama di rumahku. Uang itu untuk biaya kamu selama tinggal nanti. Sedangkan gaji kamu silakan kirim ke orangtua seperti yang kamu bilang.”
Anjani tersenyum pada pria itu.
Sial, Alvaro kehilangan kesadaran. Kenapa wanita ini cantik sekali?
Anjani baru tersenyum dan baru pertama kali ini terlihat berdandan dan serius untuk penampilan.
“Satu hal, jangan pakai celana pendek di rumahku.”
Anjani mengiyakan. “Aku nggak punya celana pendek.”
“Oke.”
“Uangnya boleh dipakai nggak?”
“Silakan, itu hak kamu. Yang penting besok jangan terlambat. Kamu harus siap-siap juga. Ohya aku lupa bilang, restoran bukan hanya satu ya. Nenek serahkan ini semua ke aku barusan. Yang di kelola ada tujuh. Kamu urus semua.”
“Heh?”
“Gaji naik, kamu tenang saja. Kamu nanti fasilitasnya mobil, sana sini kamu urus apa yang jadi keluhan. Kamu nggak setiap hari kelilingi semuanya. Paling seminggu sekali. Apa pun keluhan kamu harus ngomong!”
“Baik, Pak.”
“Kamu panggil, Al! Nggak usah panggil Bapak. Aku nggak pernah nikah sama Ibu tiri kamu.”
Anjani menghentakkan kakinya kesal dengan jawaban dari pria itu. “Kamu menyebalkan juga.”
“Kamu lebih menyebalkan, nggak ngomong soal Nenek.”
Anjani lagi-lagi harus menghadapi pria itu dengan pertanyaan yang sama. “Aku sudah bilang aku nggak tahu, Al. Kamu nggak ngerti banget sih.”
Pria itu menjambak rambutnya. “Aku mau gila kehilangan pekerjaan.”
“Kan restoran ada tujuh. Ya jalani, kita kerja sama.”
“Sial, aku putus cinta, Anjani. Kamu benar-benar wanita paling sialan yang aku kenal.”
“Eiiiiits, nanti Tuhan marah lho kamu bilang begitu. Nggak boleh benci sama orang, ya. Mama pernah bilang kalau terlalu benci sama orang nanti jatuh cinta.”
Alvaro sudah ditembak dengan ucapan itu oleh Anjani. Kalau boleh jujur, Anjani lebih cantik dibandingkan dengan Rena.
Pria itu menggelengkan kepalanya dan kemudian berkata. “Terserah.”
“Terima kasih, Pak.”
“Jangan bilang, Bapak! Yang ada kamu ya yang jatuh cinta ke aku.”
“PD bener.”
Hidupnya sudah berubah, bertemu wanita gila seperti Anjani. “Tanda tangan itu dulu dong! Terus kamu pergi juga nggak masalah.”
“Nanti aku bawa barang ke sana, Kak.”
Alvaro mengangguk lebih suka dipanggil kakak dibandingkan bapak seperti tadi. “Nenek sepertinya bakalan nyariin kamu terus. Ingat jaga jarak sama, Nenek! Aku nggak mau ada salah paham apa pun.”
“Iya, Kak. Aku pergi dulu kalau begitu. Ini sudah aku tanda tangani dan boleh dibawa pulang!”
“Iya, kamu berikan ke orangtua kamu sebagai bukti kontrak kerja dan surat izin kamu untuk tinggal di tempatku.”
Anjani sudah selesai menyiapkan semua barang-barangnya. Beruntung juga orangtuanya percaya kalau Anjani bekerja di salah satu restoran dengan memegang beberapa kendali di sana untuk mengurus restoran milik Alvaro, yang sebenarnya dia adalah asisten di rumah pria itu sebagai juru masak pribadinya pria tersebut.Ia memilih taksi online untuk mengantarkannya. Mulai dari pakaian dan juga sepatu serta alat make up sudah disiapkan oleh Anjani, hanya menunggu papanya untuk pulang. Dia ingin meminta izin dengan baik-baik pada papanya. Untuk saat ini Anjani juga sudah bersama dengan kedua adiknya dan juga mama tirinya.Mereka mengobrol sebelum Anjani berangkat.“Pesan Mama hanya satu sama kamu. Jaga diri baik-baik saat kamu lepas dari pengawasan. Jangan kecewakan Mama sama Papa.”Anjani juga tahu bagaimana harus mengurus dirinya dengan baik. Apalagi hanya ada dia di rumah ini yang perempuan. Maka, mau tidak mau harus tetap menjaga diri dengan sangat baik. Wanita itu kemudian tersenyum kepada m
Alvaro sedang menelepon dengan salah satu anak buahnya di kantor sang papa yang sampai saat ini masih ada di sana. Tapi dia juga butuh informasi banyak mengenai perusahaan tersebut. Akan tetapi apa untungnya berharap pada perusahaan sang papa untuk saat ini. Lebih baik fokus untuk mengatur siasat cara agar penjualan di restorannya ini terus meningkat.Namun, saat Alvaro sedang sibuk dengan semua laporan itu. Tiba-tiba saja dia mencium aroma masakan yang sangat enak sekali. Beberapa waktu lalu Anjani mengatakan kalau dia akan masak mulai hari ini untuk Alvaro.Tapi begitu dia sibuk bekerja. Malah tercium sekali masakan itu. Meskipun dia izin untuk tidur tadi.Dia segera menyelesaikan teleponnya dengan anak buahnya. Kemudian keluar dari kamarnya untuk menuju ke dapur. Dilihatnya Anjani sedang menata piring di atas meja dan sudah siap untuk hidangan kali ini.“Apa sudah selesai?” Alvaro menghampiri. Anjani mengangguk mendengar pertanyaan Alvaro.“Ya. Semua sudah selesai. Mau langsung mak
Paginya Anjani tidak dibuat berantakan oleh Alvaro, pria itu juga tidak membuatnya harus buru-buru melakukan apa pun. Malah Alvaro sangat santai sekali saat Anjani menyiapkan sarapan juga menyetrika bajunya tadi. “Lain kali kamu nggak usah nyuci. Laundry saja!” “Ada mesin cuci, nggak usah boros duit.” Pria itu yang santai sekali mendengar jawaban dari Anjani. “Apa kamu tidak lelah?” “Akan lebih lelah kalau aku tidak mengerjakan apa-apa. Gajiku tidak sedikit.” “Gajimu hanya untuk tugas restoran saja sebenarnya. Tapi karena kamu mau mengerjakan tugas rumah. Mau nggak mau aku harus tambahin.” Anjani tidak berharap seperti itu. Numpang hidup di rumah Alvaro bukan berarti dia bebas melakukan apa pun. Sebagai wanita yang sadar kalau dirinya tidak bisa melakukan banyak hal di sini. Maka dia memang harus melakukan pekerjaan rumah. Hidup numpang dengan Alvaro kurang enak apalagi? “Hari ini kita akan pergi ke restoran bukan?” “Tentu saja. Kamu juga harus ke sana, kamu terima banyak tugas
Alvaro datang ke kantor karena permintaan dari papanya. Selesai dari restoran dan sudah mengantarkan Anjani pulang juga. Waktu dia di dalam ruangan, tiba-tiba saja papanya mengatakan. “Kamu sudah temukan wanita yang akan kamu nikahi?”Tapi benar-benar di luar dugaan bahwa orangtuanya masih menganggap itu adalah hal yang serius. Mana mungkin juga Alvaro hancurkan nama baik keluarga dengan cara yang seperti itu. “Aku nggak lakukan itu, Pa.”“Nggak akan ada orang yang teriak-teriak untuk minta tanggung jawab kamu kalau emang nggak kamu lakukan, Al. Siapa yang nggak kaget dengan pernyataan itu? Kamu sendiri udah ngecewain kami semua.”Mau menjelaskan seperti apa lagi? Orangtuanya sudah tidak percaya dengannya. Alvaro sudah melakukan yang terbaik selama menjadi anak, tapi ini yang didapatkan. “Kalau Papa nggak percaya aku nggak masalah.”“Al, yang namanya hamil itu harus kamu pertanggungjawabkan. Papa hanya mau kamu untuk bersikap dewasa, Nak.”Tanggung jawab seperti apa? Menyeret Anjani a
“Anjani, kamu udah siap?”Gadis itu menoleh ke arah Alvaro yang dengan setelan rapinya di pagi hari. “Kakak mau ke mana?”“Kamu nggak mau dianterin pulang, nih”Alvaro mau mengantarkan Anjani pulang karena dia tahu bahwa Anjani anak satu-satunya perempuan di keluarga itu. Jadi mau tidak mau harus membawa Anjani ke sana. Berkenalan dengan orangtuaya Anjani juga tidak akan ada masalah.Anjani yang sedang menyapu di ruang tengah dihampiri olehnya. “Kakak mau ikut pulang emang?”“Ya, biar orangtua kamu juga tahu kamu kerja dengan baik di sini. Biar mereka tuh nggak khawatir.”“Tapi kak, mereka nggak tahu kita tinggal bareng.”“Jangan bilang begitu ke mereka. Aku juga kalau ketahuan orangtua, pasti bakalan nikah hari ini juga sama kamu. Jangan sampai ketahuan sama siapa pun kalau kita itu tinggal berdua.”Anjani menganggukkan kepalanya kalau ia tidak mau ketahuan juga oleh siapa pun bahwa tinggal bersama dengan Alvaro, jadi bencana besar bagi keluarganya. Ia juga tidak mau ketahuan bahwa d
“Benarkah ini Ibu tiri?” ucap Alvaro di dalam hati ketika melihat perlakuan ibu tirinya Anjani yang sangat ramah sekali. Juga sudah menyiapkan banyak sekali bahan makanan yang akan dibawa ke tempat tinggal mereka. Anjani mengaku tinggal di kos. Jadi dia menyiapkan semua ini oleh ibu tirinya.Kalau memang ibu tiri, tidak seperti ini perlakuannya. Namun, dia malah menganggap bahwa wanita itu adalah ibu kandungnya Anjani. Apalagi dua adiknya yang laki-laki seperti bukan orang asing saja. Mereka adalah anak yang berbeda ibu dengan Anjani. Tapi perlakuan mereka sangat baik sekali. Memberikan uang kepada Anjani hasil menyimpan uang mereka selama ini yang dipaksa kepada Anjani untuk menerima itu semua.Walaupun rasanya masih tidak percaya. Akan tetapi Anjani tetap bahagia sekali melihat wanita itu tersenyum.Gelak tawanya Anjani juga lepas sekali di sini. Mana pernah dilihat oleh Alvaro bahwa wanita ini ternyata wanita yang sangat ceria.Ketika pamitan, ia diberikan uang juga oleh papanya. Di
“Anjani.”Alvaro memanggil beberapa kali pada wanita itu. Saat dilihatnya Anjani sedang makan keripik kentang di ruang tengah sambil menonton televisi. “Ada apa, Kak?”“Besok ke kantor, ya. Kamu jadi sekretarisku.”"Heh?"Pulang-pulang malah mengungkapkan kepada Anjani bahwa kabar baik yang diberikan oleh Alvaro pada wanita itu. Dikembalikannya Alvaro ke kantor oleh Arman adalah kabar baik untuk saat ini. Kabar buruknya adalah dia tidak ingin kalau Anjani ketahuan telah melakukan kesalahan saat itu.Alvaro yang duduk di sebelah Anjani. “Tapi kamu nggak masalah tinggal sendirian? Jarak dari rumah kamu ke kantor juga cukup jauh. Kalau nggak keberatan, kamu tinggal di sini. Aku bakalan balik lagi ke apartemen atau di rumah orangtuaku. Nggak mungkin kita tinggal bareng lagi, Anjani.”Anjani menganggukkan kepalanya. Tidur sendirian di sini, kalau ada apa-apa juga harus mengurus sendiri. “Kakak tega ninggalin aku?”“Kenapa emangnya?”“Aku nggak pernah tinggal sendirian, Kak. Jadi kalau kaka
“Dek, kamu sudah siap belum?”Anjani mengambil tasnya, dipanggil adek oleh Alvaro. Ia seketika terdiam.Memangnya pria mana yang pernah memanggilnya seperti itu kalau bukan orang yang menaruh perasaan? Adik, artinya adalah untuk berkenalan lebih intim lagi. Itu yang dia ingat dari beberapa pria yang sedang mencoba mendekatinya dulu. Akan tetapi dia teringat sekarang ini kalau ternyata orang yang modus itu seperti ini.Ia bergegas ketika menyadari kalau ternyata dia harus buru-buru ke kantor. “Kak, nanti kan ada dua sekretaris. Nah yang satunya mau di kemanain?”“Dia akan ke Surabaya. Aku sama kamu ya berdua.”Akhirnya mereka berdua berangkat ke kantor. Hari pertama Anjani bekerja di sini.Harus mendapatkan nama yang baik juga di hadapan orangtuanya Alvaro nanti. Ingat kalau dia adalah orang yang menjadi pelaku pengusiran Alvaro.Alvaro keluar dari ruangannya, untuk mencari keberadaan Anjani yang sudah dua jam tidak kembali. Ada pekerjaan yang harus dilakukan oleh wanita itu.Begitu ia