Beranda / Romansa / Skandal Di Balik Meja Pengacara / Membayarku dengan Tubuhmu

Share

Skandal Di Balik Meja Pengacara
Skandal Di Balik Meja Pengacara
Penulis: AD07

Membayarku dengan Tubuhmu

Penulis: AD07
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-14 08:52:29

Hujan mengetuk kaca gedung pencakar langit malam itu, membuat lampu kota tampak seperti noda cahaya yang berlarian. Soraya Estenne berdiri di depan pintu kaca berukir nama DAMIEN VARGAN & ASSOCIATES, menahan napas. Tangannya sedikit gemetar, entah karena udara dingin atau karena namanya baru saja menjadi headline di seluruh media internasional.

Ia mengetuk sekali.

“Masuk,” suara bariton terdengar dari dalam, dalam dan berwibawa, seolah ia sudah tahu siapa yang datang.

Soraya mendorong pintu, melangkah masuk. Ruangan itu besar, elegan, dengan dinding kaca menghadap kota. Di balik meja kayu gelap, Damien Vargan duduk santai, jasnya masih rapi meski hari sudah larut. Tatapannya langsung mengunci pandangannya pada Soraya.

Beberapa saat ia memperhatikan Soraya, jelas perhatian tersebut tertuju pada lekuk tubuh Soraya. Menggiurkan.

“Madame Estenne,” katanya, pelan tapi cukup membuat udara di ruangan terasa lebih padat. “Duduk.”

Soraya melangkah, tumit sepatunya terdengar terlalu keras di lantai marmer. Ia duduk dengan punggung tegang, menahan diri untuk tidak meremas gaunnya. Ia tidak hanya gugup pada kasus yang dihadapinya, tapi juga terhadap tatapan Damien yang… sangat berani tidak sopan.

“Aku tidak bersalah,” katanya cepat, seperti mantera. Sekuat tenaga ia mengabaikan tatapan Damien. Harus terlihat kuat.

Damien menyandarkan tubuhnya, menautkan jari-jari di depan bibir. Senyumnya tipis, nyaris sinis. Tatapannya jatuh pada belahan dada. Tidak mencolok, tapi cukup membuat pelipis berkedut. 

“Itu yang semua klien katakan padaku.” Tatapannya tidak beranjak.

Soraya menyadari itu, tapi berusaha tetap tenang. Ia menatap Damien, marah sekaligus malu. “Nama saya dipakai tanpa sepengetahuan saya. Saya…”

“…menjadi wajah dari penggelapan dana bantuan internasional,” Damien memotongnya tenang. 

Kali ini tatapannya menelusuri wajah Soraya dengan lambat, seolah menimbang apakah ia mengatakan kebenaran atau hanya aktris yang sangat baik. Selain itu ia menelisik, tiap garis wajah jika di sentuh, sensasinya akan seperti apa.

Ia bangkit, berjalan mengitari meja. Langkahnya mantap, suara sepatunya terdengar mantap di ruangan yang sunyi. Ia berhenti di belakang kursi Soraya, cukup dekat hingga ia bisa merasakan bayangan tubuhnya.

“Masalahnya, Madame Estenne,” suaranya turun setengah nada, “media tidak peduli kau bersalah atau tidak. Mereka hanya butuh cerita. Dan malam ini, kau adalah cerita itu.” Suaranya berat, berbahaya. Dan Damien… sengaja.

Soraya menelan ludah. Ada bagian dari dirinya yang ingin bangkit dan pergi, tapi bagian lain justru terpaku di kursi. Rasa yang entah dari mana munculnya.

“Apa yang akan kau lakukan?” bisiknya.

Damien menyeringai samar. “Pertanyaan yang lebih tepat… apa yang akan kau izinkan aku lakukan?”

Ia melangkah ke samping, kini berdiri tepat di hadapan Soraya. Mata mereka bertemu. Ada sesuatu dalam tatapannya… tidak hanya profesional, tetapi nyaris intim. Sangat meresahkan.

“Aku bisa membersihkan namamu,” katanya perlahan. “Tapi aku butuh kau jujur. Tentang semuanya. Termasuk suamimu.”

Soraya membeku. “Suamiku?”

“Ya,” Damien mencondongkan tubuhnya sedikit, membuat jarak mereka terlalu dekat untuk sekadar percakapan formal. “Siapa yang benar-benar menjalankan permainan ini? Kau? Dia? Atau kalian berdua?”

Damien sengaja menjatuhkan pandangannya ke belahan dada Soraya. Tujuannya, jelas… ingin Soraya lebih gelisah.

“Ini bukan permainan.” Suara Soraya pecah, tapi matanya menantang. Berusaha tidak terprovokasi oleh Damien, meski nyaris mustahil.

Damien menatapnya lama, lalu perlahan tersenyum.

“Bagus,” katanya akhirnya. “Pertahankan itu. Kita akan menghadapi sidang media besok pagi.”

Soraya menghela napas, setengah lega setengah hancur. “Dan kalau kita gagal?”

Damien meraih map di mejanya, lalu meletakkannya di hadapannya.

“Kalau kita gagal,” ujarnya, tatapannya kembali tajam, “kau bukan hanya akan kehilangan reputasi. Kau akan kehilangan seluruh hidupmu.”

Hening menggantung di antara mereka. Di luar, kilatan petir memantulkan bayangan Damien di dinding kaca, membuatnya tampak seperti siluet yang berbahaya.

Soraya meremas jemari di pangkuan, jantungnya berdetak terlalu cepat. Ruangan itu terasa semakin sempit, seperti udara terhisap keluar oleh sikap dominant Damien.

“Suamiku…” suaranya hampir bergetar. Ia memejamkan mata sebentar, menahan rasa panik yang mendesak dari dadanya.

“Suamiku yang memintaku datang padamu.”

Damien, yang tadinya berdiri di hadapannya, berhenti bergerak. Pandangannya berubah. “Sudah kuduga. Tentu aku yang pertama kali muncul dalam otaknya.”

“Dia bilang… hanya kau yang bisa memastikan namaku dibersihkan.” Soraya menelan ludah. “Dia bilang, jika aku duduk di ruangan ini, kau akan menang. Apapun caranya. Tapi kenapa kau menekanku?”

Damien mendengus pelan, bukan tawa penuh, hanya seperti sesuatu yang mengusik sisi mulutnya.

“Aku suka dia. Dia tahu reputasiku.” Tanpa menghiraukan kalimat terakhir Soraya.

Soraya menatapnya, marah dan takut sekaligus. “Ini bukan lelucon, Tuan Vargan. Nama saya…”

“…sudah jadi bahan berita di tiga benua,” Damien memotong dengan tenang. Ia berjalan kembali ke mejanya, mengambil sebuah berkas, lalu melemparkannya di meja rendah di hadapan Soraya. “Lihat.”

Soraya menunduk. Di sana, halaman depan koran digital terpampang… fotonya, diambil di sebuah gala tiga bulan lalu. Senyumnya terlihat palsu di bawah judul berita… “Istri Diplomat Terseret Kasus Korupsi Dana Bantuan.”

Soraya merasa mual. “Mereka… mereka membuatku terlihat seperti aku bagian dari ini.”

Damien duduk di sisi meja, bukan di kursi, sehingga wajah mereka sejajar. “Karena untuk mereka, kau adalah bagian dari ini. Kau istrinya.”

“Aku tidak tahu apa-apa!” suaranya pecah, dan kali ini air mata mulai menggenang. “Aku tidak pernah menyentuh uang itu, aku bahkan tidak tahu rekening itu aktif sampai penyidik mengetuk pintu rumahku!”

Damien memandanginya lama, terlalu lama. Tatapan itu bukan sekadar menguji, ia sedang membaca setiap detail ekspresi Soraya.

“Kalau kau bohong,” katanya pelan, “aku akan tahu.”

Soraya membeku, nafasnya tercekat. Ada sesuatu pada cara Damien mengucapkannya, bukan ancaman kosong, tapi kepastian.

“Aku tidak bohong,” katanya akhirnya, suaranya nyaris berbisik.

Damien mendekat sedikit, cukup dekat hingga Soraya bisa mencium aroma aftershave-nya yang maskulin, bercampur kopi yang sudah dingin.

“Bagus,” katanya, suaranya rendah. “Karena aku tidak menyukai klien yang berbohong.”

Ia mengambil berkas lain, membuka halaman pertama, lalu mendorongnya ke arah Soraya.

“Ini adalah pernyataan yang akan kita rilis besok pagi. Aku akan berdiri di sebelahmu, menghadap kamera. Tapi aku butuh kau siap. Tidak ada air mata. Tidak ada goyah. Kau akan melihat ke lensa dan mengatakan persis seperti yang akan kita latih malam ini.”

Soraya mengangguk cepat, masih gemetar.

Damien menatapnya lagi, kali ini tatapannya sedikit melunak, meski suaranya tetap dingin.

“Ketakutanmu… simpan itu untuk nanti. Di ruang sidang, ketakutan adalah kelemahan. Di depan kamera, ketakutan adalah peluru untuk mereka yang ingin menjatuhkanmu.”

Soraya menghela napas panjang, mencoba menguasai dirinya. “Aku tidak terbiasa dengan ini.”

“Aku tahu.” Damien bangkit, berdiri di belakang kursinya. “Itulah kenapa aku di sini. Untuk memastikan kau tidak hancur.”

Ia berjalan menuju jendela besar yang menghadap kota, lalu berdiri di sana sejenak. Bayangan lampu kota memantul di wajahnya, membuatnya tampak seperti siluet yang berbahaya.

“Kau tahu,” katanya tanpa menoleh, “ada banyak cara untuk menang. Beberapa tidak akan kau sukai.”

Soraya menatap punggungnya. “Apa maksudmu?”

Damien berbalik perlahan, tatapannya menusuk.

“Aku tidak hanya membersihkan namamu. Aku akan menggali seluruh hidupmu, Soraya. Semua kebohongan, semua rahasia, semua yang kau pikir sudah kau kubur. Dan jika ada sesuatu yang bisa digunakan untuk menjatuhkanmu, aku akan menemukannya sebelum mereka menemukannya.”

Soraya terdiam.

“Dan kau harus memberitahuku,” lanjutnya, suaranya semakin pelan, “apakah kau siap untuk itu.”

Soraya memeluk lengannya sendiri, mencoba mencari kekuatan. Ia menatap Damien, mata pria itu tidak berkedip, seolah menunggu celah.

“Aku tidak punya pilihan,” katanya akhirnya.

Damien melangkah mendekat, berhenti hanya beberapa inci dari kursinya.

“Selalu ada pilihan,” katanya dengan nada yang entah kenapa terdengar seperti godaan. “Tapi untuk malam ini, kita mulai dengan pilihan ini, membiarkan aku mengambil alih hidupmu.”

Soraya menelan ludah. Tatapannya terkunci pada Damien, pada ketenangan yang hampir menakutkan itu.

“Kalau itu satu-satunya cara… lakukan.”

Damien tersenyum tipis, nyaris puas. “Bagus.”

Ia menepuk map di mejanya, lalu meletakkan pena di atasnya.

“Mulai sekarang, setiap kata yang keluar dari mulutmu akan kita kendalikan. Setiap senyum, setiap langkah. Kau akan menjadi cerita yang mereka tidak bisa sentuh.”

Soraya mengangguk, merasa jantungnya berdegup semakin cepat. Ia sadar, malam ini ia bukan hanya menyerahkan kasusnya kepada Damien. Ia menyerahkan seluruh hidupnya.

Damien memiringkan kepalanya sedikit, senyumnya berubah menjadi sesuatu yang samar, nyaris pribadi.

“Dan Soraya,” katanya sebelum melangkah kembali ke kursinya, “aku ingin kau membayarku secara pribadi. Dengan tubuhmu. Dan kalau ada yang tahu tentang pembicaraan ini, ku pastikan kau dan suamimu berakhir di penjara dengan penghinaan yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya.”

Soraya serasa berhenti bernafas.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Skandal Di Balik Meja Pengacara   Kau Menjebakku!

    Pintu tertutup dengan bunyi klik pelan yang terdengar seperti dentuman palu godam di telinga Soraya. Suara langkah kaki George yang menjauh di lorong apartemen semakin menegaskan kenyataan pahit itu.Dia ditinggalkan.Lagi.Ditinggal berdua dengan pria yang tatapannya terasa menguliti setiap lapisan pertahanan yang susah payah ia bangun. Soraya frustrasi, di tambah di tinggal lagi berdua dengan Damien, kekalutannya semakin menjadi.Keheningan yang ditinggalkan George terasa berat, membebani udara di antara mereka. Soraya masih berdiri mematung di tempatnya, tubuhnya gemetar hebat meski ia berusaha menekannya mati-matian. Teriakan yang tadi hanya menjadi cicitan nyamuk kini tersangkut di tenggorokannya, berubah menjadi rasa mual yang pekat.Damien tidak bergerak. Dia hanya berdiri di sana, dengan tangan masih terlipat di dada, memperhatikannya. Dia memindai Soraya dari ujung rambut hingga ujung kaki, tatapannya yang lekat dan analitis itu membuat Soraya merasa telanjang dan kotor.Pria

  • Skandal Di Balik Meja Pengacara   Sebanyak itu Saat di Ranjang?

    Malam ini rumah terasa terlalu sunyi. Soraya duduk di ruang keluarga, tangan terlipat di pangkuan, menatap layar televisi yang menyiarkan siaran langsung wawancara eksklusif George Estenne.Studio berita tampak elegan, pencahayaannya sempurna. George duduk tegap, setelan diplomatiknya tanpa cela, wajahnya memancarkan ketenangan. Soraya bisa mendengar bisik-bisik tim produksi sebelum kamera mulai merekam.“Selamat malam, Tuan Estenne,” sapa pewawancara dengan nada hormat. “Terima kasih sudah hadir di tengah situasi yang sedang memanas ini.”George mengangguk sopan. “Terima kasih sudah mengundang saya. Ini kesempatan untuk menjelaskan kepada publik.”Pertanyaan pertama langsung dilontarkan. “Ada banyak spekulasi tentang mengapa dana bantuan internasional itu bisa masuk ke rekening pribadi istri Anda. Bagaimana penjelasan Anda?”George menarik napas perlahan, menatap kamera dengan sorot mata tenang. “Pertama-tama, saya ingin mengatakan bahwa kami sepenuhnya bekerja sama dengan pihak berw

  • Skandal Di Balik Meja Pengacara   Aku suka Keringatnya

    Pagi itu, ruang konferensi di kantor Damien terasa seperti panggung perang. Map berisi pernyataan media sudah tersusun rapi di meja. Soraya berdiri di sudut ruangan, memandangi layar televisi yang menyiarkan ulang cuplikan konferensi pers kemarin. Suaranya sendiri terdengar asing di telinga, kaku, seperti orang yang sedang belajar membaca.Pintu terbuka. George masuk, setelan diplomatiknya sempurna, dasinya senada dengan saku jas. Tatapannya dingin namun senyumnya tetap ramah. “Bagaimana perkembangan istriku?” tanyanya ringan, seolah ini hanya rapat santai.Damien menoleh, bersandar pada meja dengan tangan terlipat di dada. Sorot matanya dingin tapi sedikit menyeringai. “Perkembangan?” Ia mendengus pendek. “Istrimu cukup payah. Untuk membuatnya mengatakan satu kalimat dengan tegas saja butuh keringat berliter.”Soraya terperangah. Darahnya berdesir panas, bukan hanya karena kata-kata Damien, tapi karena nada suaranya yang begitu santai seakan ia sedang membicarakan seseorang yang tid

  • Skandal Di Balik Meja Pengacara   Maaf, Aku Terlambat

    Soraya duduk di ujung ranjang, gaunnya belum berganti. Matanya terpaku pada jam dinding yang jarumnya mendekati angka delapan. Baru saat itu ia teringat janji dengan Damien. Malam ini mereka seharusnya bertemu untuk latihan pernyataan media, menyiapkan strategi untuk konferensi berikutnya. Dadanya sesak.Ia meraih ponsel, ingin mengetik pesan, tetapi pintu kamar terbuka. George Estenne berdiri di ambang pintu. Senyum hangatnya seharusnya menenangkan, tetapi Soraya justru semakin tegang.“Kau belum ganti baju?” tanya George, suaranya terdengar lembut, seperti biasa.Soraya berdiri cepat. “Aku… baru ingat. Aku ada janji dengan Damien malam ini. Kami harus latihan…”Adrian menghentikan langkahnya, lalu tersenyum lebih lebar. “Tenang saja. Kau bisa menemuinya setelah makan malam. Damien tidak akan pergi ke mana-mana.”“Tapi ini penting. Dia bilang…”“Tidak ada tapi,” potong George, suaranya tetap tenang tapi tajam. “Kita belum makan bersama ejak siang. Duduklah bersamaku. Kita makan seper

  • Skandal Di Balik Meja Pengacara   Punya sesuatu dengan Pengacaramu?

    Lampu kamera berkilat-berkilat seperti badai petir. Dari balik tirai, Soraya melihat siluet wartawan yang bergerombol, suara mereka riuh, memanggil-manggil namanya, nama suaminya, bahkan nama negara tempat ia lahir. Tangannya dingin dan basah.Ia menarik napas panjang, mencoba mengingat setiap kata yang Damien latih semalam. Tapi kepalanya penuh dengan suara—suara komentar berita, suara tetangga diplomat yang menatapnya dengan iba, bahkan suara suaminya yang berkata, “Damien Vargan akan membersihkan nama kita. Kau hanya perlu percaya padanya.”Pintu belakang panggung terbuka. Damien masuk dengan langkah mantap, jas hitamnya sempurna, dasi gelap rapi di leher. Soraya mendongak, dan untuk sesaat, ketakutannya mereda hanya karena tatapan itu, tajam, dingin, namun entah bagaimana menenangkan.“Kau siap?” suara Damien rendah, nyaris berbisik.Soraya menelan ludah. “Aku… aku tidak tahu.”Damien berhenti hanya beberapa inci darinya. Bau aftershave-nya yang segar menembus kepanikan Soraya. Ia

  • Skandal Di Balik Meja Pengacara   Membayarku dengan Tubuhmu

    Hujan mengetuk kaca gedung pencakar langit malam itu, membuat lampu kota tampak seperti noda cahaya yang berlarian. Soraya Estenne berdiri di depan pintu kaca berukir nama DAMIEN VARGAN & ASSOCIATES, menahan napas. Tangannya sedikit gemetar, entah karena udara dingin atau karena namanya baru saja menjadi headline di seluruh media internasional.Ia mengetuk sekali.“Masuk,” suara bariton terdengar dari dalam, dalam dan berwibawa, seolah ia sudah tahu siapa yang datang.Soraya mendorong pintu, melangkah masuk. Ruangan itu besar, elegan, dengan dinding kaca menghadap kota. Di balik meja kayu gelap, Damien Vargan duduk santai, jasnya masih rapi meski hari sudah larut. Tatapannya langsung mengunci pandangannya pada Soraya.Beberapa saat ia memperhatikan Soraya, jelas perhatian tersebut tertuju pada lekuk tubuh Soraya. Menggiurkan.“Madame Estenne,” katanya, pelan tapi cukup membuat udara di ruangan terasa lebih padat. “Duduk.”Soraya melangkah, tumit sepatunya terdengar terlalu keras di la

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status