Share

Pertemuan Pertama

Ramon meninggalkan Vero yang masih berada di dalam kamar mandi dan membersihkan diri. Ada sebuah perasaan sedih yang tiba-tiba menjalar di dalam diri Vero. Meski ia sudah tahu sejak awal bahwa dirinya hanya lah menjadi pelampiasan saja bagi Ramon. Bahkan, sampai saat ini Ramon tidak pernah mengatakan cinta pada Vero.

“Apa yang akan terjadi selanjutnya antara aku dan Ramon kalau Miana datang? Apakah aku akan benar-benar tercampakkan? Aku ... sepertinya itu akan aku alami,” isak Vero yang kembali mengenang nasib buruknya itu di depan cermin rias.

Mereka menjalani hubungan begitu saja dan atas dasar suka sama suka. Apalagi, Ramon juga memberikan nominal uang belanja yang tidak sedikit pada Vero setiap minggunya. Memang sikap Ramon sangat lembut dan penyayang pada Vero.

Tapi, itu hanya saat mereka berdua saja. Jika mereka sedang di kantor, Vero dan Ramon bersikap sangat professional dan sangat menjaga jarak. Sehingga, tidak satu pun kabar miring beredar tentang mereka berdua, meski mereka adalah CEO dan sekretaris.

Biasanya, dua jabatan yang saling berhubungan itu akan santer dengan isu-isu miring karena memang banyak sekali terjadi affair antara bos dan bawahannya itu. Namun, berkat kerja sama Vero dan Ramon hal itu tidak berlaku untuk mereka berdua.

Tentu saja itu sangat menguntungkan bagi Ramon. Di mana ia harus menjaga perasaan tunangannya yang tak lain adalah anak seorang pengusaha kaya yang sudah dijodohkan dengannya demi kepentingan bisnis. Tidak menutup kemungkinan juga andai Miana tahu affair Ramon dengan Vero, pria itu sama sekali tidak peduli.

“Aku berasal dari keluarga yang berantakan. Ayahku penjudi dan suka bermain wanita, sedangkan adik laki-laki seorang pencandu yang selalu saja kena masalah hukum. Aku tidak bahagia dalam keluargaku dan kurang perhatian juga kasih sayang. Hanya saat bersamamu, aku bisa mendapatkan semua itu dan merasakan hidup yang sesungguhnya,” ungkap Vero sembari menatap wajah Ramon di layar ponselnya saat ini.

“Tidak! Aku tidak boleh lemah dan menyerah. Masih ada Key yang harus aku perjuangkan masa depan dan hidupnya. Aku akan melakukan semuanya demi Key,” batin Vero pula dengan penuh tekad saat mengingat adik bungsunya yang masih berkuliah.

Hanya untuk Key lah selama ini Vero berjuang keras mendapatkan uang dan membiayai semua kebutuhan Key. Itu juga karena hanya Key lah satu-satunya anggota keluarga yang dekat dan peduli dengannya.

“Kenapa dia harus kembali begitu cepat? Atau kah aku yang sudah terlalu nyaman menikmati tubuh dan sentuhan yang tidak seharusnya aku miliki?” tanya Vero bermonolog sambil memperhatikan penampilannya di depan cermin.

“Apakah setelah ini, aku dan Ramon tidak akan bisa lagi bertemu dan bercinta seperti biasa lagi?”

Ada raut kesedihan yang terpancar jelas di wajahnya. Tentu saja Vero merasa tidak bisa melepaskan Ramon begitu saja. Tetapi dia juga tidak bisa menahan Ramon karena memang Ramon bukan lah miliknya. Tiba-tiba saj ponsel Vero berdering dan itu adalah panggilan dari Mr. R yang tak lain adalan nama untuk Ramon. Dengan wajah sumringah, jemari lentik Vero menggeser gambar telepon berwarna hijau itu ke atas dan menjawab panggilan Ramon dengan sangat lembut.

“Apa kau sudah merindukanku secepat ini?” tanya Vero dengan nada manja dan menggodanya.

“Apa maksudmu? Di mana kau sekarang? Apa kau mau dipecat?” tanya suara perempuan dengan nada tinggi dan nyaring yang bahkan tidak menjawab pertanyaan Veronica tadi.

Jantung Vero serasa akan meloncat ke luar saat mendengar semua itu. bagaimana tidak, jika yang bicara dengannya saat ini adalah Miana. Tunangan Ramon yang terkenal sangat ambisius, galak, dan kasar.

Dia suka memerintah semua karyawan di sana sesuka hatinya seolah ia sudah menjadi nyonya besar di perusahaan itu. Dan tentu saja Ramon mendiamkan saja sikap tunangannya itu. Meski Ramon memang mencintai Miana, ia tentu saja juga memanfaatkan Miana karena Miana adalah anak dari pengusaha nomor satu di negara itu.

“Ma-maaf, Nona. Saya ada urusan di luar kantor dan tadi sudah izin sama Tuan Ramon,” jawab Vero yang tak ingin disalahkan sepihak. Tentu saja Ramon harus membantunya dalam masalah ini.

“Benar kah begitu?” tanya Miana seolah enggan untuk percaya.

“Tentu saja, silakan tanya pada tuan Ramon sendiri, Nona.”

“Sayang, apa dia sudah minta izin padamu? Mengapa kau membiarkannya pergi? Sudah kukatakan untuk jangan terlalu baik pada bawahan, mereka bisa menginjakmu nanti!”

Vero mendengar pertanyaan dan omelan Vero dari seberang telepon, yang tentu saja itu ia tujukan pada Ramon. Namun, Vero tidak bisa mendengar jawaban yang diberikan Ramon pada wanita manja dan posesif itu.

“Vero! Cepat ke kantor dan bawakan aku cake red velvet dari Keke Bakery. Setelah itu buatkan aku the hijau buatanmu sendiri. Kau tahu kan, aku hanya percaya minuman yang kau buat saja jika di kantor ini?”

“Ba-baik, Nona Miana. Aku akan segera datang, kebetulan ini juga tidak jauh dari kantor.”

“Sudah berapa kali aku katakan, jangan memanggilku dengan nama lengkap seperti itu! Cukup Mia saja!” teriak Miana dengan nada tinggi hingg Vero terpaksa harus menjauhkan ponsel dari telinganya.

Lalu, Miana memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak tanpa aba-aba dan Vero tidak heran lagi dengan sikap Miana itu. Vero hanya bisa patuh dengan semua perintah dari Miana dan melapangkan dada dari kata kasar dan sikap arogan wanita itu. Karena tidak bisa menolak semua perintah dan ucapan Miana.

Bagaimana jika nanti Miana meminta Ramon memecatnya dan Ramon pun mengiyakan? Dengan apa Vero akan membiayai uang masuk kuliah Key jika sudah tidak bekerja lagi. Jadi, dia terpaksa menerima dan bersabar dengan keadaan. Hanya terkadang, Ramon akan datang ke apartemennya dan mengiburnya dengan penuh kata mesra dan perlakuan manja. Semua itu sanggup menghilangkan penat dan kekesalan Vero terhadap sikap Miana itu.

Veronica tidak bisa berbuat banyak dan akhirnya segera merapikan diri dan bergegas keluar dari apartemen Ramon. Dia harus segera membeli dan membawakan semua yang Miana minta. Vero tidak mau mendapatkan masalah dari wanita yang sebentar lagi akan nyonya di perusahaan itu juga.

Bruk ….

Bunyi benda beradu dan ternyata itu adalah kepala Veronica yang menabrak tubuh seorang lelaki berbadan tinggi dan sepertinya memiliki dada dan perut yang sangat keras. Itu terbukti saat Vero meringis menahan sakit sembari memegang keningnya yang terantuk di sana.

“Apa kau tidak bisa melihat jalan dengan baik, Nona?” tanya sebuah suara bass seorang pria dan Vero langsung menatapnya dengan lekat.

Tampan. Itu lah kata pertama yang ada di dalam pikiran Vero saat melihat sosok pria itu dan hatinya bergetar. Vero tak bahkan tak bisa berkata apa-apa seakan dia baru saja terhipnotis oleh ketampanan pria itu. “Siapa dia?” tanya Vero dalam hatinya dan memasang wajah kagum yang tak bisa dia sembunyikan dari pria itu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Sudaryati
Vero mungkinkah itu jodohmu?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status