Share

Talak Tiga

Bab 2

Kami semua serempak melihat ke arah pintu. "biar Ibu yang bukakan, itu Ali." Ibu bangun kembali dan berjalan ke arah pintu. 

Sekian detik, pintu terbuka. Wajah Ali dan istrinya terlihat oleh netra. Ada juga, Mbak Aisyah dan suaminya. Keluarga Mas Gilang sudah komplit. Hanya saja, si bungsu tidak hadir. Dia sedang menimba ilmu di Mesir. 

"Ali tidak habis pikir, kemana otaknya Mas Gilang. Beraninya mempermalukan diri sendiri dan keluarga," keluh Ali geram.

"Tenang, Mas. Mungkin saja, akun Mas Gilang di hack orang," ucap Karina lembut sambil mengusap dada suaminya. Istri solehah. 

"Mungkin saja. Namun yang jadi pertanyaannya sekarang, Gilang kemana? Kenapa ponselnya nggak aktif?" Mas Lukman memasang ekspresi bingung. Aah! Bukan saja dia yang bingung. Kami semua bingung. Namun, yang paling menderita di sini adalah AKU. 

"Mbak sudah meminta rekan-rekan Mbak mencari keberadaan Gilang. Semua tenang, ya. Akan ada jalan keluar untuk semua masalah," ujar Mbak Aisyah lembut. Dia mencium keningku pelan.

"Ibu juga malu dengan keluarga Nia. Ibu sudah gagal mendidik Gilang menjadi lelaki yang santun dan berakhlak baik." Pertahanan ibu runtuh. Tangisnya pecah. Aku berlari memeluk tubuh senjanya. Tak kuasa melihat tangis di wajah mulia. Sang pemilik surga untuk suamiku. 

Hening. Semua larut dalam pikiran masing-masing. Mbak Aisyah dan Mas Lukman sibuk mengotak-atik gawai di tangan. Ibu larut dalam isak tangis. Masalah rumah tanggaku membuat semua keluarga kelimpungan. 

"Apakah talak lewat F* itu sah?" tanyaku gusar.

Tidak ada yang langsung menjawab. Mereka saling pandang satu sama lain. Aku yakin, mereka takut mengungkap kenyataan yang menyakiti hatiku.

"Setau Mbak itu sah apabila kita pastikan terlebih dahulu. Apakah yang membuat status itu adalah si penalak langsung. Seperti sekarang ini, kita harus memastikan apakah benar itu Gilang. Setelah itu, pastikan kondisinya waras atau tidak. Kalau yang buatnya dia dan dalam kondisi waras. Maka talak itu sah. Sekarang pengaruh globalisasi. Seiring perkembangan zaman banyak orang menalak istri lewat media, SMS, W******p dan telepon. Maka hal itu sah di mata agama," papar Mbak Tari lembut. Tangisku semakin menjadi-jadi.

"Dan sekarang kalau memang benar itu perbuatan Gilang. Dia sudah mencetuskan ide baru. Menalak lewat status F*. Kalau lewat chat hanya di baca istri. Lha ini, dibaca seluruh dunia. Bikin malu saja, padahal orangnya pinter. Heran, kenapa bisa bloon tiba-tiba, " geram Mbak Aisyah. Tangannya terkepal kesal.

"Bakalan viral beritanya," sahut istri Ali. 

"Mas yakin. Tinggal menunggu waktu."

"Benar. Bakalan cepat viral. Secara Gilang juga direktur perusahaan. Takutnya hal itu berpengaruh pada perusahaannya," timpal Mbak Aisyah. 

Aku hanya mendengar pembicaraan mereka. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Pertanyaan besar dalam pikiranku, kenapa Mas Gilang bisa berubah dratis seperti ini? 

"Bu, apakah talak tiga itu sah diucap dalam sekali ucapan?" tanyaku pilu. Hati tak sabar menunggu penjelasan tentang hal itu. 

"Yang Mas dengar kalau talak tiga diucap dalam sekali ucapan itu jatuhnya satu. Masih bisa rujuk. Namun ada juga yang katanya jatuh sesuai dengan bilangan yang diucapkan. Banyak pendapat. Mas juga tidak belajar mendetail tentang hal ini," ungkap suami Mbak Aisyah. 

"Memang banyak pendapat dalam hal talak ini. Ada yang mengatakan jatuh satu dan tiga sekaligus. Namun, kita berpegang pada Mahzab imam mana yang kita ikuti. Kan ada empat tu, Imam Maliki, Imam Hambali, Imam Hanafi dan Imam Syafi'i. Jadi kita mengikuti Mazhab Syafi'i nih, 'kan? Maka sesuai dengan Mazhab Syafi'i talak tiga diucap sekaligus seperti yang ada di status Gilang itu jatuhnya tiga. Tidak ada ceritanya satu. Misalnya dia talak istrinya dengan ucapan, saya talak kamu, saya talak kamu, saya talak kamu. Itu juga jatuhnya tiga, karena dia mengucapkannya tiga kali. Sebagian ada tuh suami yang kurang imannya, bilangnnya gini, Aku talak kamu dengan talak seribu. Kalau begitu bunyinya juga jatuh tiga," terang Mas Lukman. Sangat jelas.

"I--itu ar--artinya Nia nggak bisa rujuk sama Mas Gilang?" tanyaku pilu. Bibir gemetar, tatapan membeku. Mbak Aisyah mengeratkan rangkulan tangannya. 

"Kalau si Gilang Waras dan benar dia. Maka kalian tidak bisa bersatu lagi. Kecuali, kamu menikah dengan lelaki lain lebih dahulu," jelas Mas Lukman kembali. Dadaku semakin terhimpit. Napasku tercekat. Serasa ada benda besar menyumpal paru-paru. 

"Kalau Mas Gilang marah masih bisa dibatalkan talaknya, 'kan?" tanyaku pada mereka yang berada di hadapanku. Berharap mengiyakan ucapanku. 

"Kalau marah tetap sah, Nia. Kecuali si Gilang sudah gila. Baru tidak sah. Meskipun marah tidak boleh sesuka hati ngucapinnya. Kalau setelah marahnya hilang, suami menyesal. Tetap sah talaknya. Ini bisa jadi pelajaran untuk semua suami di luar sana. Jangan mudah mengumbar kata talak. Talak atau cerai itu bukan perkara main-main," papar Mas Lukman. 

"Sabar, Nia. Ibu ada di samping kamu, Nak. Ibu berada di pihak kamu. Jangan menangis lagi." Mertuaku menyeka air mata yang membasahi pipiku. 

"Bu, apakah ini semua karena Nia tidak bisa memberikan Mas Gilang anak? 

Semua serempak memandang ke arahku. Setelah itu, mereka saling pandang satu sama lain. Mas Lukman menghela napas berat. Sedangkan, Mbak Aisyah meremas erat gaunnya. Tak ada jawaban, sampai kepala kutundukkan. 

"Nia, Mbak rasa bukan karena hal itu. Kita sudah sering membicarakan hal ini. Gilang tidak memaksa kamu untuk memberikan dia anak. Karena kita semua tahu anak itu titipan Allah. Kalau Allah belum berkendak. Mau jungkir balik pun belum tentu terwujud," ujar Mbak Aisyah. 

"Benar, Nia. Bahkan, Mas pernah candain dia. Minta dia cari istri baru untuk bisa punya anak. Namun, jawabannya bikin Mas malu. Dia mencintai Nia dengan segala kekurangan dan kelebihan Nia. Soal anak, biarkan urusan Allah," ungkap suami Mbak Aisyah. 

Hah! Pengakuan apa-apaan ini. Keterlauan kamu, Mas. Bercandanya nggak bonafit. Geramku dalam hati. Aku bisa melihat Mbak Aisyah mencubit paha suaminya. Ditambah delikan mata maut yang menakutkan. 

"Nia, jangan kaitkan dengan masalah anak. Mas rasa bukan itu penyebabnya. Ilmu agama Gilang bisa dibilang mempuni. Soal anak bukan kita yang tentuin, tapi Allah. Kita cuma berusaha. Lagian selama ini anak Mas selalu kalian bawa. Mas tidak mempermasalahkan anak-anak Mas dekat dengan kalian. Satu hal terpenting bagi Mas, kalian bahagia. Kalau tiba-tiba begini. Kami nggak tahu mau ngomong apa," imbuh Mas Lukman. Tubuhnya disandarkan ke sofa. 

Apa yang keluarga Mas Gilang katakan ada benarnya. Suamiku tidak pernah membahas masalah anak. Kalau bukan itu apa juga penyebabnya? 

"Mungkin beberapa waktu yang lalu dia tidak menginginkannya. Namun sekarang dia mau. Makanya dia nalak Nia," ceracauku. 

"Ssst! Istighfar, jangan biarkan iblis merongrong pikiranmu untuk terus berburuk sangka pada suamimu, Nia," kata ibu sembari meletakkan telunjuknya di depan bibirku.

Aku mengeleng pelan, pikiran kacau. Bagaimana bisa tentang dengan kebenaran yang belum jelas kabar beritanya. 

"Ya Allah! Kenapa Engkau tak kunjung memberikan anak kepada kami, kenapa?" jeritku seraya menarik hijabku frustasi. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status