Share

2# Fakta Kematian

Author: Zafa Diah
last update Last Updated: 2023-09-19 10:54:28

“Sudah dibereskan?”

Ganesha memainkan mobil-mobilannya dengan riang. Di sebelah kirinya tergeletak ponsel yang tengah terhubung dengan seseorang.

“Sudah, Mas. Ada perintah lain lagi?”

“Tidak. Tugasmu sudah cukup. Kembalilah.”

“Baik, Mas.”

Dan kini, tangan Ganesha meraih mainan yang lain. Berpura-pura memainkannya di depan kamera CCTV yang terpasang. Istrinya itu orang yang terlalu waspada. Dia memasang beberapa kamera pengawas diberbagai sudut rumah. Ganesha sampai harus berakting sepanjang hari. Untung saja tak ada penyadap, hingga dia masih bisa leluasa untuk mengatur pekerjaan gelapnya.

“Istriku … kapan kamu kembali? Pasti sekarang tengah kebingungan ya? Maaf. Aku hanya menyingkirkan kecoak yang jorok.”

Dan kemudian berlarian sembari tertawa girang. Akting sempurna yang bahkan mampu mengelabuhi wanita berintuisi tajam. Ya, dialah Ganesha Nareswara Jenggala. Suami tercinta dari sang jaksa cantik jelita.

***

“Bagaimana bisa seorang tersangka overdosis di lapas seperti ini? Dia baru masuk sel, apa kalian tidak memeriksanya dengan teliti?”

Lira berteriak marah pada petugas yang berjaga. Ia tak habis pikir. Bagaimana obat itu bisa sampai ke tangan Gunawan? Padahal ia yakin, tidak ada tanda-tanda bahwa lelaki itu menyembunyikan barang di tubuhnya.

Sial.

Sekarang ia harus bagaimana? Tak bisa menuntut terdakwa di pengadilan itu sebuah hal yang teramat memalukan baginya. Menuntut vonis bagi pendosa adalah hobinya. Dan ketika hobi itu dirampas tiba-tiba, tentu saja dia menjadi kesal.

“Maaf, Mbak. Kami kurang memeriksanya secara menyeluruh. Ternyata obat itu ada di sepatu yang dikenakan.”

Lira memijit pelan pangkal hidungnya. Keningnya berlipat kala mendengar penjelasan dari salah satu petugas. Sekarang ia mengerti, kenapa Gunawan bisa sampai overdosis, jika obat itu terinjak kakinya dan menjadi bubuk, tentu lelaki itu akan asal menenggak tanpa tahu kadar yang seharusnya. Sekalipun ia menjadi lebih jengkel setelah mendengar alasan dari petugas.

Hanya saja, sisi lain dalam hatinya menolak. Ada yang aneh. Jika benar obat itu disembunyikan pada sepatu, lelaki itu pasti berjalan dengan tidak normal untuk menjaga butiran-butiran pil. Namun, saat bertemu dengannya tadi, Gunawan berjalan biasa. Dia hanya digandeng oleh dua polisi itu pun hanya sebagai bentuk penjagaan. Bukan pertolongan kasar yang biasanya ia lihat.

Kecuali, jika Gunawan lupa bahwa dia membawa obat itu. Tapi itu lucu. Fakta bahwa ia menyembunyikan obat jelaslah mengatakan bahwa itu penting. Mana mungkin seseorang akan melupakan hal penting yang selalu dijaga?

Kenapa Lira merasa kematian Gunawan ini bukanlah hal wajar? Seperti seseorang tengah berusaha membungkamnya.

Lira menuju kembali ke kantornya. Sebelum itu ia menghubungi Bambang untuk meminta data lengkap tersangka. Lira belum sempat membaca karena kasus itu masih baru dan ia tengah disibukkan dengan perkara lain.

“Mana dokumen yang kuminta?” todongnya ketika sampai di ruangan kerja miliknya.

“Sudah ada di mejamu. Map berwarna coklat.” Bambang memberitahu.

Anyelira berdecak. “Semua map berwarna coklat, Bambang.”

“Oh iya, iya. Suka lupa. Kalau gitu yang tulisannya Penganiayaan anak, 10 November.”

Dan Bambang hanya terkekeh geli. Tertawa sendiri sampai terdiam sendiri. Hah, bekerja dengan terlalu serius itu nggak baik buat tubuh. Tapi sayang, sahabat sekaligus atasannya itu tak tahu dan tak mau tahu. Cih, punya sahabat yang workaholic ternyata begini menyusahkan.

Dia harus siap sedia lembur kapan saja. Padahal anaknya masih kecil. Sebagai papa muda, Bambang tentu saja ingin segera pulang dan berkumpul dengan keluarga kecilnya.

Anyelira mengambil map yang disebutkan. Terletak dibagian paling atas dengan nama terkait. Lira membuka dokumen itu. Melihat dan meneliti satu persatu. Dan … buntu. Tak ada apa-apa yang bisa membantunya. Data kesehatan tidak terlampir. Jadi … ia tak tahu. Apakah memang benar Gunawan itu suka meminum obat penenang atau itu hanya rekayasa seseorang.

“Kamu yakin bila kecelakaan itu hanya murni kecelakaan? Apa kamu sudah memeriksa mesin mobil?”

Ucapan itu kembali menghapiri ingatannya. Lira lantas melihat pekerjaan yang tertera.

Profesi : Pengusaha Bengkel.

Anyelira tersenyum sinis. Menyugar rambutnya dengan kalut. Ia menggeleng yakin. Menggigit bibir bawah dengan keras. Kenapa rasanya ini begitu aneh?

Tidak. Ia adalah jaksa yang rasional dan hanya percaya pada bukti yang benar adanya. Gunawan hanya berkoar-koar tanpa bukti.

Namun … kematiannya bukankah sebuah bukti?

Shit!

Lira benar-benar jengkel. Ia belum pernah seperti ini. Apa hanya karena lelaki itu menyinggung kasus orang tuanya hingga ia mulai percaya. Gila. Ini tidak seperti dirinya saja.

Lira belum pernah seperti ini? Dan ia juga tak tahu mengapa seperti ini hanya karena mendengar sepatah kata dari pria bermulut besar. Hm, seharusnya tadi Lira sobek saja bibir tak berguna itu.

Drrt! Drrt!

Ponselnya bergetar. Nama Ganesha muncul di layar. Lira menaruh kembali dokumen itu. Lalu berjalan menuju jendela. Memandangi jalanan kota Jakarta yang padat. Wanita itu mengambil napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ia harus meredakan amarahnya ketika hendak berbicara pada suami abnormalnya.

“Istriku! Aku kangen,” rengekan terdengar ketika panggilan diterima.

Lira tersenyum cerah. Rupanya mendengar suara nyaring itu bisa sedikit mengurangi stress-nya.

“Aku tahu. Apa kamu sudah sarapan? Mbok Nah pasti sudah datang, kan?”

“Aku sudah sarapan. Sama sereal. Tadi dibuatin sama Mbok Nah.”

“Begitu?”

“Iya.” Lira bisa membayangkan Ganesha yang mengangguk-angguk dengan semangat. Gemas sekali. “Lira, Istriku. Aku bosan di rumah. Aku berangkat ke sekolah lebih awal ya?”

“Kamu ingin berangkat lebih awal?”

“Iya. Karena tidak ada istriku, aku jadi bosan.”

“Baiklah. Aku akan menelpon Pak Seto untuk segera menjemputmu. Kamu segera bersiap gih.”

“Siap, istriku!”

Dan bunyi benda terbanting terdengar. Lira memejamkan mata dan menjauhkan handphone dari jangkauan telinga karena kaget. Pasti ponsel itu dilemparkan begitu saja oleh suaminya. Sudah menjadi kebiasaan bagi Ganesha melemparkan barang yang dianggapnya tak penting lagi. Hingga kerap kali ia merasa rugi. Ia ingin memberikan lelaki itu wejangan panjang untuk menjaga barang-barangnya. Tapi ia tahu. Itu sia-sia. Jadi tak pernah melakukannya. Hanya nasehat-nasehat pendek yang kadang diingat, kadang tidak.

“Dari rumah?” Lira memilih tak menjawab. Karena tahu, pertanyaan itu hanyalah sebuah kalimat basa-basi. Bambang pasti tahu kalau barusan adalah suaminya yang menelpon.

Bambang menyodorkan dua bungkus roti selai coklat kepadanya. Lira menerima dengan semangat. Makanan favorit di kala sibuk seperti ini.

“Lira, kau benar-benar tak berpikir untuk berselingkuh?”

"Uhuk! Uhuk!” Lira tersedak karena pertanyaan sahabatnya barusahan. Orang itu sudah gila, ya? Bambang hanya menerbitkan senyum kemudian memberikan satu botol air mineral. Rupanya lelaki itu telah memperkirakan.

“Kalau kau ingin selingkuh, aku mempunyai beberapa kandidat yang sempurna.”

Lira tak menanggapi. Dan memilih mengutak-atik ponselnya. Ia menghubungi seseorang.

“Astrid, Bambang bilang dia ingin selingkuh.”

“Hei, jangan fitnah!”

Lira tak menanggapi. Ia hanya melengos acuh menuju meja kerjanya. Meja yang selalu dipenuhi dengan kertas-kertas kasus. Eva mengembuskan napas jengah. Sebenarnya, kapan dokumen-dokumen bodoh itu akan hilang dari mejanya?

“Tidak, Sayang. Lira hanya bercanda. Kau kan tahu bagaimana karakternya?”

“….”

“Maksudku dia sedang berusaha bercanda—“

Bambang memandang ponselnya pedih. Panggilan yang diputus sepihak. Shh … ini semua berkat sahabatnya yang tidak punya hati. Lantas bagaimana kalau nanti malam jatahnya dikurangi?

Awas saja. Lira akan menerima imbalannya.

 “Berikan aku catatan medis dan hasil otopsi terdakwa Gunawan. Tolong.”

Bambang mengacuhkan. Kembali pada mejanya untuk kemudian berkutat dengan komputer. Lira mengambil napas. Inilah penyebab kenapa ia bisa krasan menikah dengan lelaki tak normal seperti Ganesha. Ya karena sahabatnya sendiri kadang waras, kadang tidak. Dan mirisnya orang itu sama sekali tak menyadari akan dirinya sendiri.

Benar kata peribahasa. Serigala tak akan menyadari bahwa dirinya mengerikan. Dan itu berlaku juga pada sahabatnya.

Pesan spark pada layar komputer berkedip. Rupanya Bambang mengirim pesan.

Jelaskan pada Astrid, atau aku tidak akan membantumu!

Cih, sebenarnya di sini yang atasan itu siapa sih?!

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Idiotku Ternyata Mafia   31# Anyelira Marah

    lagi dan lagi. Anyelira tak tahu, mengapa kata kamar mandi dan Ganesha selalu saja menimbulkan kenangan buruk baginya? Seperti saat ini contohnya.Padahal keadaan kaki suaminya itu tengah parah-parahnya. Dan bisa-bisanya pria itu terjatuh lagi?“Kenapa jatuh?” tanpa sadar, nada bicara Anyelira menjadi dingin. Dia menatap Ganesha tanpa belas kasih. Perasaan dan otaknya sedang berjalan rumit. Terlalu sukar dan menyakitkan. “Ganesha, bukankah aku sudah mengingatkanmu untuk jangan bertindak ceroboh?!”Anyelira kesal. Ia muak. “Jika jatuh, setidaknya cobalah untuk bangkit. Sampai kapan kau akan begini terus?”Perempuan itu sadar sepenuhnya siapa kini yang dimarahinya. Suaminya. Yang nampak baik-baik saja hanya cedera pada bagian kakinya—namun memiliki kelainan pada dalam dirinya. semarah apapun Anyelira saat ini, ia tahu, Ganesha tidak berhak diperlakukan begitu. tetapi … sekali ini saja, tolong biarkan Anyelira.“Terserah kau mau hanya duduk diam di sini saja, aku tidak lagi peduli padamu

  • Suami Idiotku Ternyata Mafia   30# Kabar Duka Lagi

    Akan selalu ada kejutan-kejutan yang datang disela-sela sibuknya menata kehidupan. Mencoba bertahan hidup di tengah gempuran rumit yang menyambang tak terduga.Seperti saat ini tepatnya. Ketika Anyelira baru saja membuka matanya kembali, ia mendapati puluhan missed call dari Bambang. Ada apa? itu bukan sesuatu hal yang wajar. maka dari itu, Anyelira mendial balik nomor Bambang. sahabat sekaligus bawahannya itu."Hei, mentang-mentang sedang dinas di luar kota kau jadi bermalas-malasan?" Suara Bambang terdengar marah, sekaligus parau."Ada apa?"Anyelira mengenyahkan kantuknya. matanya menatap waspada mdengar dengusan Bambang dari balik telephon."Fajar tadi ... senior Arkan dinyatakan tewas."Mata Anyelira membola terkejut. Shock bukan main kala mendengar kabar itu. Padahal, bukankah baru kemarin Anyelira dan rekan-rekannya mrnguburkan jaksa ketua. Mengapa, sekarang mendengar kabar duka lainnya? Belum lagi, hal yang sama terulang. Beliau adalah salah satu teman dekat Anyelira."Dia dit

  • Suami Idiotku Ternyata Mafia   29# Pesan dari F

    Ganesha menatap tajam benda pipih itu. Ia tak peduli bahwa kini tengah memimpin rapat perihal rencana pembunuhan yang akan dilaksanakan oleh Raka. Sekarang, bawahannya itu sudah kembali ke kota."Bos?" panggil Rosa lagi.Ganesha mendengkus dan membanting ponsel milik pemuda bernama F. Dari yang Ganesha dengar F merupakan orang yang tengah dicari oleh Anyelira. Jadi wajar saja jika istrinya itu mengirimkan pesan pada lelaki itu. Hanya saja, Ganesha tak suka. Ia tak pernah senang ketika Anyelira bergaul dan berinteraksi dengan lelaki lain selain dirinya."Ada masalah apa sih?" Kini suara Riki yang terdengar.Ganesha mendengkus marah. Ia melayangkan tatapan tajamnya pada orang-orang itu. "Rencana pembuhan itu ... lakukan dengan cara paling tragis.""Tapi--" Ganesha tak mau mendengar bantahan dari siapapun. Ia harus segera menyembuhkan gemuruh hatinya yang memerintahkannya unyuk segera menyusul pada Anyelira dan menyeret wanita itu kembali oada rengkuhannya. Jika tidak ingin dimusuhi ole

  • Suami Idiotku Ternyata Mafia   28# Alasan El

    Sebuah berita yang cukup mencengangkan bagi Anyelira datang di saat seperti ini. ia mengerjapkan matanya dan mencoba berbicara dengan tenang. “El, apa maksudmu tadi?” tanyanya meminta penjelasan.Dari seberang sana, El tak kunjung menjawab. Tetapi Anyelira memastikan, panggilan mereka masih terhubung. Maka dari itu, Anyelira memastikan sekali lagi.“El?”“Tadi, suawaktu cari informasi, aku berpencar dengan Rosa. Dan aku bertemu F di sana.”Sejujurnya, Anyelira tidak pernah membayangkan hal macam ini. selama ini ia selalu memperkirakan mereka akan menemukan makam F atau jika memang pria itu masih hidup, paling tidak mereka akan bertemu di ranjang pasien. Itupun dalam keadaan koma. Iya, Anyelira memiliki kebiasaan menyiapkan hal-hal terburuk. Sampai-sampai ia jadi bingung sendiri kala mendengar kabar gembira yang tidak sesuai dengan ekpekstasi mengerikannya.“Kalau begitu, syukurlah. Kita bisa segera menutup kasusnya.”

  • Suami Idiotku Ternyata Mafia   27# Pengakuan El

    “Ganesha, apa kau terus berlarian saat aku pergi tadi?” nada Anyelira tak menggertak. Bahkan terksan halus dan lembut.Sayangnya, Ganesha tahu, di balik nada suara mendayu itu terselip kemarahan yang begitu besar. Anyelira menyentuh kaki Ganesha yang sudah nampak membiru bahkan kini telah berwarna ungu gelap. Bengkak yang semula tak begitu terasa, kini semakin menjadi. Anyelira tentu panik, makanya perempuan itu lekas membaw Ganesha ke rumah sakit terdekat.“Sebuah keajaiban suaminya masih bisa berdiri tegak sekalipun dipapah. Kondisinya semakin parah. Saya akan merekomendasikan untuk menggunakan kruk. Dan untuk sementara, saya akan memakaikan perban. Supaya suaminya ini tidak terlalu melakukan banyak aktivitas yang dapat menyebabkan lukanya semakin infeksi.”Ganesha melirik istrinya. Tentu saja, Anyelira hanya menganggukkan kepala mengikuti saran dokter. Sebenarnya ia sama sekali tak suka dengan ide itu. hanya saja, saat ia ingin protes menolak, istrinya

  • Suami Idiotku Ternyata Mafia   26# Pengakuan F

    Faktanya, Anyelira bahkan tidak bisa fokus untuk mengorek apa yang terjadi dengan F. malah, tadi ia hanya mencari informasi mengenai sejarah dan secuil mengenai bakso di sana. makanya, Anyelira kini tampak tak berdaya. Wanita itu memilih menyerahkan rekaman suaranya. El dan Rosa menerima. Mereka sama – sama berpandangan kala mendengarkan voice recorder itu hingga selesai.“Kok nggak nanya-nanya tentang F, Mbak?” Rosa nampak tak puas.Lira memilih menganggukkan kepala. wajahnya menunduk. Padahal tadi ia meremehkan kemampuan dua orang ini. nyatanya, dirinyalah yang paling tertinggal.“Kenapa malah tanya-tanya sejarahnya segala?” kembali, Rosa mencercanya. Anyelira memilih diam.“Rosa, tenang. Dari yang aku tangkep, si Didin ini memang radak sensitive sih. Coba deh dengerin lagi.” El mencoba menengahi. Lelaki itu kembali mengulang voice recorder yang sudah tertutup. “Ini bahkan baru ditanyain tentang perbakso-an lho. dia sudah nutup akses. Lalu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status