Share

Bab 78

Author: Astika Buana
last update Last Updated: 2025-08-28 21:10:19

"Apa ini, Pak?"

"Oleh-oleh."

"Buat Bibik?" Bik Yanti menerima besek bambu dengan mata berbinar. Senyumnya menyembang, tetapi surut ketika mendengar jawaban Mahendra.

"Bukan, Bik. Ini untuk anak-anak yang jaga rumah."

"Oh, saya pikir...."

Mahendra tergelak kemudian meralat. "Untuk Bibik ada juga, kok. Ini," ucapnya sambil menunjuk besek satunya. Kembali senyumnya terbit. Wanita itu segera bergegas mengantarkan oleh-oleh itu kembali ke rumah.

"Ternyata seumur Bibik masih suka dengan oleh-oleh, ya?"

"Iyalah, Dek. Sudah aku bilang, oleh-oleh itu bukan dilihat dari apa. Tetapi tanda kalau seseorang berada di ingatan. Itu suatu penghargaan dan seseorang merasa dihargai, lo."

Aku mengangguk mengiyakan. Dulu Ibuk atau Bapak kalau dari rapat, arisan, atau acara lainnya, selalu menyisakan jajan untuk dibawa pulang. Entah itu lemper, onde-onde, atau jajan lainnya. Itu yang menjadi kesukaanku saat menyambut mereka pulang. Seakan membayar rasa sepi ketika ditinggal di rumah sendirian.

Dari spio
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 92

    POV Nayna Aku mengidolakan dia sekaligus membencinya.Kalau teman sebaya mengidolakan artis, lain denganku yang mengidolakan teman satu sekolahan. Di mataku dia orang yang sempurna. Cantik, pintar, baik hati, tidak sombong, tetapi ada satu yang membuatku kecewa: dia tidak menjadikan aku temannya apalagi sahabatnya.Namun, bukan berarti aku menyerah untuk mendekatinya. Dulu ketika kami masih SMA, aku bahkan rela tidak jajan di kantin untuk ikut kebiasaannya membaca di perpustakaan saat jam istirahat. "Boleh aku duduk di sini?" "Silakan," jawabnya singkat tanpa mengalihkan pandangan dari buku bacaannya.Aku duduk dengan tumpukan buku yang senada dengannya. Meskipun aku tidak tahu arti dari hukum fisika apalagi rumus kimia. Tak apalah, demi dekat dengan dia. Bukankah kita harus sehobby untuk menjadi teman?"Bagus bukunya?" Aku mencoba memancing percakapan. Harapanku, aku dan dia menjadi lebih dekat. Siapa yang tidak bangga berteman dengan Larasati si bintang sekolah. Dia melirikku s

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 91

    "Bukan orang sini, Bu Laras. Saya tidak pernah melihat orang ini, apalagi datang ke warung." Satu karyawanku yang baru masuk dari pintu samping memberi laporan. Dahiku berkerut. "Terus siapa dia? Jangan-jangan salah alamat?""Tadi menyebut nama Mbak Laras. Terus ngomong apa begitu. Dan sekarang sedang dikerubuti orang-orang. Katanya dia tidak akan berdiri sebelum bertemu Mbak Laras.""Tidak mau berdiri? Memang orang itu sedang apa?" tanyaku semakin heran."Dia sujud-sujud sambil menangis."Kerutan di dahiku semakin dalam. Apa maksudnya orang ini? Kenapa dia melakukan hal aneh? Kalau pun ada masalah denganku, kenapa dia tidak permisi baik-baik? Bukan malah membuat kehebohan dengan berlaku aneh di depan banyak orang. "Jangan-jangan orang minta sumbangan atau sejenisnya gitu?""Sepertinya bukan. Orangnya tidak seperti pengemis atau orang susah. Cuma terlihat seperti ada masalah. Kayak orang stress."Aku semakin tidak bisa menerka. Siapa aku yang sampai dicari orang yang membutuhkan ban

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 90

    Aku duduk di kursi depan meja kayu. Dulu sesaat sebelum pernikahanku yang pertama, aku juga didudukkan di kursi ini. Ibu duduk di tepi ranjang dan Bapak berdiri di sebelahnya. Saat itu mereka memberiku nasehat banyak sekali tentang pernikahan. "Nduk, menikah itu adalah pintu menuju hidupmu yang baru. Kamu harus hidup bersama orang lain yang mempunyai latar belakang yang berbeda dan kebiasaaan yang tidak sama. Kamu siap?"Kala itu aku baru lulus SMA. Keadaanya lah yang memaksaku harus mengambil keputusan ini. "Siap, Buk."Kemudian Bapak mengambil bangku untuk duduk di sebelahku. “Pernah melihat Bapak dan Ibuk bertengkar seperti orang-orang?”Aku menggeleng. Memang benar, mereka pasangan harmonis. Kalau pun berbeda pendapat, bukan tentang hubungan pribadi.“Itu bukan berarti kami tidak memiliki masalah. Tetapi sebagai pasangan suami istri harus mikul duwur mendem jero," tambah Bapak.“Tahu artinya, Nduk?” tanya Ibu menyela.“Artinya, menjunjung tinggi dan mengubur dalam,” jawabku dis

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 89

    "Siap laksanakan." Dia merentangkan kedua tangan kemudian mengambil makanan. Mata ini terbelalang ketika dengan bar-barnya dia mengambil makanan yang tidak sejalan ini. Spaggethi, kemudian nasi kuning, terus..."Stop! Biar aku ambil sendiri saja!"Aku melirik piring di tangannya yang menyerupai gunung. Dia menyodorkan dan aku pun berbalik mendorongnya. "Hidangan spesial ini, untuk suamiku yang spesial. Tolong dihabiskan, ya?""Ini bagus untuk pemulihan kamu, Dek." Piring bergeser ke arahku. Kembali aku menggeres ke arahnya. "Daripada aku, yang lebih membutuhkan kamu, Suamiku.""Kenapa?"Aku tersenyum penuh arti sambil mengedipkan mata. Sambil menambah dua tusuk sate kambing piring berisi tumpukan makanan aku mencondongkan badan sambil berbisik, "Karena makanan ini penuh energi. Bukankan Mas Hendra lebih membutuhkannya untuk nanti malam?"Diam sebentar, kemudian tersenyum dengan mata berbinar. Kali ini dia sendiri yang meraih piring itu. Namun, tangannya yang memegang sendok tergantu

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 88

    "Mana yang sakit, Dek. Ada yang harus dipijit?""Ck! Mas Hendra ini, lo. Itu yang sakit," ucapku sambil menunjuk inti tubuhku. Dia terlihat kebingungan, kemudian baru sadar dengan apa yang aku maksud. "Sakit sekali?""Banget!""Kok bisa begitu, ya? Kenapa wanita-wanita lain tidak?""Siapa?!" seruku sambil menatapnya curiga. Jangan-jangan ini bukan kali pertama dia.Jari telunjukkan menunjuk ke luar. "Itu orang-orang sampai punya anak lima."Rasanya ingin meremat laki-laki ini. Dia sudah tidak muda lagi tetapi kenapa tidak mengerti kalau perlakuannya yang tidak menggunakan jeda membuatku sakit. Dia mengaduh karena cubitanku. "Itu karena mereka sudah biasa, Suamiku tersayang."Kemudian dahinya berkerut, seperti biasa ketika dia berpikir. Tapi kali ini kerutannya lebih dalam. "Tapi, Dek?""Apa?!""Maaf, ya. Kamu kan sudah ... jan-da."Aku menghela napas. "Mas Hendra suamiku, yang pintar dan dulu anak pencinta biologi. Ini banyak faktor yang mempengaruhi. Pertama, mungkin karena aku sud

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 87

    Akad nikah hari ini, kemudian disusul resepsi dua hari lagi. Lelakiku ini memang pintar mengatur jadwal. "Haaah! Rasanya merdeka," gumanku setelah melepas korset dan kebaya. Tertinggal lilitan kain batik dan atasannya aku mengganti dengan atasan piyama."Dek Laras istriku, aku bantuin?" Dari cermin terlihat pantulan suamiku yang sudah melepas baju dan menggantikan dengan kaos dan celana panjang berbahan kain berpotongan lebar.Aku yang akan membuka lilitan kain pun urung. Saat ini kami memang sudah suami istri, tetapi masih ada rasa jengah membuka baju di depannya. Pura-pura aku menilik sanggul yang belum aku bongkar. "Iya. Tolong bukakan japit rambut ini." Dia mendekat. Dengan pelan dan hati-hati dia melepas satu persatu pengait rambut ini. Japitan terakhir rambut ini pun terburai. Dari pantulan cermin aku mendapati wajahnya yang terlihat sendu."Rambutmu kalau tergerai, kamu terlihat cantik sekali. Mulai saat ini aku melarang kamu tidak memakai ikat rambut di depan orang lain.""

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status