Yusuf kemudian melaksanakan salat ashar dengan khusuk. Segala rasa sedih, galau dan sakit hatinya di tumpahkan di dalam doanya, air matanya sampai tidak tertahan setiap kali dia memanjatkan doa dan meminta pertolongan atas nasib yang sudah menimpanya.
"Ya Allah ampuni hamba mu ini, hamba hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Hamba memohon pertolonganmu ya Allah, saat ini hamba sedang dalam fitnah orang lain, bantulah hamba untuk mencari kebenaran dan membersihkan nama baik hamba. Ya Allah ya Robbi bila memang garis jodoh dengan istri hamba sudah putus, hamba rela dan ikhlas menerima semua takdirmu."
Yusuf berdoa begitu khusu sampai tidak sadar kalau seseorang sudah duduk di dekatnya dan memperhatikan sejak dia mulai berdoa. Orang itu tampak ikut prihatin melihat keadaan Yusuf.
"Sepertinya kau sedang dalam masalah besar." kata orang itu membuat Yusuf segera menoleh dan melihatnya.
"Maaf pak ustad saya tidak sadar kalau pak ustad ada disini."
"Sepertinya kau orang baru, saya baru pertama kali ini melihatmu di sini."
"Iya pak ustad saya memang baru sampai di sini, saya sedang bingung mau kemana?"
"Ada apa? Apa yang sudah terjadi?"
Yusuf menatap lelaki yang dipanggilnya ustad, dia sedang memikirkan apakah harus menceritakan masalah pribadinya.
"Maaf ini masalah pribadi dan menyangkut aib saya dan istri saya jadi mohon maaf tidak bisa menceritakannya."
Di luar dugaan Yusuf, ustad tersebut justru malah tersenyum.
"Saya suka dengan prinsip mas, seburuk apapun sebuah hubungan memang tidak boleh diumbar dan diceritakan begitu saja apalagi kalau sudah menyangkut masalah rumah tangga."
"Iya pak ustad."
"Sekarang mas ini mau kemana?"
"Saya belum ada tujuan ustad, saya sudah menghubungi teman lama tapi sampai dengan detik ini belum juga membalas pesan saya."
"Ini sudah menjelang magrib di mana kau akan bermalam?"
Yusuf tampak menatap ustad tersebut sebelum akhirnya berbicara.
"Apakah saya bisa numpang menginap di masjid ini malam ini saja?"
"Maaf mas kalau itu tidak boleh."
"Tidak apa-apa ustad nanti setelah salat Maghrib saya akan pergi."
"Tidak perlu pergi, mas bisa menginap di rumah saya."
"Sungguh ustadz?"
"Tentu saja sesama manusia harus saling membantu, apalagi mas ini sedang dalam masalah yang berat. Saya senang bila bisa membantu mengurangi sedikit beban pikiran mas."
Yusuf menyalami ustad itu, dia bersyukur sekali karena di pertemukan dengan orang-orang baik ditengah masalah besar yang sedang menimpanya.
Selesai salat magrib Yusuf mengikuti langkah ustad yang rumahnya ternyata tidak jauh hanya berselang dua rumah dari masjid.
"Ayo masuklah, rumahnya memang kecil tapi insyaallah saya ikhlas membantu."
"Justru saya yang harus berterima kasih karena sudah diizinkan menginap malam ini."
Yusuf memperhatikan rumah ustad yang sepertinya sepi seperti tidak orang lain.
"Apakah ustad tinggal sendiri di sini?"
"Iya, saya memang tinggal sendiri di sini."
"Istri dan anak ustad kemana?"
Ustad itu tampak terdiam dan wajahnya menampakkan sedikit rasa sedih.
Yusuf merasa bersalah karena telah bertanya sesuatu yang mungkin membuat ustad itu sedih.
"Maaf ustad jika saya terlalu lancang bertanya."
"Tidak apa-apa, setiap membicarakan masalah istri saya pasti bawaannya saya memang akan sedih."
Ustad itu terdiam sejenak lalu melanjutkan lagi kata-katanya.
"3 tahun yang lalu, istriku pergi meninggalkanku karena tidak sanggup hidup di dalam kemiskinan."
"Maaf ustad saya tidak bermaksud membuka luka lama yang pernah dialami."
"Tidak apa-apa tapi kita belum berkenalan, saya Haikal."
Ustad yang bernama Haikal itu mengulurkan tangannya kepada Yusuf.
"Saya Yusuf."
Sebenarnya kau tidak perlu memanggil ku ustad, panggil namaku saja karena umur kita mungkin hampir sama.
"Tidak boleh seperti itulah biar bagaimanapun ilmu agama ustad Haikal jauh melebihi diriku jadi sudah sepantasnya disebut ustad."
"Terserah kau sajalah tapi tidak apa-apa kan kalau aku memanggilmu Yusuf saja."
Yusuf mengangguk.
Malam itu Yusuf menginap di rumah ustad Haikal, mereka membicarakan banyak hal karena ternyata mereka sama-sama adalah suami yang tersakiti oleh istri mereka dengan cerita versi masing-masing.
Yusuf dan Haikal saling menertawakan membayangkan kisah mereka yang ternyata sama-sama disakiti oleh wanita.
"Tapi kau masih lebih beruntung dibanding aku, kau masih bisa mencari bukti untuk menunjukkan kebenarannya sedangkan aku di mana istriku sekarang saja tidak tahu, apakah dia masih ingat padaku ataukah dia sudah menikah lagi."
"Iya aku selalu berdoa agar Allah subhanahu w* ta'ala menunjukkan jalan nya untukku, tidak masalah jika garis jodoh ku dan istriku sudah putus yang jelas aku ingin membuktikan kalau aku tidak bersalah."
"Kau harus banyak bersabar insya Allah pasti akan ditunjukkan jalannya."
"Iya ustad hanya itulah yang bisa ku lakukan sekarang."
Mereka masih membicarakan banyak hal dan Yusuf mendapat banyak masukan dan pencerahan dari ustadz Haikal sehingga hatinya menjadi lebih tenang dan lebih ikhlas lagi menjalani semua masalahnya.
Haikal baru saja menyelesaikan shalat berjamaah dan bermaksud untuk beristirahat sejenak sebelum memantau kembali proses pembangunan mesjid seperti yang diminta oleh Jelita. Ibu Jelita memang memintanya memantau dan mengirimkan laporan setiap perkembangan pembangunan mesjid itu. Haikal baru saja memejamkan mata saat pintu rumahnya diketuk oleh seseorang. Hati Haikal sebenarnya sedikit dongkol karena dia hampir saja tertidur tapi karena ketukan pintu itu membuat rasa kantuknya seolah terbang entah kemana. Haikal kembali memakai pakaian muslimnya dan merapikan dirinya sebelum beranjak untuk membuka pintu. Pintu terbuka dan Haikal langsung terkejut melihat seseorang yang berdiri didepan pintu. "Lila!" Seseorang itu memang Lila tapi seperti sedang menyamar karena tidak berpakaian tidak seperti sebelumnya saat datang bersama suaminya. Haikal tahu kalau itu agar tidak membuat orang orang curiga. "Apa kabar mas?" Sebuah sapaan yang te
Pintu ruangan Cleo dibuka oleh seseorang dan orang itu adalah Bram."Maaf mbak Cleo! Laki laki ini memaksa masuk dan mengancam akan merusak barang barang butik!Nina segera menjelaskan situasi yang sedang terjadi diluar."Tidak apa apa Nina! Biar ini menjadi urusanku! Suruh saja security berjaga didepan siapa tahu aku membutuhkannya untuk menyeret laki laki tidak tahu malu ini. " Ucap Cleo ketus bercampur geram menatap Bram."Baik mbak!"Nina bergegas melakukan yang diperintahkan Cleo."Apa maksudmu seperti itu? Kau ingin mengusirku paksa!""Iya karena kau sangat mengganggu ketenangan tempat ini.""Karena kau sedang berduaan dengan laki laki miskin ini sehingga kau berkata kasar padaku!"Surya langsung terusik mendengar kata kata hinaan untuknya itu tapi masih mencoba ditahannya karena ingin tahu siapa laki laki kurang ajar ini."Untuk apa lagi kau datang ketempat ini! Kita tidak punya hubungan apapun sejak bebera
Beberapa jam sebelumnya.Surya segera membuka pintu mobil untuk Bryan saat mereka sudah sampai dihalaman sekolah."Mas bos setelah ini om akan ke butik nona Cleo dulu karena permintaan Bu bos!""Wah om Surya makin dekat saja sama Tante Cleo.""Mas bos ada ada saja! Ini juga karena di suruh oleh Bu bos, kalau tidak mana mungkin om berani bertemu nona Cleo.""Tapi Tante Cleo sering melihat om Surya diam diam. Waktu di restoran, waktu memperbaiki mobilnya dan saat mengantarnya.""Mas bos mungkin salah lihat! Sudahlah mas bos, sekarang masuk sekolah dan belajar yang rajin dan semangat supaya nanti bisa jadi orang yang sukses dan membuat bangga pak bos dan Bu bos dan tentunya juga om Surya yang sudah jadi supir mas bos selama ini.""Baiklah om, tapi kalau butuh bantuan ku untuk mendekati Tante Cleo, bilang saja padaku!"'Ihh anak ini, bisa bisanya punya pikiran seperti ini, mana mungkin seorang seperti nona Cleo mau sama laki laki t
Haikal melihat sebuah mobil mewah masuk dan parkir dihalaman mesjid. Dia lebih terkejut lagi saat melihat yang datang adalah ibu Jelita.Bergegas Haikal mendekat dan menyapa."Assalamualaikum, Selamat datang ibu Jelita!"Jelita hanya tersenyum mendengar sapaan Haikal yang masih menyebutnya ibu Jelita."Selamat siang." Jelita akhirnya menjawab juga. "Bagaimana pembangunan mesjid ini? Apa ada kendala?" Tanya Jelita selanjutnya."Semuanya lancar Bu, sekali lagi saya mewakili seluruh panitia mesjid ini mengucapkan terima kasih untuk ibu Jelita atas semua dukungannya selama ini.""Sama sama! Saya hanya melaksanakan amanat papa yang ingin agar mesjid ini dibangun dan baru kali ini bisa menyempatkan diri untuk melihat secara langsung.""Kalau begitu ibu Jelita ikut saya dan akan saya tunjukkan proses pembangunan mesjid ini.""Boleh, sekalian saya juga ingin membuktikan laporan yang disampaikan Bondan selama ini.""Tapi ibu haru
Yusuf dan Bella sudah bersiap untuk ke kantor. "Pokoknya di kantor kamu tidak boleh banyak bergerak yang tidak penting. Kalau mau apapun bilang sama mas." "Iya mas." Yusuf sudah beberapa kali mengatakan itu pada Bella padahal mereka belum juga berangkat dan itu sedikit membuat Bella sewot. "Mas sadar sudah berapa kali mengatakan hal yang sama?" "Berapa kali pun itu mas tidak peduli karena mas sangat menyayangimu dan tidak ingin terjadi apapun padamu dan calon anak kita." Yusuf masih akan terus berbicara kalau saja Bella tidak segera mengecup pipinya. "Iya aku akan mendengarkan semua kata kata mas." Yusuf akhirnya tidak berbicara lagi setelah kecupan di pipinya itu. Bella tersenyum melihat suaminya yang akhirnya diam. Mereka bergegas keluar dari kamar dan bertemu dengan Bryan yang juga sudah bersiap ke sekolah. "Bagaimana kabar adik Bryan didalam sini." Ucapnya sambil menyentuh perut Bella. Tingka
Jelita terkejut saat Dina menelpon dan memaksa untuk bertemu.'Pasti laki laki itu sudah bercerita yang tidak tidak pada Dina. Dasar laki laki kurang ajar.'Jelita menjadi sedikit geram karena Dina sudah mengganggu waktu kerjanya.'Baiklah kalau memang kau ingin seperti ini tapi jangan salahkan aku bila Dina akan membuat masalah untukmu.'Jelita akhirnya memutuskan itu sebelum melangkah menemui Dina."Kenapa bertemu disini sih? Kenapa tidak datang ke kantor saja." Protes ku pada Dina."Tidak enak bicara hal ini dikantor!""Jadi mbak Dina mengira disini adalah tempat yang tepat."Mereka memang sedang berada di cafe yang cukup ramai."Mbak hanya ingin menghabiskan waktu berdua denganmu! Sudah lama loh kita sebagai sepupu tidak keluar berdua seperti ini."Cihhh...Hanya itu yang diucapkan Jelita dalam hatinya karena dia sangat yakin kalau sebentar lagi Dina akan membahas masalah suaminya yang tidak tahu diri i