Share

Bab 6 Rumahku bukan milikku

Dari pesan mas Bagas terahir, pemeriksaan sudah selesai tinggal menunggu antrian obat,kemungkinan sebentar lagi sampai. 

"Assalamu'alaikum.... "

ucap mas Bagas dan Ibu berbarengan.

“Wa'alaikumsalam.. “

Aku langsung bangkit dari sofa mendekat ke pintu utama dan mencium punggung tangan Ibu dan mas Bagas. 

"Mari Bu langsung makan saja mumpung masih anget, Sari masak kesukaan Ibu ini lho." Aku mempersilahkan Ibu langsung ke meja makan.

“Kebetulan ini sudah siap semua,” lanjutku sambil menarik kursi untuk Ibu. 

Sementara mas Bagas membawa tas Ibu ke kamar. 

Selesai makan kami duduk di ruang tengah sambil menikmati cemilan.

Aku dan mas Bagas saling pandang dan menganggukan kepala berniat melancarkan rencana. 

"Bu, Bagas mau bicara Bu," ucap mas Bagas dengan pelan. 

"Ya bicara aja Gas, kenapa pake pamit, ada apa?" tanya Ibu terlihat penasaran. 

"Ibu kan tahu hutang Bagas banyak, Bagas bingung mau gimana nutupnya, Bagas sudah mencoba berbagai upaya tapi nyatanya masih belum ketutup juga." 

" Terus...?" tanya Ibu sambil menatap mas Bagas lekat. 

Ahirnya tanpa basa basi lagi mas Bagas mengatakan niatnya untuk menjual rumah ini.Dan berniat mengarahkan ke mana uang hasil penjualannya.

Dengan hati-hati mas Bagas berucap berharap Ibu tidak salah paham dan menyetujui usulan mas Bagas. 

" Alhamdulillah... sukur kalo begitu," Ibu berucap lega sembari mengembangkan senyumnya. 

Jujur aku bingung kenapa Ibu terlihat begitu bahagia, aku senang jika Ibu menyetujuinya tetapi ini di luar perkiraan dan justru terkesan menakutkan.

"Jadi Ibu setuju? " tanya mas Bagas kegirangan. 

"Sebenarnya sebelum Bapakmu meninggal Bapak pernah menyampaikan impiannya untuk pergi haji,tetapi karena keadaan keuangan ahirnya sampai meninggalnya Bapak gak kesampaian pergi ke tanah suci," jelas Ibu. 

"Ibu ingin badal haji untuk Bapak tapi Ibu juga gak tau uang dari mana, Ibu sempat kepikiran pengin jual rumah ini tapi takut kamu keberatan," Ibu berucap dengan semangatnya. 

"Ooh... Gitu,ya udah gak papa Bu,bagus itu Bu jadi cita-cita Bapak bisa kesampaian,kalo gak salah biaya badal haji sekitar 40 jutaan ya Bu? " mas Bagas juga menanggapi dengan antusias. 

"Iya nanti rencananya Ibu juga mau umroh, terus masjid di samping rumah kan lagi dibangun nanti Ibu juga akan Infaq ke masjid itu atas nama Bapak, paling tidak 50 juta cukup lah ya? " Ibu berucap dengan semangat. 

"Selama ini orang-orang selalu menganggap Bapak itu orang yang dermawan jadi meskipun Bapak sudah meninggal Bapak akan tetap dikenang sebagai orang dermawan kan Gas?" ucap Ibu sembari menerawang ke depan. 

"Dan pas sekali kamu juga berniat menjual rumah ini," lanjutnya. 

Aku dan mas Bagas saling pandang, kemudian Ibu melanjutkan lagi kalimatnya. 

" Ya itu aja sih yang Ibu minta, badal haji Bapak, umroh Ibu, dan infaq 50 juta ke masjid, sisanya dibagi aja buat berempat. " 

Jeddarrr...  serasa ada petir menyambar di siang bolong. 

"Ini adalah tipe perumahan kecil harganya tidak sampai 500 juta, setelah diambil sejumlah yang Ibu sebutkan tadi terus dibagi 4 kebagian berapa mas Bagas." 

"Mana cukup buat beli rumah apalagi ditambah modal usaha, aah... rasanya mau pingsan." Batinku. 

"Kalo begitu gimana bisa buat beli rumah lagi Bu? " ucap mas Bagas memelas. 

"Ya gimana, nyatanya harta Ibu memang cuma itu, dan anak Ibu ada 4 kamu gak boleh nguasain  harta Ibu sendirian harus dibagi sama adik-adikmu juga kan? "  jawab Ibu tegas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status