"Apa yang ingin kau ketahui?"
"Siapa yang sedang kau tunggu?" ucap Sean menjawab pertanyaan Anneth. Jauh di dalam lubuk hatinya, Sean sangat berharap kalau Anneth bukan sedang menantikan seorang pria. "Kau di sini seorang diri. Tidak mungkin adalah suatu kesengajaan biasa. Apa benar?"
"Haruskah aku menjawab?" Bebal sekali. Sebegitu tidak tahu malunya pria ini memaksa untuk mengetahui urusannya. Ingin marah, tapi tubuhnya seakan menolak untuk beranjak. Alhasil Anneth hanya bisa bersabar menghadapi cecaran Sean.
"Ya. Aku bahkan tidak keberatan kalau kau bersedia bicara jujur."
Terdengar decakan pelan dari mulut Anneth saat mendengar jawaban Sean yang sarat akan paksaan, tapi dilakukan dengan cara lembut. Aneh saja. Dia merasa pria ini tengah bersikap posesif kepadanya. Padahal kan mereka hanya orang asing yang baru beberapa kali bertemu, tapi entah mengapa Sean bisa sebegini memaksanya untuk menj
"Kita sudah sampai, tuan putri. Silahkan keluar!" ucap Sofia seraya membungkukkan badan setelah membukakan pintu mobil. Gerak tubuhnya sangat luwes. Mirip sekali dengan gaya seorang pelayan yang tengah melayani ratunya."Jangan sok perhatian. Aku tahu kau sedang menginginkan sesuatu," cibir Anneth langsung paham akan maksud tujuan sahabatnya yang tiba-tiba bersikap manis. Dia keluar dari dalam mobil kemudian menatapnya datar. "Kali ini tentang apa?"Sofia meringis lebar. Sahabatnya memang yang paling tahu tentang dirinya. Terbaik."Aku penasaran dengan hasil pertemuanmu semalam. Bagaimana? Apa orangnya baik? Tampan tidak? Emm penampilannya tidak kolot seperti orang-orang yang baru datang dari pedesaan, kan?" cecar Sofia penuh rasa ingin tahu."Kau masih bernafas, kan?""Maksudnya?""Bicaramu sepanjang kereta api. Aku takut kau henti nafas ka
"Sean, nanti malam kau jangan pergi ke mana-mana. Usahakan semua pekerjaan selesai lebih awal agar kau bisa pulang cepat ke rumah. Paham?!" ucap Safina sambil menatap lekat ke arah putranya yang tengah menikmati makan siang. B*jingan satu ini baru saja bangun setelah pulang dari klab pukul setengah lima dini hari tadi."Come on, Bu. Aku bahkan baru membuka mata dan Ibu sudah mengatur hidupku. Apa tidak bosan terus merecoki hidup putramu, hm?" protes Sean jengah mendengar petuah sang ibu yang terkesan memaksa. Bukan terkesan sih, tapi memang benar-benar dipaksa. Hmm."Sudah bosan hidup ya? Mau kau merasakan garpu terbang?"Edgar pura-pura tak mendengar saat istri dan anaknya kembali terlibat perdebatan. Biar sajalah. Lebih baik dia tak ikut campur dulu dalam masalah ini. Takut menjadi korban dari garpu terbang. Hihihi."Dengar perkataan Ibu baik-baik. Nanti malam teman Ibu dan anakny
"Arsean, apa kau sungguh-sungguh ingin mengejarnya?" tanya Oliver memastikan. Resah, itu yang dia rasakan sekarang.Tanpa ragu Sean menganggukkan kepala. Dia kini tengah berada di kantor sepupunya setelah berhasil menyelamatkan diri dari ibunya "Hanya dia satu-satunya wanita yang mampu mencuri perhatianku sejak kembali ke negara ini. Jadi apa pun caranya dan bagaimana pun dinginnya dia, aku akan berusaha keras untuk mendapatkan Anneth."Oliver mend*esah pelan. Ini kabar yang kurang baik. Bukan tak mendukung keinginan sepupunya, dia hanya merasa kalau Sean tak benar-benar ingin mendapatkan Anneth. Kalau yang menjadi mangsa Casanova ini bukan sahabat karib dari kekasihnya, mungkin Oliver akan masa bodo. Tetapi di sini yang menjadi masalah adalah bagaimana jika Sean hanya berniat mempermainkan Anneth kemudian hal tersebut diketahui oleh Sofia, maka tamatlah hubungan mereka. Sepak terjang sepupunya soal dunia wanita cukup mengerikan. Olive
"Sudah siap?"Anneth menganggukkan kepala. Dia lalu berjalan menuruni anak tangga menuju sang ibu yang tengah memperhatikannya sambil tersenyum. Cantik sekali. Dan demi kecantikan wanita ini, Anneth rela melakukan segalanya. Termasuk merendahkan diri dengan datang ke rumah laki-laki yang akan dijodohkan dengannya."Sayang, kau cantik sekali dengan gaun ini. Ibu sampai pangling tadi," ucap Merlyn memuji kecantikan putrinya. Saat ini Anneth mengenakan gaun setengah paha dengan warna merah maroon. Model gaun ini cukup seksi dengan menampilkan bagian bahu dan juga punggung."Terima kasih banyak atas pujiannya. Malam ini Ibu juga terlihat begitu cantik dan juga anggun. Sayang sekali Ayah sudah tidak ada. Kalau Ayah masih ada, aku jamin Ayah pasti akan meneteskan air liur melihat penampilan Ibu sekarang," seloroh Anneth balas memuji sang ibu. Setelah itu Anneth memeluknya penuh sayang. "Tolong doakan agar semuanya
Sean tak henti-hentinya menghela nafas saat mematut diri di depan cermin. Dia sedang kesal. Kesal sekali. Mengapa demikian? Berniat menampilkan diri sebagai sosok pria jorok yang tidak tahu cara berpakaian dengan benar, malah membuatnya terlihat semakin tampan dengan hanya mengenakan kaos biasa beserta celana pendek. Terlalu jauh dari prediksi yang dia bayangkan."Heran. Di bagian mana Tuhan meletakkan kekuranganku ya? Kukira dengan memakai stelan seperti ini akan membuatku terlihat seperti gembel. Kenapa ketampananku malah bertambah semakin bersinar saja?" ujar Sean terheran-heran sendiri. Tangannya kemudian bergerak mengusap deretan roti sobek di perutnya. "Perfect!"Tok tok tokPintu kamar diketuk dari luar. Hal itu membuat Sean berdecak kuat. Wanita itu pasti sudah datang. Menyebalkan."Sean, Ibu tahu kau ada di dalam. Cepat keluar. Tamunya sudah datang!" teriak Safina dari luar pintu
Pandangan Anneth dan Sean saling beradu. Mereka sama-sama tak percaya dengan apa yang terjadi sekarang. Terlalu mengejutkan."Ann, apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Sean sambil menatap seksama ke arah wanita seksi yang juga tengah menatapnya. Seketika tenggorokan terasa kering. Bukan karena kaget, melainkan karena gairah melihat punggung Anneth yang terekspos dengan begitu nyata."Kau itu yang kenapa bisa ada di sini!" sahut Anneth sembari berdiri dari duduknya. Meski berjarak, posisinya sekarang tengah berhadap-hadapan dengan Sean."Ini rumahku.""A-APA??!"(B-bagaimana bisa? Pria mesum ini ... jangan bilang dia adalah pria yang akan dijodohkan denganku. Ya Tuhan, garis takdir macam apa yang telah kau buat? Kenapa harus dia?)"Anneth, Sean. Kalian saling kenal?" tanya Safina bingung melihat reaksi kedua orang di hadapannya.
Anneth hanya bisa tertunduk diam saat Sean mengajaknya keluar menemui keluarga mereka. Pikirannya campur aduk. Antara malu, marah, juga jijik terhadap diri sendiri. Bagaimana bisa dirinya terbuai akan sentuhan Sean yang dilakukan secara paksa? Apakah dia seorang j*lang yang rindu belaian setelah sekian tahun tak menjalin hubungan? Miris."Honey, kenapa diam saja. Bicaralah. Katakan sesuatu yang berhubungan dengan kita," ucap Sean sembari menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Anneth. Posisi mereka tengah berada di dalam lift sekarang."Apa gunanya aku bicara. Toh itu tidak akan merubah keputusanmu," sahut Anneth pelan. Dia masih enggan mengangkat kepala. Terlalu malas untuknya bertatap mata dengan pria yang telah membuatnya merasa jijik."Kau marah?"Tak ada jawaban. Sean lalu menghela nafas. Agak heran dia melihat sikap Anneth yang masih begitu dingin meski mereka baru saja me
"A-APA??? Sean??!"Anneth menarik nafas panjang. "Bisa kecilkan suaramu tidak? Di sini bukan hutan, tapi kantor. Seperti tarzan saja kau!"Sofia meringis. Dia kembali duduk setelah disindir mirip tarzan yang suka berteriak di hutan. Sambil menatap Anneth yang terlihat kesal, Sofia berdehem pelan. "Ekhmmmm. Ann, kau tidak salah mengenali orang, kan?""Jadi menurutmu aku ini buta?""Bukan begitu, astaga. Maksudku kau yakin kalau pria itu adalah Sean?""Kalau bukan dia lalu siapa? Tidak mungkin Tuhan menciptakan manusia yang serupa lengkap dengan kelakuan mesumnya selain Sean." Anneth menekan pinggiran kepalanya, menyandarkan badan ke sofa kemudian menatap langit-langit ruangan. "Aku tak pernah menyangka kalau laki-laki yang ingin dijodohkan denganku adalah dia. Fakta ini membuatku seperti sedang terjebak di dunia mimpi. Sulit untuk dipercaya.""Lalu rencanamu a