Share

Bab 4

Author: Hana Floris
Bulan September baru saja lewat, tapi hawa panas akhir musim kemarau masih terasa di bumi.

Tapi aku malah duduk di ruang kerja, merasa kedinginan di sekujur tubuh, seakan-akan berada di ruang bawah tanah yang terbuat dari es.

Aku bergegas keluar dalam keadaan linglung.

Aku masih tidak percaya Hendra akan mengkhianatiku. Aku masih merasa semua yang ada di komputer itu palsu.

Pasti ada orang dengan rencana jahat yang mau memfitnah!

Aku meneleponnya, tapi tidak diangkat.

Dia bilang, ada acara makan bersama rekan, jadi aku pergi mencarinya di setiap restoran.

Aku bersikeras mau tanya pada Hendra saat itu juga.

Meminta kejelasan.

Kemudian aku temukan Hendra di sebuah restoran daging panggang. Di mejanya, sekumpulan orang tampak ngobrol dengan senang.

Sementara dia duduk di ujung meja dengan senyum tipis di bibirnya, tampak seperti pria sukses yang selalu lembut, anggun dan ramah.

Di sebelah kanannya duduk seorang wanita berambut panjang dan mengenakan gaun putih.

Matanya sebening air, tampak pemalu, lembut dan menawan.

Langkahku tiba-tiba terhenti, aku tidak berani melangkah maju.

Terdengar suara candaan dari seseorang, “Pak Hendra, kami semua kagum padamu dalam segala hal kecuali ketakutanmu pada istrimu. Kami jelas nggak mau dapat istri gitu!”

“Ya, Pak Hendra, kamu itu orang hebat, kenapa malah dengarkan perkataan istrimu yang amatir? Seakan kalau dia ketat padamu, kamu bisa jadi hebat.”

Setelah berpikir beberapa saat, aku baru mengerti kenapa mereka bilang gitu.

Hendra memang tidak handal jadi pemimpin.

Gaya manajemennya adalah melakukan apa pun yang dia bisa. Dia merasa ajarin orang itu terlalu habiskan waktu. Akhirnya, dia kelelahan. Kepala departemen malah jadi orang yang paling sibuk dan paling lelah, bahkan tidak ada waktu untuk putrinya.

Aku pernah beri saran agar dia berperan sebagai manajer. Kalau itu tugas bawahan, berikan pada bawahan, jadi dia hanya perlu periksa secara ketat. Kalau tidak kinerja departemennya akan selalu terpuruk.

Aku tidak tahu apa yang dilakukan atau dikatakan Hendra setelahnya, tapi tampaknya kelompok anak muda ini malah salahkan aku atas hal ini.

Tapi saat ini, aku tak sempat pedulikan masalah ini, mataku hanya tertuju pada wanita berambut panjang itu.

Dia duduk di tengah kerumunan, selalu tersenyum tipis di bibirnya, tampak anggun dan santai. Di restoran daging panggang yang ramai dan berisik ini, dia memancarkan aura kecantikan yang khas.

Pada saat ini, dia tersenyum dan berkata dengan lembut, “Sudah sudah, jangan buli Pak Hendra lagi. Ke depannya, kalau kalian terlalu sibuk, aku bantuin deh.”

Anak-anak muda itu pun tertawa.

“Andai istrimu seperti Kak Vianie, kerjaan kita pasti bisa makin ringan! Sayang sekali!”

Hatiku perlahan makin berat.

Ternyata benar, wanita berambut panjang itu adalah Vianie.

Sekelompok orang itu mengobrol dan tertawa sambil bersulang untuk Vianie. Wajahnya semerah bunga persik dan dia menolak dengan tangannya sambil tersenyum.

Lalu Hendra tiba-tiba berdiri, mengambil gelas anggur dari tangannya dan minum semuanya.

“Di departemen kita nggak ada paksaan cewek harus minum bir. Jangan buli dia. Aku saja yang minum!”

Vianie mengerutkan bibirnya dan tersenyum padanya.

Anak-anak muda bersorak dan mengisi gelas lagi.

Dengan bangga, dia pun minum habis lagi.

Aku memandangnya dari kejauhan, tubuhku bergetar hebat.

Lambung Hendra tidak begitu kuat, jadi maag-nya sering kambuh.

Dalam beberapa tahun terakhir, selain rawat Melisa, aku juga harus cari cara jaga lambung Hendra.

Aku cari pengobatan tradisional ke mana-mana, merebus obat dan buat teh kesehatan, tapi dia tetap tidak tahan dengan apa pun yang dingin, panas atau pedas.

Meski aku suka makanan pedas, tapi aku tidak pernah taruh cabai dalam masakanku.

Semangka dingin dari kulkas juga aku keluarkan sebelum dia pulang kerja.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
apakah kau sudah bangga dg dirimu yg jd babu dan bucin akut?? sangat menjijikan sekali jd perempuan bgt
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal   Bab 20

    Saat itu aku dan Melisa pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Bu Nia yang kakinya terkilir. Ketika kami keluar, kami bertemu mereka.Keduanya sedang berdebat hebat di aula rawat jalan.Aku menggandeng Melisa dan berdiri di tengah kerumunan, aku terkejut oleh perubahan besar penampilan mereka.Vianie jadi keriput dan lusuh, mulutnya menjadi setipis garis, sudut bibirnya terkulai ke bawah dan dia mengutuk, “Omong kosong! Keluargamu nggak berguna. Orang tuaku yang harus kerja keras untuk urus anak kita. Beraninya mereka remehkan keluargaku? Beraninya mereka marahi aku, dasar jalang tua!”Hendra berwajah muram dan mengenakan jaket yang aku belikan untuknya beberapa tahun lalu. Pada usia 35 tahun, rambutnya sudah beruban dan dia tampak lelah dan tua.Bibirnya juga bergerak, sama sekali tidak mau mengalah.“Kamu yang sampah! Seluruh keluargamu sampah! Dasar benalu! Setelah sedot uangku, kamu masih mau targetkan keluargaku! Biaya pengobatan anak kita sangat mahal, keluargamu pun makan dan ting

  • Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal   Bab 19

    “Semua orang nggak percaya dan bilang apa ada salah paham. Tapi Vianie malah bilang dengan keras bahwa itu benar, bayi dalam perutnya adalah anak Pak Hendra!”“Setelah dengar itu, Pak Hendra tiba-tiba marahi Vianie dengan keras, dia bilang Vianie yang sengaja goda dan bius dia, Vianie yang jebak dia tidur dengannya. Vianie juga nggak mau kalah, dia tanya balik, untuk pertama kali, aku emang bius kamu, tapi gimana dengan kedua kalinya? Ketiga kalinya? Apa itu juga dibius?”Setelah menutup telepon, aku terdiam cukup lama.Hari itu aku bilang pada Vianie ada cara lain agar dia tidak perlu kembalikan uang itu.Dia bertanya apa yang bisa dilakukan.Kataku, “Rebut Hendra pergi.”Niatku awalnya adalah minta bantuannya untuk lancarkan perceraianku, tapi aku tak menyangka dia bakal ambil tindakan ekstrem seperti itu.Aku sempat tidak percaya.Kalau teringat kata-kata penuh gairah dan membekas di folder [Kesayangan] itu, aku merasa sungguh ironis.Hendra dengan jelas bilang padaku dengan suara l

  • Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal   Bab 18

    Aku tidak tahan lagi, sungguh tak bisa dipercaya. Aku pun berteriak, “Vianie itu satu-satunya istrimu, Hendra! Gimana bisa kamu bilang nggak pernah berpikir untuk bersamanya? Lalu apa gunanya ratusan dokumen itu? Untuk apa kalian berlagak mesra gitu?”‘Apa gunanya rencana perceraianku yang sudah aku rencanakan selangkah demi selangkah selama ini!’Hendra adalah orang yang keras kepala.Dia tampaknya siap membuktikan kata-katanya dengan tindakan.Sejak saat itu, dia bangun pagi tiap hari untuk buat sarapan, tapi aku dan Melisa bahkan tidak mau memandangnya. Aku pergi bekerja dan Melisa pergi sekolah, kami tidak banyak berkomunikasi dengannya.Siang harinya, dia juga kirimkan berbagai pesan padaku, seperti: [daun gugur indah yang jatuh di jalan], [makan siangnya] dan [teori apa yang dia temukan hari ini].Pada malam hari, dia cuci piring dan kerjakan pekerjaan rumah, mengucapkan selamat malam pada kami berulang kali sebelum tidur, begitu sabar dan gigih.Aku tidak tahan lagi dan pergi me

  • Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal   Bab 17

    Keduanya menunjukkan ekspresi tidak rela dan tak puas di wajah mereka.Vianie tiba-tiba berteriak, “Kak”, kemudian memeluknya.Keduanya berpelukan erat.Melisa menggigit bibirnya dan menatap mereka, air mata mengalir tak terkendali.Aku menghela napas dalam hati.Aku awalnya tidak bermaksud menyeret anakku ke dalam kesalahan orang dewasa.Tapi ketika Melisa menangis dan berteriak padaku: “Aku pilih ayah” hari itu, aku tiba-tiba sadar bahwa dia sudah berada di dalamnya.Perkataan Melisa tentu saja menyakiti hatiku, tapi saat aku tanya pada diriku sendiri, aku tahu aku benar-benar tidak tega tinggalkan putri yang telah aku besarkan sendiri.Sejak kecil dia dekat dan bergantung padaku serta ayahnya.Hanya saja dia dituntun ke arah yang salah oleh orang lain yang punya niat buruk.Dia butuh aku dan aku butuh dia.Jadi aku biarkan dia menyaksikan kekejaman hidup sejak dini.Tak apa, asal aku di sampingnya, aku akan ajari dia jadi anak yang pintar, jadi orang yang cerdas, dan mampu hadapi ke

  • Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal   Bab 16

    Tubuh Vianie bergetar, dia akhirnya tak bisa tahan air matanya lagi, dan menangis tersedu-sedu, berlari keluar sambil menutupi wajahnya.Sementara Hendra tetap berdiri kaku di sana, menatap ponselnya, tidak mengangkat kepalanya.Setelah kembali ke rumah, wajah Hendra muram dan suaranya galak, “Caroline, sudah kubilang, syaratku untuk pulang adalah lupakan masalah ini, tapi kamu nggak tepati janji!”Aku tersenyum dan berkata, “Ya, aku sudah ingkar janji. Kamu mau gimana?”Hendra terdiam cukup lama, menatapku dan berkata dengan nada yang penuh kesedihan, seolah hatinya telah mati.“Kita terpaksa cerai.”Aku mengangguk. “Oke.”Dia tertegun, ekspresi tidak percaya tampak jelas di wajahnya.Aku masuk ke kamar, mengambil sebuah dokumen dan serahkan padanya.“Ini surat cerai. Coba cek apa ada masalah.”Matanya terbuka lebar, mengambilnya dengan kaku dan bertanya sambil menggertakkan giginya, “Kapan… Kamu siapkan ini?”Aku menyipitkan mataku sambil memiringkan kepala dan berpikir.“Kapan ya? O

  • Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal   Bab 15

    Dia terbata-bata, “Aku nggak mengenalimu saat itu, aku nggak tahan lihat kamu lukai orang lain. Lagian aku sudah minta maaf pada Pak Hendra.”“Minta maaf pada Pak Hendra? Emangnya dia yang terluka?”Tanyaku dingin sambil melihat ke arahnya.Mereka yang berdiri di tengah kerumunan itu semuanya adalah mantan bawahan Hendra. Mereka semua tampak geram dan merasa kasihan pada Vianie. Tampak jelas mereka anggap aku bersikap tidak masuk akal.Aku menatap Hendra lagi.Wajahnya sedikit miring, menatap Vianie yang berusaha keras menahan air matanya, masih terlihat kasihan dan sedih.Aku tersenyum, mengeluarkan ponsel dari tas dan menyerahkannya pada Hendra.“Tadi ponselmu ketinggalan di mobil, jadi aku bawakan. Aku juga sudah kirim rekaman video CCTV restoran daging panggang hari itu ke grup kalian.”Seketika tempat itu menjadi heboh, semua orang menunduk menatap ponsel mereka.“Video itu sangat jelas dan dapat membuktikan dua hal. Pertama, aku sama sekali nggak sentuh Vianie. Dia juga harusnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status