Share

Bab 2

Author: Bree
Grace girang bukan main, takut salah dengar, dia pun kembali memastikan, “Benarkah? Intan?”

Intan melirik bingkai foto yang pecah di lantai, ekspresinya tampak yakin, “Peter sudah mati, jadi aku tetap harus melanjutkan hidup dengan baik.”

Benar, di hatinya, Peter memang sudah mati.

Mendengar itu, Grace begitu senang.

Padahal sehari sebelumnya, sikap Intan selalu sama, kalau Peter sudah mati, maka hidup pun tidak ada artinya lagi.

Suara Grace sampai bergetar karena terlalu gembira, “Benar, orang yang masih hidup harus melanjutkan hidup dengan baik!”

Namun, di tengah malam, suara manja dan dentuman semakin liar.

Seperti sebilah pisau tumpul yang terus menyayat hati Intan, melukainya tanpa ampun.

Dia baru bisa tidur larut malam sekali dan saat langit baru saja mulai terang, suara sirene ambulans meramaikan seisi rumah.

Intan membuka pintu kamar, melihat Peter dengan wajah panik menggendong Jane berlari menuruni tangga.

Peter bahkan tak menoleh melihatnya.

Selama bertahun-tahun mengenalnya, Intan belum pernah melihat Peter sepanik ini. Peter selalu tampak tenang dalam segala hal.

Di lantai bawah, para pembantu sedang berbisik.

“Tadi pagi, baru saja bangun, Nyonya sudah merasa mual. Itu membuat Pak Peter panik setengah mati. Pagi-pagi buta langsung panggil ambulans, katanya mau periksa ke rumah sakit.”

Pembantu di samping terkekeh dan menjawab, “Suara semalam saja sampai terdengar jelas di kamar pembantu bawah. Sudah sebulan lebih, malah aneh kalau nggak hamil.”

Intan berdiri di tangga melingkar, jarinya mencengkeram kayu mahal itu hingga meninggalkan bekas goresan.

Tak lama kemudian, telepon dari rumah sakit pun masuk.

Mereka meminta Intan datang ke rumah sakit.

Awalnya Intan enggan karena merasa jijik.

Namun, Fanny bersikeras dan menekan dengan dalih moral, “Intan, meski Peter sudah tiada, itu nggak mengubah kenyataan bahwa kamu tetap bagian dari Keluarga Tanata. Keturunan Keluarga Tanata memang nggak banyak. Anak ini sangat berharga, juga sangat sulit didapat.”

Usai bicara, dia menghela napas dan melanjutkan lagi, “Dokter Steve terkenal sebagai ahli penyelamat kandungan, tapi berapapun dibayar dia tetap nggak mau datang. Keluarga Pangestu bergerak di dunia medis, seharusnya kalian punya koneksi dengannya, ‘kan?”

Melihat Intan tetap tak tergoyahkan, Fanny kembali menambahkan, “Intan, Keluarga Tanata selalu baik padamu, juga baik pada Keluarga Pangestu. Dulu….”

Melihat Fanny mau mengungkit jasa masa lalu lagi, Intan mengangkat tangannya dan berkata, “Iya, aku pergi.”

Memang benar, dulu Keluarga Tanata membantu Keluarga Pangestu secara finansial, tapi Keluarga Pangestu bukan tipe yang menerima mentah-mentah. Semua yang harus dibalas, sudah dibalas.

Namun, jika Fanny sudah menyinggung, Intan pun tidak mau terlihat tidak tahu diri.

Saat tiba di rumah sakit, Peter tampak pusing tujuh keliling, sibuk mencari koneksi.

Namun, ini rumah sakit swasta terbaik di Kota Medana dan Dokter Steve adalah spesialis kandungan nomor satu. Uang belum tentu bisa membuatnya turun tangan.

Begitu melihat Intan datang, Peter buru-buru menghampiri dan mencengkeram tangannya erat, sampai pergelangan tangan Intan terasa sakit.

“Intan! Akhirnya kamu datang juga! Kandungan kakak iparmu lemah, dokter bilang sulit untuk mempertahankan kandungannya. Keluargamu punya hubungan dengan Dokter Steve, ‘kan?”

Intan menunduk, menatap pergelangan tangannya yang memerah, bibirnya melengkung dengan senyuman getir.

Dirinya paling takut sakit dan Peter tahu itu.

Dia sangat sensitif dengan rasa sakit. Terkadang, ditepuk pelan saja sudah terasa sakit.

Dulu, sekalipun hanya menggenggam tangannya, Peter selalu melakukannya dengan hati-hati.

Namun sekarang, demi anak yang ada di perut Jane, Peter begitu kalang kabur sampai tak sadar genggamannya menyakitinya.

Intan menajamkan sudut bibirnya, tatapannya dingin seolah sudah tahu segalanya. Dia berkata, “Kak, dulu kamu nggak pernah memanggil namaku, selalu memanggilku adik ipar.”

Jika dipikir-pikir, memang konyol. Sebenarnya saat Peter menyamar menjadi John dan pulang ke rumah, juga banyak kejanggalan. Tapi entah kenapa, dirinya malah dibutakan perasaan, percaya kalau pria yang dicintainya tak mungkin melakukan hal sebodoh itu. Karena itulah, dirinya pun tidak curiga sama sekali sampai kemarin malam.

Wajah Peter sempat kaku, lalu setelah terdiam sesaat, seakan yakin Intan tak akan menyadari apa-apa, ekspresinya kembali tenang.

“Jane sedang terbaring di ranjang rumah sakit, aku panik. Jadi, wajar saja kalau salah panggil.”

Intan menyeringai dingin dan menjawab, “Oh? Panik, ya? Kalau panik, seharusnya kamu lebih pelan! Bukankah semalam kakak ipar terus memintamu untuk lebih pelan?”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 10

    Jane yang sudah diuntungkan, tapi masih berlagak pura-pura polos.Namun, hanya Intan yang tahu, Jane tidak mungkin bisa mengambil keuntungan apapun dari dirinya.Sedih?Apa yang perlu dirinya sedihkan?Dirinya memang sudah mau meninggalkan tempat ini.Intan hanya menghabiskan beberapa menit untuk membereskan barangnya.Dia memang bukan tipe yang gila belanja, jadi barangnya tidak banyak. Sebagian besar barang berhubungan dengan Peter dan semuanya tidak ingin dia bawa.Peter melirik barang bawaannya, satu koper ukuran 18 inci pun belum terisi penuh. Peter agak khawatir dan bertanya, “Kamu mungkin perlu tinggal di Keluarga Pangestu sementara waktu, hanya bawa barang sedikit ini saja?”Di mata Jane, tindakan Intan berarti dia tidak ingin meninggalkan Keluarga Tanata dan hanya berencana untuk tinggal di Keluarga Pangestu selama beberapa hari, lalu kembali lagi.Jane pura-pura lemah dan bersandar di bahu Peter, “John, perut bagian bawahku sakit sekali!”Peter langsung mengalihkan pandangann

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 9

    Jane mengira Intan takut.Jika dia takut, tentu saja itu bagus.Namun, berjaga-jaga itu perlu. Jane juga bukan wanita yang polos. Dia memutuskan tidak kembali ke rumah sakit, melainkan istirahat di rumah saja.Seluruh Keluarga Tanata memperlakukannya bagaikan dewi.Dengan perbandingan itu, Intan pun jadi sosok yang tak dipedulikan siapapun.Namun, Intan tidak peduli. Bagaimanapun, dirinya juga akan segera pergi dari rumah ini.Dia hanya menunggu waktu keluarganya datang menjemput.Dulu, saat menikah, ayah dan ibunya mengantarkannya dengan senyuman lebar ke Keluarga Tanata. Jadi, saat pergi pun, dirinya tentu akan pergi dengan terang-terangan.Hanya saja, kabar ini sampai juga ke telinga Peter dan dia langsung panik.Dia berkali-kali bersembunyi maupun terang-terangan mencoba bicara dengan Intan.Sejak kejadian terakhir, Intan menghindarinya seperti menghindari wabah.Di mana Peter berada, Intan tidak akan datangi.Lagipula, dirinya akan pergi sebentar lagi, Intan tidak mau membuat mas

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 8

    Baru saja Intan selesai bicara, tangisan meraung kembali terdengar dari arah Jane.Peter panik, langsung menarik Jane ke pelukannya, lalu menatap Intan dengan wajah serius, “Intan! Kenapa kamu nggak pengertian sedikit pun? Kalau memang salah, sudah seharusnya minta maaf!”Intan mengerutkan keningnya, ternyata orang yang kehabisan kata-kata, terkadang benar-benar hanya bisa tersenyum.Intan menunjuk dirinya sendiri, “Aku nggak pengertian? Aku salah? Baiklah! Baiklah! Baiklah!”Intan mengulang kata baiklah sebanyak tiga kali, kemudian memaksakan diri berkata, “Semua ini salahku, puas? Sekarang, bisakah kalian keluar dari kamarku?” Fanny tampak tidak puas, “Intan, minta maaf itu harus dengan sikap yang baik, biar perasaan Jane lebih nyaman!”Peter juga mulai gelisah.Dia tidak menyangka Jane yang seharusnya di rumah sakit, bisa tiba-tiba pulang dan malah melihat pemandangan seperti ini.Jika bayi dalam kandungannya tidak bisa dipertahankan, semua yang telah dirinya lakukan sebulan lebih

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 7

    Jeritan kaget Jane membuat Fanny dan para pelayan Keluarga Tanata bergegas berdatangan, berkerumun di depan pintu kamar.Intan dicekik dan didorong ke ranjang oleh Jane yang sedang emosi. Rasa sesak semakin menekan dadanya. Dengan putus asa, Intan menatap ke arah Peter yang terdorong cukup jauh dan masih belum bereaksi.“To… long….”Suara yang lirih seperti bisikan nyamuk itu tidak membangunkan Peter.Untungnya, Fanny datang menerobos kerumunan. Intan mengira Fanny datang untuk menyelamatkan dirinya, tetapi dia salah.Kesalahannya cukup fatal.Sambil melindungi Jane dengan begitu hati-hati, Fanny berkata dengan penuh kasih sayang, “Jane, kandungannya masih nggak stabil, jangan sampai hal sepele begini kamu sampai keguguran!”Wajah Intan sudah memerah karena dicekik dan tenggorokannya tak bisa mengeluarkan suara apapun.Fanny hanya melindungi perut Jane dan menjaganya dengan sangat hati-hati, sama sekali tidak peduli dengan hidup mati Intan.Rasa sedih dan putus asa membanjiri hatinya.

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 6

    Sejak tahu bahwa Jane hamil, Peter begitu semangat sampai-sampai tak bisa tidur.Bagus!Bagus sekali!Sekarang, dia sudah meninggalkan keturunan untuk kakaknya, akhirnya dirinya bisa kembali ke sisi Intan!Karena khawatir dengan kondisi kandungan Jane, Fanny bersikeras menyuruh Jane tinggal di rumah sakit agar jika ada masalah bisa langsung mencari dokter.Jelas terlihat betapa Fanny sangat menantikan kelahiran anak dalam kandungan Jane.Rasa senang berlebihan terkadang membuat orang menjadi sombong. Hampir setiap hari di meja makan, Fanny bercerita dengan para pelayan, “Masakan ini buat lebih asam sedikit. Katanya kalau doyan asam berarti anak laki-laki, kalau doyan pedas berarti anak perempuan. Menantuku ini pasti mengandung anak laki-laki, soalnya selalu minta yang asam setiap hari. Nanti biar kubawakan ikan asam pedas ini untuknya.”Nyeri datang bulan Intan sangat parah. Belum makan banyak, perutnya sudah kembali sakit.Dia pun meletakkan sendoknya, “Kalian lanjut saja, aku nggak m

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 5

    Intan berjalan keluar dari kamar rawat Jane dengan menahan rasa sakit di perutnya.Begitu membuka pintu, dia langsung berpapasan dengan Peter yang berhati-hati membawa semangkuk sarang burung walet.Fanny juga mengikuti di belakang, di tangannya ada buah aprikot asam yang Jane minta.Mata Peter hanya tertuju pada Jane. Saat bergegas melewati Intan, Peter malah mendorongnya ke samping pintu.Dengan penuh perhatian, Peter melangkah ke arah Jane sambil berkata, “Makan dulu sarang burung walet ini, minggu depan aku suruh asisten ke Estia untuk beli lagi.”Jane yang tadinya marah, seketika menyingkirkan ekspresi kesalnya dan tersenyum manis pada Peter, “Sayang, kamu semakin baik padaku, aku bisa jadi terlalu manja nanti.”Peter duduk di samping ranjang, mengusap lembut kening Jane dengan tatapan penuh kasih, “Bodoh, kamu sedang hamil sekarang. Kalau aku nggak baik padamu, lalu siapa lagi?”Fanny melirik Intan dengan tidak senang dan berkata, “Intan, wajah apa itu? Kakak iparmu sedang hamil,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status