Tiada satupun skenario Allah yang tidak indah, semuanya pasti indah walaupun kita sulit untuk memahaminya, itulah yang terjadi pada musibah tadi semuanya atas kehendaknya. Semoga Arya baik-baik saja, ia terluka karena menyelamatkan Shelomitha, bayangan tusukan itu selalu menari-nari diotak Shelomitha.Arya selamatpun adalah anugerah terindah di balik setiap musibah yang mereka alami. Sungguh Shelomitha berharap semua baik-baik saja. Ia takut melibatkan keluarga mertuanya untuk membantunya, ia takut jika banyak yang terluka olehnya karena ulah Siska. Siska hanya mengincarnya tapi Arya yang terluka.Apa Shelomitha harus pergi saja dari rumah Bu Wulan, Shelomitha hanya takut jadi beban Mama Wulan."Ma, Mitha pindah saja kali ya, Ma? Wku takut, akan melukai Arya juga Mama." Mitha meremas ujung jilbabnya, ia begitu cemas jika bu Wulan marah karena keinginannya untuk pindah rumah. "Mitha ngomong apa sih, kita ini keluarga, Mitha. Mama yang seharusnya menjagamu, ngak boleh ngomong gitu lag
Bisakah Siska berubah, di dalam hidupnya hanya ada ambisi dan dendam, keluarga Ayah Farhan selalu menyayanginnya hanya dengan sekali hasutan sang Paman, Siska berubah jadi wanita yang kejam. Siska tidak pernah menyadari bahwa hidupnya dipenuhi dengan ambisi. Kalaupun Shelomitha harus terpuruk karena kehancuran rumah tangganya. Shelomitha tidak lupa bahwa semua sudah camput tangan dengan takdirnya. Tantangan hidup setiap orang pasti ada, Shelomitha harus taklukkan dan menjadi pemenang. Kemenangan bukti perjuangan, karena makin gigih berjuang, makin terbuka pintu kebahagiaan. Nama Bramantiyo dan Shelomitha dipanggil di dalam ruang pengadilan. Mereka dan juga saksi masuk dalam ruangan. Sesaat Shelomita membeku tangannya sedingin es, gugup tak beraturan keringat dingin membasahi tubuhnya. Sungguh tak ada sejakipun dalam benaknya akan duduk dikursi dihadapan para hakim di pengadilan.Shelomitha mencoba untuk tegar, agar ia tak gugup. Shelomitha pasti bisa jalani proses ini dengan hati y
Shelomitha pun bergegas pulang menuju rumahnya."Bunda baru pulang?" tanya Raka dan Rania, sambil memeluknya."Iya sayang, Mama baru pulang, sudah pada makan belum?""Sudah, Bunda sama, Mbok Darmi." "Ok. Kalau begitu, Bunda beres- eres dulu ya?""Iya, Bunda."Shelomitha masuk ke kamar mandi lalu mengguyur tubuh dengan air dari shower merasakan segar di seluruh tubuh. Selesai ia mematikan shower memakai handuk berjalan keluar kamar. Selesai memakai piyama kubaringkan tubuhnya diatas ranjang. Menarik napas dan menatap langit-langit kamar, menekan kedua mata dengan jari-jari, mencegah agar air mata tak keluar karena bersedih. Sesaat pintu kamar diketuk. Tok ... tok"Masuk saja.""Bunda besuk ada lomba acara disekolah, kata, Bu Guru lomba berdua sama Papa.DegShelomitha menelan kudah yang begitu pahit. "Harus sama, Papa ya? Ndak boleh diwakilin sayang?" tanya Shelomitha cemas menanti jawaban Raka."Raka ngak tau, Bunda, tapi kata, Bu Guru kalau ayahnya sudah tidak ada boleh sama Pam
Shelomitha dan Raka masuk ke mobil diantar sama Mang Kardi, badan Shelomitha sedikit berkeringat, ia bener-bener takut jika kali ini Arya tak menepati janjinya datang ke sekolah. Baukan Ayah kandunhnya juga sudah tak peduli lagi. Mungkin, dia sudah punya kehidupannya sendiri, benda pipih di dalam tas diambil oleh Shelomitha. Berharap jika Arya menghubungi dan masih sama teleponnya tidak aktif, ada apa dengan Arya? kenapa ponselnya ngak aktif padahal biasanya selalu aktif."Bunda kalau Om Arya tak datang bagaimana?" tanya Raka cemas. "Om Arya pasti tepatin janjinya sayang, tapi kalau Om Arya tak jadi datang sama Mang Kardi saja ya? Tapi tetap, Bunda juga akan temani Raka sampai lombanya selesai" Shelomitha berusaha menyemangati anaknya."Ya, Bunda. ngak asyik kalau sama Mang Kardi, tapi ya sudah ngak papa deh Bunda." Shelomitha tahu jika Raka gelisah mungkin dalam batinya ia ngak terima jika Mang Kardi yang jadi teman satu timnya."Lo, Den Raka jangan remehin Mang Kardi. Mang Kardi
"Wa'alaikumsalam, Eyang."Sambut Raka juga Rania, Bu Wulan memeluk tubuh kedua cucunya, lalu Shelomitha menghampiri Bu Wulan dan mencium takzim punggung tangannya. Bu Wulan memeluk Shelomitha, beliau rindu sudah lama tidak berjumpa dengan menantunya itu."Eyang. Tadi Raka dapat juara satu," ujar Raka sambil menunjukkan piala pada sang Eyang."Duh pinternya, Cucu Eyang, sini pekuk Eyang. menang lomba apa sayang?" tanya sang Eyang kepada Raka.Raka Diam tak berani menjawab"Kenapa diam?" Arya datang dari kamar mandi lalu menjawab pertanyaan Mama Wulan. "Menang lomba sepasang Anak dan Ayah Mama," jawab Arya sambil mendekati Mama Wulan.""Katanya di Bali sayang kok tahu-tahu sudah disini saja?" tanya Mama Wulan bingung."Jadi gini, Ma. Raka yang minta tolong Arya untuk membantunya, soalnya Raka bingung harus minta tolong siapa, Ma. Sedangkan Mas Bram ngak bisa hadir." "Iya, ngak papa sayang, cuma Mama kaget saja katanya di Bali ko langsung ada di sini."Shelomitha memberi vidio Raka m
Bramantyo mengendarai mobilnya menuju kantor, ia masuk ke dalam ruangan dan menarik kursi deket meja. Ia tahu ada yang ngak beres dengan kantornya, suara pintu diketok oleh asisten pribadinya."Masuk.""Maaf, Pak ada file yang tidak sesuai dengan catatan manual." "Kok bisa ngak sama? Sudah dicek semuanya?" tanya Bramantyo pada asistennya Felly. "Sudah, Pak hasilnya pun sama," jawab Felly asistennya."Cari daftar nama-nama orang yang bersangkutan dengan bagian administrasi beserta identitasnya? Jangan sampai terlewatkan, dan cepat bawa kesini laporannya?" Bramantyo seraya mengecek file-file itu."Baik, Pak permisi." "Iya."Jika tidak segera di atasi perusahaan ini akan hancur. Apa yang harus di lakukan? kenapa Bramantyo bisa seteledor ini, uang perusahaan di gelapkan oleh salah satu oknum yang tak bertanggung jawab. Namun Bramantyo baru mengetahuinya. Perusahaan sejak dikelola sama Papanya tidak pernah mengalami pengelapan uang yang sebegitu besarnya. Bramantyo berpikir apa ini ada
Selesai pemakaman, mereka bergegas melangkah meninggalkan pemakaman tidak dengan Bramantyo dan Siska. Siska berdua hatinya begitu hancur, alat satu-satunya untuk mengancam Bramantyo sudah tiada, Siska begitu marah hingga ia masih berada di samping pemakaman anaknya. Tubuhnya begitu kaku, Bramantyo mncoba membujuk agar mau pulang. Mungkin hidup Siska telah hancur, meskipun Bramantyo berada disisinya dan telah menjadi miliknya. Tapi Siska tahu batin dan jiwanya hanya untuk mantan istrinya Shelomitha, wajah Siska memerah, ia tahu tak lama lagi Bramantyo pasti membuangnya. Jika Bramantyo sampai membuangnya, Siska pastikan Shelomitha juga tak akan bahagia. "Sudah ayo kita pulang?"Siska mengangguk pelan. "Iya.""Yakin?""Iya, aku tak apa-apa, Mas.""Baiklah."-Senja melangkah pergi meninggalkan awan, pertanda hari sudah mulai petang. Shelomitha berada duduk di depan sofa sambil menemani sang anak belajar, tatapannya kosong Shelomitha memikirkan bagaimana hati Siska, pasti saat ini Sis
Arya menatap cangkir berisi kopi panas, ia teringat seseorang yang selama ini ia rindukan. Pantaskah ia merindukan Shelomitha? Ah Arya menggeleng dan berharap itu hanya halusinasi nya saja. Ia mengusap rambutnya dengan kasar. Sungguh Arya tak mengingginkan ini. Wajah kakak iparnya selalu menari-nari di pikirannya.Arya mengambil jaket hitam, dan pergi meninggalkan kafe. Menaiki motor kesayanga, ia melajukan motor dengan kecepatan sedang, tanpa sadar motor melaju menuju rumah Shelomitha. Arya melihat dari luar ada mobil asing siapa dia ? Arya memarkir sepeda motornya di luar gerbang dan berjalan mendekati pintu rumah Shelomitha. Arya melihat yang di dalam adalah dokter yang waktu itu merawatnya, terlihat wajah bahagia Shelomitha bersama kedua anaknya juga dokter itu bermain bersama. Arya merasa kecewa ia pun berjalan menuju motor kesayangannya.Arya melajukan motor dengan kecepatan cepat, ia tak tahu harus berbuat apa, rasa sakitnya begitu dalam, dadanya begitu sesak. Ia merasa jika