Share

4. Masalalu

"Papa!" gadis kecil itu berlari ke arah seorang pria yang memakai kemeja rapi turun dari sebuah mobil. 

"Anak papa," pria itu merentangkan tangannya untuk memeluk tubuh gadis kecil kesayangannya itu. 

Terlihat senyum bahagia dari anak kecil itu, "Papa, hari minggu nanti kita jalan-jalan ke kebun binatang, yuk!" 

"Boleh, sayang. Kita jalan-jalan sampai ujung dunia." 

"Beneran?" gadis itu sangat antusias. Kemudian mereka masuk kedalam rumah dan menuju dapur, terlihat seorang wanita sibuk menyiapkan makan malam. 

"Mama, hari minggu kita jalan-jalan, ya?"

"Sayang, papa kamu, kan, sibuk, nak," jawab wanita itu sambil mengelus pucuk kepala sang anak. 

"Gak apa-apa, lagian cuma jalan doang. Gak akan bikin capek," kemudian pria itu tertawa pelan melihat ekspresi putri kecilnya menjadi sedih. "Lagian ini buat princesess kita." Lanjutnya.

Awalnya semua berjalan dengan indah, sampai gadis itu beranjak dewasa dan mengerti semua yang terjadi. 

Tiba-tiba seorang wanita datang dengan membawa anak seusianya kerumah. Wanita itu menghancurkan semua kebahagiaannya dan juga senyumannya. Tanpa permisi wanita itu masuk dalam kehidupannya dan terus mengusiknya. 

Sebuah pertengkaran hebat pun terjadi di dalam rumah yang penuh akan kenangan itu, termasuk kenangan terburuk dalam hidup dan juga mimpinya.

"Aku udah jelasin sama kamu!"

"Jelasin apa? Semuanya udah jelas! Tes DNA itu pun juga sudah jelas! Apalagi yang mau kamu jelasin?" suara dengan nada tinggi memenuhi setiap sudut ruang. 

"Papa, udah, jangan bentak tante itu lagi."

"Stop! Jangan panggil saya papa, karena saya bukan papa kamu!" 

"Mas! Kamu berani bentak anak kita?" 

"Kita? Kamu bilang Anak kita?" tanya pria itu pada wanita yang sudah merusak keluarganya. "Cuih! Saya gak sudi punya anak dari kamu!" lanjutnya.

"Aku mau kita cerai!" setelah mengucap kalimat yang seperti petir menyambar, wanita itu pergi ke atas menemui putri kecilnya yang kini sudah beranjak dewasa. Terlihat seorang gadis sedang duduk di pinggir kasur dengan melamun. 

"Sayang, kita pulang ke rumah nenek, ya?" ucap wanita itu dengan lemah lembut. Tanpa menunggu jawaban wanita itu kembali keluar dan menutup pintu kamarnya. 

Gadis itu berjalan keluar dan bertemu dua orang asing yang telah menghancurkan semuanya. Tanpa ekspresi ia melihat dua orang itu, ia meluapkan emosinya dengan melempar vas kecil ke arah wanita ular itu. 

"Brengsek!" 

"Bajingan, kalian!" 

"Puas lihat keluarga kayak gini?" 

"Kenapa harus keluarga gue yang jadi sasaran! Udah berapa keluarga yang kalian hancurin! Dasar pelacur! Mati kalian bastard!" 

Gadis itu menjambak rambut wanita yang berusia sama dengan sang Mama, "akhh! Sakit bocah! Lepasin gak!" jerit wanita itu. Sementara anak yang sama dengan usianya berusaha memisahkan sang ibu dengan gadis itu. 

"Lepasin tangan lo dari nyokap gue, anjing!"

"Diem, lo, lonte!" 

Tak lama seseorang datang, "Azza." 

Seketika Azza membuka lebar matanya, ia melihat jam yang menunjukkan pukul satu malam. Azza menghela nafas dan mengusap wajahnya, "sebenci itu sampai ke bawa mimpi." 

Kemudian ia turun dari kasurnya dan pergi ke dapur untuk mengambil minum, terdengar suara isakan tangis. Azza pun berjalan ke arah suara, betapa sesak hatinya ketika melihat Vina sang Mama menangis dalam gelapnya malam. 

Azza ingin memeluk tubuh sang Mama, namun ia urungkan. Ia kembali kedalam kamar dan teringat bagaimana sang Mama menangis, walaupun kejadian di masalalu sudah lah lama. Tapi itu mungkin menjadi luka yang paling membekas dalam hidupnya. 

**** 

"Kita ke kantin, yuk, bestie!" 

"Bal, bisa gak lo ilang aja dari dunia ini?" 

"Ih, kamu kok jahat banget, sih, sama adek."

"Jijik!" 

"Kakak, mau nemenin adek ke kantin, nggak?" ucap Iqbal dengan memasang muka imut kepada Azza. 

"Boleh, tapi adek yang bayarin, ya?" Iqbal pun mengangguk setuju, dan akhirnya mereka pergi ke kantin meninggalkan tiga sahabatnya yang setia. 

"Bukan temen gue," ucap Nayla membuang muka. 

"Gue juga," sahut Ibra.

"Ya, apalagi gue," ujar Niko. Kemudian berjalan menyusul Iqbal dan Azza. Itu lah teman.

Sampai di kantin, Azza melihat tempat kosong dan berjalan ke kursi kosong itu sementara Iqbal memesan makanan. 

Saat Azza sampai di kursi itu, tiba-tiba sesorang datang dan menduduki terlebih dahulu dan mengklaim itu miliknya, "eits! Punya gue duluan." 

Azza pun tak mau ambil pusing, ia berbalik dan berjalan menjauhi Bisma, "eh, karena ini punya gue, jadi, lo boleh duduk di sini." ujarnya sambil menepuk tempat duduk yang kosong. 

"Gak, gue bisa nunggu tempat lain," tolak Azza.

"Yaelah, Za, gitu aja ngambek. Ternyata lo gak berubah, ya." 

"Apaan, sih, lo!" 

Bisma pun menarik tangan Azza untuk duduk, "udah, duduk aja, gak apa-apa." Azza hanya diam memutar bola matanya. 

Tak lama Iqbal datang dengan membawa makanan. 

"Eh, cumi! Geser dong." 

"Enak aja, ini tempat gue dari tadi. Lagian di situ juga masih ada kali." 

"Eh! Gue mau duduk deket kakak tersayang gue," sulut Iqbal saat Bisma tak mau kalah. Oh, come on, boy! Kalian kenapa sangat merepotkan. 

Niko, Nayla, dan Ibra pun datang dan duduk memakan makanan mereka.

****

Malam telah tiba, Azza hanya mengurung diri dalam kamarnya. Semenjak kejadian Erik menamparnya, Azza selalu mengunci kamarnya kemana pun ia pergi meskipun hanya ke dapur untuk mengambil makanan atau minuman. 

"Azza, bangun, sayang," Vina mengetuk pintu kamar Azza yang berwarna coklat kayu itu. 

"Iya, Ma, ada apa?" 

"Bisa anterin mama ke supermarket, nggak?" 

"Iya, Azza anterin."

"Ya, udah, mama tunggu di depan, ya," Azza hanya mengangguk dan kembali menutup kamarnya, ia mengambil hoodie dan berjalan keluar menghampiri Vina yang sudah di dalam mobil. 

"Supermarket mana, Ma?" tanya Azza. 

"Ya, supermarket biasanya dong, sayang." 

"Oke, berangkat." 

Setelah sampai di supermarket, Azza dan Vina turun dari mobil dan masuk ke dalam supermarket, mulai mencari barang yang mereka cari.

"Ma, Azza kesana bentar, ya," tunjuk Azza ke arah boneka karakter idol kpop. 

"Iya, jangan lama-lama, hati-hati, ya, sayang." 

"Azza bukan anak kecil, lagi, Ma," rengek Azza. Vina hanya tertawa dan mulai kembali pada kegiatannya. 

"Hmm, Nayla sama Lisa pasti seneng, nih," kemudian Azza menelpon ke dua sahabatnya itu melalui vidio call. 

"Gue mau yang Shocky, dong, Za."

"Ya, oke. Kalau lo, Nay?" 

"Hmm, gue mau yang RJ, Cokky, sama Mang, trus Van." 

"Heh, bunga rafflesia arnoldi! Lo mau toko boneka, hah?" sergah Lisa. 

"Yeuu, kapan lagi kita di beliin." 

"Ya, udah iya, besok gue bawain ke sekolah. Ya udah, bye!" tak berselang ia menutup sambungan teleponnya, Azza mendengar suara keributan. Ia pun langsung berlari dan melihat tak percaya, bahwa sang Mama sedang ribut dengan istri baru papanya. 

"Lepas!" 

"Hei, diam! Dasar wanita jalang!" Terlihat beberapa orang berusaha melerai keributan itu. 

"Udah, cukup! Stop!" bentak Azza membuat kedua wanita itu berhenti. Nafas yang memburu dari ketiga wanita disana. Dengan di saksikan beberapa orang Vina dan Diana nama wanita itu, mereka melihat sekeliling dan menjadi pusat perhatian. Salah seorang pengunjung menjelaskan kejadian itu pada Azza. 

Azza sudah menduga, jika Ririn yang selalu memulai masalah terlebih dahulu. Ia hanya menghela nafas frustasi. 

"Mama, gak apa-apa?" kini mereka sudah berada dalam mobil. 

"Mama, gak apa-apa, kok, sayang," ucap Vina.

"Kita pulang aja, ya. Biar Azza besok yang pergi belanja." 

"Nggak usah, sayang. Biar mama, aja." 

"Ma ... Udah, biar Azza aja. Mama di rumah aja. Mulai sekarang biar Azza aja yang pergi, oke." 

Vina menghela nafasnya, akhirnya ia mengiyakan perkataan dari Azza. Mereka pun pergi meninggalkan halaman parkir. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status