Share

Kehidupan Baru Part 2

Sweet Revenge Part 2

Terdengar bunyi suara pintu terbuka, sepasang kaki dengan anggun melangkah menelusuri ruangan. Kaki putih mungil dihiasai dengan sepatu bermerek membuat sang pemilik kaki melangkah dengan elegant. Celana bahan warna hitam senada dengan baju kemeja bewarna putih, rambut tergerai dengan indah membuat semua terpandang kearahnya. Kulit putih bersih, dengan wajah cantik yang dimilikinya tak sedikit  para lelaki menaruh hati kepadanya.

Auristela, sesuai dengan namanya dia menjadi bintang emas di manapun dia berada. Hidung bangir, alis tebal tanpa buatan ditambah bibir nya yang tipis, membuat orang yang memandang terkesima.

Senyum tipis tidak lupa dia lemparkan kepada setiap orang yang ditemuinya. Anggukan kepala tanda menghargai tidak luput dia berikan. Sampai keruangan yang dituju, dia berhenti sejenak. Merapikan kemeja dan sedikit kibasan di tas yang ditentengnya, lalu melangkah masuk setelah membuka pintu. 

"Selamat pagi," sapanya ramah

"Selamat pagi. Terlambat dua menit, kurang sedetik," jawab Daffin menatap intens kepada wanita di depannya.

"Ah, iyakah? Padahal dari rumah aku berangkat jam tujuh loh," ucap Stella membela diri.

Menaikan salau satu alisnya, Daffin bersidekap, "Jam tujuh bangun tidurkan?" tanya laki-laki berpakaian khas kantoran itu.

"Hehe." Stella hanya tersenyum ringan, lalu menuju kursinya.

"Kasus apa yang akan kita tangani sekarang?" tanya gadis manis itu membuka lembaran map di depannya.

"Hum, kita akan menyidang seorang siswi yang telah melukai teman sekelasnya," jawab Daffin duduk di depan Stela yang dibatasi meja.

"Sebentar, aku baca dulu."

Membaca dengan seksama berkas-berkas yang diberikan Daffin. Gadis itu menghelas napas kasar. Menyandarkan punggung di kursi yang didudukinya. Stela memainkan pena sambil memikirkan sesuatu.

"Apa pengacaranya ada?" tanyanya setelah sejenak berpikir.

"Sepertinya dia dari kalangan bawah, tidak ada pengacara apapun pembela."

Memicingkan mata, Stela seperti merasakan ada sesuatu yang lain dikasus ini. Melihat foto tersangka, dia tahu kalau gadis ini terlihat anak yang baik dan juga beberapa meraih prestasi di kelasnya. Lalu, kenapa dia bisa terlibat kasuh penganiayaan?  Namun, itu hanya prediksinya saja. Mungkin saja yang terlihatnya baik dari luar lebih berbahaya dari mereka yang terlihat kasar.

Sedangkan dari pihak korban, berasal dari kalangan atas. Bahkan dituntutan mereka tidak tanggung-tanggung. Minta ganti rugi dengan nominal lumayan berat untuk pihak tersangka. 

"Siapkan mobil, kita akan melihat korban tanpa sepengetahuannya!" perinta Stela pada Daffin yang merupakan asistenya. Ya, Stela adalah seorang hakim muda yang sedang menjadi pembincangan di khalayak ramai. Diumurnya yang baru beranjak 28 tahun. Sudah beberapa kasus yang disidangnya. 

Sebagai seorang hakim, dia selalu mencari informasi atau bukti sebelum menjatuhkan hukuman pada pihak tersangka. Sebagaimana sumpahnya lima tahun yang lalu, dia akan berusaha bersikap adil, meskipun sidangnya akan berlangsung lama. Walaupun dia tahu, itu semua sudah mejadi pekerjan jaksa dan pengacara. Hanya saja gadis itu tidak akan tenang, jika dia tidak tahu apa kebenaran dari permasalahan yang akan disidangnya.

Karena dicap sebagai hakim yang paling muda, dengan kinerja yang selalu membuahkan prestasi, tidak membuat gadis itu menjadi besar kepala. Apalagi bersingkap angkuh dengan sesama rekan kerjanya. 

Sedangkan Daffin, sosok lelaki tampan dengan tinggi 175 cm warna kulit sawo matang, kumis tipis dengan rahang yang menawan. Mendampingi Stela dari awal pertama menjabat sebagai hakim di pengadilan tempat dia sekarang mencari rupiah.

Sosok Stela yang wibawa dengan umurnya masih terbilang muda, membuat lelaki itu kagum dengan atasannya itu. Benar kata orang, umur belum tentu bisa menentukan siapa yang akan lebih dewasa sebelum waktunya. Seperti Dafin yang yang tujuh tahun lebih tua dari Stela.

Memakan waktu 15 menit, mereka sampai di rumah sakit tempat di mana korban dirawat. Memakai masker dengan selendang pink muda, tidak lupa kaca mata hitam menambah berkelas penampilannya. Stela berjalan bersisian dengan Dafin. 

Tidak akan ada yang menyangka jika mereka rekan kerja. Berjalan bersisian, membuat mereka disangka sepasang kekasih yang sempurna. Sebelum mereka memasuki ruangan, terdengar sayup-sayup pembicaraan dari dalam.

Memberi isyarat, Dafin paham apa maksud dari Stela. Entah kebetulan atau memang Dwi Fortuna berpihak kepadanya, perawat datang untuk mengganti infus dari si korban. 

"Hahaha, akhirnya kita juga bisa menyingkarkan si Cupu itu," seru Sari, kepada teman-teman yang menjenguknya.

"Kamu hebat, Sar. Dengan sedikit drama, sekarang hidupnya Ambar terancam masuk penjara," balas temannya dengan pongah.

"Makanya, jangan bermain dengan Sari." Mengibaskan rambutnya.

"Eh, tapi kamu beneran nggak sakitkan?" tanya Sena meraba kaki temanya.

"Ya enggak lah, semua ini hanya rekayasa biar perempuan itu ditangkap," 

"Lalu, apa dokter tidak curiga?"

"Kamu lupa siapa aku? Mama aku akan lakukan semua yang membuat anaknya bahagia," jawab Sari dengan bangga.

"Bukankah, ini keterlaluan, Sar. Harusnya, jangan sampai segitunya. Kasiankan, jika dia masuk penjara, mada depannya bakalan hancur," ujar Sena menasehati Sari.

"Kalau tidak mau masuk penjara, ya dia harus bayar denda donk. Lagian, kenapa sekarang kamu kasian sama dia. Biarin saja dia masuk penjara," tandas Sari membuat Sena terdiam. 

Padahal di hatinya dia tidak membenarkan perbuatan temannya. Lagi-lagi uang adalah segalanya, Sena tidak bisa membantah ucapan temannya karena Sari sering membantunya ketika dia kesulitan. 

Tanpa sepengetahuan mereka, perawat yang masuk menggantikan impus adalah Stela, Hakim yang memutuskan perkara mereka. 

Setelah, mendapatkan apa yang dia mau. Sepasang rekan kerja itu kembali menuju tempat kerja mereka. Dengan senyum puas, Stela sudah yakin apa yang akan diputuskannya. Inilah, kenapa gadis itu bekerja keras sebelum menjadi hakim di persidanganya. Dia tidak mau menjatuhkan hukuman salah sasaran. Sudah cukup, di masa lalunya hukum berat sebelah.

Dafin yang memperhatikan Stela, hanya tersenyum tipis. Melihat ketelitian atasannya itu, membuat laki-laki menyimpan sedikit rasa padanya. 

Bintang bawa bulan menari,

Iringi ,,,

"Asallamualaikum, Bu,' jawabnya mengangakat telepon.

"Mau makan siang di mana, Nak?"

"Maunya Ibu di mana, hihi?" 

"Kebiasaan ditanya, malah nanya balik."

"Hehe, iya, Bu. Aku makan di rumah, ini udah dijalan juga," jawab Stela tersenyum.

"Baiklah, Ibu tunggu. Hati-hati kamu sayang."

"Miss you, Mom. Muach. Asallamualaikum."

"Walaikumsalam." Sambungan terputus.

"Langsung menuju rumah ya, Bang," ucap Stela pada Dafin. Walaupun dia adalah atasan Dafin, tetapi gadis itu tetap menghormati orang yang lebih tua darinya.

Selama dalam perjalanan menuju rumah. Stela diam menghadap jendela mobil. Dia masih belum menyangka bakalan berada di fase ini. Tidak mudah baginya untuk bisa mencapai di titik ini. Banyak pengalaman yang merubah hidupnya, apalagi setelah kejadian yang membuatnya langsung menjadi sosok yang keras.

Ada harapan dan impian yang harus dia penuhi untuk orang yang disayanginya. Semua itu sekarang sudah hampir terwujud, tinggal beberapa langkah lagi maka buah dari perjuangannya selama ini akan tercapai. Senyum tipis tersungging dibibir manisnya itu. Satu kalimat yang selalu menjadi pemicu semangatnya selama ini, hingga mengantarkannya ke titik sukses yang dirasakannya sekarang.

"Jangan biarkan dunia menindasmu, tetapi jadikanlah dunia budakmu."

Next

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status