Share

Rumah Ibu Part 3

Sweet Revenge Part 3

Tidak lama mereka pun sampai di rumah Stela. Aroma masakan ibu tercium harum di Indra penciumannya, tidak lupa mengucapkan salam gadis itu masuk ke rumah lalu menuju ruang dapur di mana ibunya berada. Dafin yang sudah biasa kerumah Stela mengikuti kemana langkah kaki gadis itu pergi, tidak seperti di kantor Stela  terlihat lebih lembut dibandingkan dengan sikapnya waktu dalam bekerja. 

"Ummmm, harum sekalii. Pasti nikmat sekali ini." Pujinya mencium aroma makanan di atas meja.

"Pasti nikmat, kalau nggak nikmat mana mungkin kamu ketagihan." Mencubit pipi putrinya.

"Ibuuuu, sakiiiit ih." Mengusap pipi yang dicubit Ibunya.

Dafin tersenyum simpul melihat kelakuan anak dan ibu itu. Mereka sangat akrab sekali. Tidak seperti dia yang telah kehilangan kedua orang tuanya diwaktu usianya beranjak 15 tahun.

"Daf, ayo duduk makan. Nanti kamu nggak kebagian sama Stela," ejek Bu Arum kepada Dafin, teman putrinya.

"Nggak papa, Bu. Melihat Stela kenyang dan senang saja, aku juga ikutan senang," ujar Dafin tanpa sadar menimbulkan tatapan curiga dari Bu Arum.

Uhuk! Stela yang mendengar itupun tersedak dan meraih gelas meminumnya sampai tandas.

Ditatap seperti itu, membuat Dafin menyadari ucapannya, "bu-bukan begitu maksudnya. Asalkan Bu Stela kenyang. Aku nggak papa, kalau nggak kebagian," ujar pria itu jadi salah tingkah.

"Heem." Mendehem pelan, Bu Arum menatap putrinya dengan tatapan menggoda.

"Makan, Bu. Bapak Dafin, ayo makan. Biar nanti kita langsung balik," ajak Stela santai.

"Baik, Bu." Dafin duduk di sebelah Stela. Melihat pemandangan itu, Bu Arum senyum-seny sendiri yang dibalas tatapan merengut sang putri.

Tepat pukul satu, mereka telah kembali berada di kantor. Tidak seperti di rumah, sikap dan gaya biacara Stela berubah drastis 100%. Sikap wibawanya yang disegani oleh rekan kerjanya, juga tatapan yang selalu membuat lawan bicaranya menjadi salah tingkah.

"Bu, ada yang menunggu Ibu dan sekarang dia ada di ruang tunggu," ucap salah satu pegawai yang bekerja dengannya. 

"Baik, terima kasih. Kembali ke mejamu." Menunduk, lalu meninggalkan atasannya.

"Bapak Dafin, tolong temui tamu kita. Untuk sekarang, aku tidak mau bertemu dulu." Perintahnya, lalu memindahkan memori ponselnya ke laktop. Mendengar kembali perbincangan anak-anak SMA di rumah sakit.

"Dasar anak zaman sekarang. Melakukan berbagai cara, agar mambisi mereka terpenuhi." Stelah menggelengkan kepala. Mereka tidak memikirkak efek samping dari perbuatan keji mereka. Bulian terhadap terasangka.

Seketika bayangan masa lalu kembali berputar di kepalanya. Buliian, hinaan, mulut-mulut yang tidak tahu kebenarannya seperti apa. Malah dengan mudahnya menghakimi tersangka. 

Tok tok tok, Gadis itu terkejut mendengar suara ketukan pintu. Senyuman Dafin, sedikit menghibur hatinya.

"Bagaimana?" tanyanya.

"Ibu dari pihak tersangka. Dia memohon agar anaknya dibebaskan, karena apa yang terjadi bukan kesalahannya," jawab Dafin duduk di depan Stela.

"Itulah, kenapa aku selalu ingin ikut turun tangan mencari kebenaran masalah ini. Supaya, aku tidak salah mengetukkan palu." Tutur Stela menaruh siku di meja.

"Aku hanya memberi pengertian kepadanya, agar dia sedikit tenang."

"Baguslah, untuk sekarang hanya itu yang bisa kita berikan kepadanya," balas Stela memandang Dafin. Seketika pandangan mereka terkunci satu sama lain. 

"Ehem, aku kembali ke mejaku dulu," ucap pria itu  salah tingkah. Sedangkan gadis di depannya hanya tersenyum tipis, lalu kembali sibuk dengan berkas di mejanya.

Waktu terus berjalan, setelah menyiapkan semua berkas, merekapun berkemas untuk pulang. Besok adalah sidang pertama dari kasus yang mereka tangani hari ini. Seperti biasa, Stela pulang membawa kendaraan sendiri. Begitu juga dengan Dafin, setelah memberi hormat kepada atasannya, dia pun menuju kerumahnya.

"Ibuu, aku pulang." membuka pintu dia masuk kerumah memanggil ibunya. 

"Sekarang kamu bersih-bersih dulu, ya. Ibu sudah siapkan air panasmu," ucap Bu Arum. Stela tersenyum manis lalu membersihkan dirinya.

Berendam dengan air hangat, sedikit membuat tubuh gadis itu lebih segar setelah seharian bekerja. Memejamkan mata, sekelabat bayangan masa kelam berputar di ingatannya.

"Stela, kamu kenapa lama sekali." Teriak Ibunya menggedor pintu kamar mandi. Gadis itu terperanjat, entah sudah berapa lama dia berendam. Air yang tadinya hangat, sudah mulai dingin. Semenjak menjabat sebagai seorang hakim, Stela memang sering berendam hingga tertidur di dalam bak mandinya.

"Hah, iya, Bu. Aku sudah selesai!" seru gadis itu keluar dari dalam bak mandinya. Menyiram badan dengan air bersih, Stela membalutkan baju handuk ketubuh indahnya. Menggulung rambut dengan handuk, dia keluar kamar dengan pakaian seperti itu.

"Untung aja nggak ada laki-laki di rumah ini." Sindir Ibu yang sedang menonton.

"Enaklah, Bu. Kayak gini, nanti tidur tinggal pake daster aja," jawabnya acuh.

Ibu Arum hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah wanita yang duduk di sebelahnya.

"Menurut Ibu, Dafin itu pemuda yang baik," ucap Bu Arum menukar chanel televisi.

"Huum, dia memang pemuda yang baik. Makanya aku betah bekerja sama dengannya." Sambil membersihkan kuku, Stela menjawab ucapan ibunya.

Bu Arum hanya memandang putrinya dengan tatapan yang kurang suka, "dasar nggak pengertian." Desisnya menatap layar televisi.

"Apa, Bu?" tanya gadis itu menatap Ibunya.

"Nggak ada. Lihat tuh film episodenya nangis." 

"Mmm." Gumamnya kembali memparbaiki kuku jarinya.

***

Sedangkan ditempat lain, Dafin tengah menatap foto seorang gadis yang berada diatas meja kerjanya. Tersenyum, lalu menerawang sangat jauh. Laki-laki itu mulai berandai-andai dengan segala impian yang diciptakannya.

Berawal dari pertemuan mereka, Dafin sudah merasakan kalau Stela adalah sosok gadis yang berani. Dari gaya berbicara hingga menghadapi setiap masalah, gadis itu memiliki kemistri sendiri yang membuatnya selalu kagum akan pribadinya. Itulah kenapa dia ingin menjadi asisten gadis itu.

"Stela, kau gadis yang misterius." Gumamnya memandang lekat wajah perempuan di foto. 

"Siapa kau sebenarnya, kenapa pesonamu selalu membayangiku," ujarnya lagi. Pasalnya, semenjak dia memutuskan untuk menjadi asisten gadis itu, sampai saat ini dia belum tahu siapa dan bagaimana identitas Stela dari kecil.

Dafiin hanya tahu, kalau Stela adalah jurusan dari Sarjana Hukum yang mengambil bidang kehakiman. Sedangkan Ibunya, sangat jauh berbeda sekali pautan usia antara mereka. Gadis yang tertutup, meskipun banyak orang yang mengenalnya. 

Memasukan foto kedalam laci kerja,  Dafin menuju pembaringan ingin bertemu dengan kasur dan segera mimpi yang indah. Tidak lupa mematikan lampu, laki-laki yang berusia 33 tahun itu terlelap dengan indah.

Adakah hari esok untuk bercerita lagi? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu jawabannya. Kita sebagai manusia, hanya mampu menjalaninya dengan baik. Semuanya sudah sesuai porsinya yang kita terima.

Suka tidak suka, itulah kehidupan yang harus kita jalani. Stela yang tidur selalu mengingat masa lalunya, Dafin yang terlelap dengan mimpi indahnya. Sepasang anak manusia dengan pemikiran yang berbeda.

Besok adalah sidang pertama mereka dengan kasus yang sudah dipecahkan oleh Stela dan Dafin. Semua berkas-berkas yang diperlukan sudah tersusun rapi di lemari kerja Stela. 

Next

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rainey Alta
Hm makin keren aja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status