Share

BAB 6

Penulis: Olin huy
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-19 10:12:13

Aira berjalan menuju nakas. Kemudian mengambil buku dan pulpen. Lalu duduk di ranjang memunggungiku. Entah apa yang dia tulis.

Menit kemudian ...

Glotak.

Buku ia lempar ke punggungku. "Baca!"

Aku menoleh. Memegang buku kecil itu. Lalu berkata, "Maksudmu apa melempar-lempar punggunggu dengan buku seperti ini? Apa nggak bisa menyerahkan dengan pelan?" 

Aira mematung dalam posisi yang sama. Sumpah, aku mati gaya dalam memahami sikapnya. Buat yang masih jomlo, mendingan kalau memutuskan menikah jangan melihat wajahnya yang cantik saja. Tapi cari tahu dulu sifat-sifat buruknya. Karena mengenali pasangan dalam waktu singkat itu sulit.

"Baca saja, Mas! Tidak buta huruf kan?" 

Ih. Tanganku memuk*l tanpa menyentuh badannya. Lalu kembali duduk dalam posisi nyaman. 

Rentetan tulisan tangan berjejer sampai bawah. 

Gaji rata-rata koki, gaji rata-rata cleaning servis ... seratus ribu/jam? 

"Apa maksudmu menulis gaji provesi orang? Lagi pula mana ada gaji OG/OB sebanyak itu? Ngarang. Kalau memang ada, aku pensiun saja jadi pengusaha."

Kulempar buku yang menurutku tidak penting itu ke lantai.

"Mas pikir tenaga itu murah? Kalau memang Mas tidak mau mencari ART, aku akan mengerjakan semua dengan senang hati sesuai harga yang sudah kutulis. Lagi pula seratus ribu/jam itu sangat murah untuk biaya bersih-bersih rumah sebesar ini. Kalau Mas tidak percaya, datang saja ke Jerman. Bagaimana berharganya sebuah tenaga." 

Membayangkan rentetan nominal di kertas tadi keningku nyut-nyutan. Sementara Aira terus saja menuntutku seperti aku ini adalah majikan yang dzolim. Apa dia lupa kalau kami sudah menikah dan menjadi sepasang suami istri yang perlu kerja sama?

"Kita bukan di Jerman. Kenapa kamu berpatokan pada negara maju itu? Nggak Feir dong!"

Aira membaringkan badan masih dalam posisi memunggungiku. Ia nyalakan AC. Lalu menarik selimut tebal hingga menutupi sekujur tubuhnya. 

Ngambek lagi. Setiap istriku yang melakukan kesalahan, jadi seolah aku yang harus bertanggung jawab. 

Udara di kamar ini semakin dingin. Aku sudah bilang pada Aira agar tidak menyalakan AC. Kalau panas tinggal buka baju atau pakai kain yang tipis. Selalu ngeyel.

Benda berbentuk balok kecil itu berada dalam genggaman Aira. Aku tidak bisa mengambilnya karena tubuhnya sudah tergulung kain tebal berwarna putih itu. 

Dingin semakin merasuk ke tulang. Keterlaluan Aira. Tega sekali mengatur suhu sampai mines di bawah tiga derajat celsius. 

Kugoyangkan badannya dan berkata, "Sa-sayang, bagi selimutnya? Aku kedinginan."

Seperti mayat hidup, Aira tak bergerak sedikit pun. Mungkin sebentar lagi kulitku bisa menjadi es batu.

***

Perlahan aku mengerjapkan mata. Dari jendela yang sudah dibuka gordennya terlihat di luar sudah terang, tapi tak ada cahaya matahari. Beralih pada jam dinding. Ternyata sudah pukul sepuluh. 

Di sebelahku sudah tidak ada Aira. Selimut yang menggulung tubuhnya tadi malam telah berpindah menghangatkanku.

Aku duduk dan mengumpulkan nyawa. Rasa tulang nyeri dan linu. Aku sedikit menggeliat untuk melenturkan otot tubuh. Lalu bangun dan perlahan jalan ke luar kamar. 

Rumahku yang identik dengan furniture dan cat  berwarna gold terasa lengang. Kemana Aira pergi?

Aku menyusuri setiap ruangan, tapi tak kutemukan keberadaan istriku. Pun ibu mertua juga tak ada di kamarnya. Tas dan bajunya masih ada. Tidak mungkin dia pulang tanpa berpamitan denganku.

Aku berlari ke luar rumah. Baru sampai di daun pintu sudah terdengar suara cangkulan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • TEMPE GORENG DI MEJA MEWAH MENANTU (Fobia Miskin)    TEMAN JADI MUSUH

    Tidak, tidak. Aku dan Ikhsan hanya sahabat. Karena saat kecil aku tidak punya teman wanita. Tidak ada yang mau main denganku karena aku nggak pernah bawa uang jajan. Saat kecil aku tergolong pendiam dan takut dengan anak-anak sebaya. Mereka hanya mau bermain denganku ketika aku membawa rupiah agar bisa diajak jajan ke warung. Jika tidak, aku akan bermain dengan anak culun itu di depan rumah.Tapi tidak mungkin jika Ibu menginginkanku bercerai. Sementara beliau kerap kali menasehatiku agar selalu bersabar dalam ujian rumah tangga. "Aira ...! Sayang ...! Habislah sudah!" Rengekannya seperti anak kecil. Muak aku mendengar."Aira ...!" ulangnya lagi.Karena Mas Kevin terus berteriak, Kuletakkan ponsel di nakas, kumudian keluar menemuinya di depan TV."Ada apa? Kenapa kok seperti belut sawah begitu?"Badannya menggeliat seperti cacing kepanasan sembari menarik ujung rambut lurusnya. Mata terpejam dan kepalanya terus bergerak."Kamu kenapa sih, Mas? Malu dong sama umur, kelakuan seperti a

  • TEMPE GORENG DI MEJA MEWAH MENANTU (Fobia Miskin)    KEGELISAHAN IBU

    POV AIRAMas Kevin sungguh keterlaluan. Dia selalu saja menilai sesuatu dari nominal uang. Padahal isi amplop kondangan nggak setiap hari. Orang mengadakan hajatan juga tidak setiap tahun. Dari pada aku datang dan diantar dengan mengisi amplop di bawah lima ribu, aku memilih untuk tidak menghadiri sekalian. Aku masih ingat putri Bu Tuti saat itu memberiku hadiah bad cover dan juga amplop berisi uang lembaran merah. Setidaknya, aku juga menghargai dengan bawaan yang senilai. Apa lagi suamiku bisa dikatakan orang yang berada.Setelah kucopot gamis, sepatu, dan menghapus riasan wajah, aku memilih mengurung diri di kamar dan memberi kabar pada Ibu melalui video call."Aira, kamu pulang kapan?" tanya Ibu di seberang sana. Dia cuma memakai daster biasa, karena biasanya ibu mendapat bagian dapur ketika di tempat hajatan. Tangan dan tenaga ibu yang cekatan membuat h yang mengandungku sembilan bulan itu menjadi langganan masak nasi. Tidak semua orang bisa melakukan pekerjaan berat tersebut

  • TEMPE GORENG DI MEJA MEWAH MENANTU (Fobia Miskin)    MENDADAK NOL

    "Amira sudah sembuh. Kamu nggak berhak menahan istriku lebih lama lagi di sini.""Tenang. Aku tahu. Untuk yang pertama kalinya aku mengucapkan terima kasih padamu. Meski sebenarnya nggak penting." Radit menyeringai.Aku meremas tangan. Sudah ditolong masih saja sombong."Sayang, ayo pulang!"Dari lantai bawah aku berteriak. Aira pun turun bersama putri kecil pria di hadapanku saat ini."Ayo pulang!" ulangku ketika Aira sudah di depanku."Aku boleh ikut ke rumah Tante kan?" Amira menatap istriku. Aira pun menoleh padaku."Dengar ya anak kecil, Tante Aira bukan ibumu. Kamu nggak berhak untuk dua puluh empat jam menguasainya.""Mas ...!""Kamu diam. Aku tahu Amira masih tiga tahun. Tapi, dia juga harus diberi tahu tentang kebenaran ini.""Tapi, Mas ...!""Aira, aku suamimu. Nggak ada kata tapi. Kita pulang sekarang."Kugandeng tangan Aira dan berpamitan pada Radit. Anak itu memeluk papanya sembari menangis. Meski Radit mencoba membujukku, tapi aku tak akan terkecoh. Ini semua demi keutu

  • TEMPE GORENG DI MEJA MEWAH MENANTU (Fobia Miskin)    UNDANGAN DARI KAMPUNG

    "Amira sudah sembuh. Kamu nggak berhak menahan istriku lebih lama lagi di sini.""Tenang. Aku tahu. Untuk yang pertama kalinya aku mengucapkan terima kasih padamu. Meski sebenarnya nggak penting." Radit menyeringai.Aku meremas tangan. Sudah ditolong masih saja sombong."Sayang, ayo pulang!"Dari lantai bawah aku berteriak. Aira pun turun bersama putri kecil pria di hadapanku saat ini."Ayo pulang!" ulangku ketika Aira sudah di depanku."Aku boleh ikut ke rumah Tante kan?" Amira menatap istriku. Aira pun menoleh padaku."Dengar ya anak kecil, Tante Aira bukan ibumu. Kamu nggak berhak untuk dua puluh empat jam menguasainya.""Mas ...!""Kamu diam. Aku tahu Amira masih tiga tahun. Tapi, dia juga harus diberi tahu tentang kebenaran ini.""Tapi, Mas ...!""Aira, aku suamimu. Nggak ada kata tapi. Kita pulang sekarang."Kugandeng tangan Aira dan berpamitan pada Radit. Anak itu memeluk papanya sembari menangis. Meski Radit mencoba membujukku, tapi aku tak akan terkecoh. Ini semua demi keutu

  • TEMPE GORENG DI MEJA MEWAH MENANTU (Fobia Miskin)    PESONA HOT DUDA

    Aira menghela napas, kemudian menundukkan sebagian badannya dan berbisik pada wanita tersebut, "Bahkan untuk menjadi pembantu di rumahku pun aku nggak memgizinkan. Mbak, aku sudah nggak minat dengan bayimu. Jadi, jangan lupa bayar hutangmu."Mata wanita itu membulat sempurna."Ayo, Mas!" Aira menggandeng tanganku."Mbak! Pikirkan dulu, Mbak! Lihatlah bayiku begitu cantik dan lucu."Wanita yang masih terbaring di ranjang itu meneriaki dengan suara yang cukup memekikkan indera pendengaran."Enak saja meminta syarat seperti itu. Dia pikir dia itu siapa? Masak aku harus merawat bayinya, kedua balitanya, dan mengizinkan ibunya tinggal di rumah kita."Sembari terus berjalan ke arah parkiran mobil, Aira terus merancau. "Jika ada wanita lain yang seatap dengan kita, itu artinya awal dari kehancuran rumah tangga. Bisa saja kalau dia khilaf dan kita lengah, dia akan merayu dan menggodamu, Mas."Aku mengulum senyum dan membuang muka. Dada rasanya berbunga-bunga seperti mengalami jatuh cinta ya

  • TEMPE GORENG DI MEJA MEWAH MENANTU (Fobia Miskin)    MINTA DIADOPSI JADI ISTRI

    "Maaf ya, Sayang ...! Tante nggak bisa bobok di rumah Amira. Tapi, besok Amira boleh main ke sini lagi kok. Sekarang anak cantik pulang sama papanya dulu ya ...!"Aira menoel pipi anak kecil dalam gendongan Radit. Seperti tidak ada rumah lain di kota ini. Sampai-sampai dia membeli hunian yang posisinya berhadapan denganku. Ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan kesengajaan. "Kita pulang yuk! Salim dulu sama Tante Aira dan juga Om." Radit menatap putrinya dengan seulas senyun.Gadis kecil bermata sipit itu pun turun dari gendongan papanya dan mencium punggung tangan istriku beserta pipi kanan kirinya.Aku pun mengangkat tangan agar dia tidak terlalu susah ketika menyalamiku. Tapi ternyata Amira hanya menatapku sekilas dengan tatapan nyalang. Aku mengedikkan mata dan mencoba mengambil hatinya. Tapi, mungkin anak itu sudah menganggap diriku ini musuh sehingga memilih berpaling muka sembari bersedekap. Dia membalik badan dan kembali ke gondongan papanya."Lho. Eh. Belum salim sama Om!

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status