Share

Part 5 Bertemu

last update Last Updated: 2022-06-11 21:55:08

TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKU

Part 5 (Bertemu)

 

Aku duduk di bangku belakang samping pak Ridwan. Mobil melaju dan entah ke mana. Katanya rapat, aku tak berani bertanya, harus jaga image agar terlihat seperti wanita berkelas dan tidak murahan. Karena kebanyakan orang melihat janda diidentik dengan pandangan buruk.

 

Tidak ada sepatah kata pun. Pak Ridwan sibuk dengan ponselnya, kadang menerima telepon dan kadang kulihat seperti membalas pesan. Hanya satu yang menonjol  semobil bersamanya, wangi parfumnya. Enak dicium.

 

Andaikan aku belum pernah menikah. Status gadis mungkin lebih membuatku percaya diri mendekatinya. Meskipun Silvi bilang aku masih cantik, tetap saja statusku pernah menikah.

 

"Nanti saat rapat, catat semua poin penting. Aku ingin setelah itu kamu periksa laporan keuangan di Pt. Abadi." Pak Ridwan bicara sambil melihat ponsel. Uh! Kok dia tak melirikku? Padahal aku masih cantik kok.

 

"Baik, Pak," jawabku.

 

Pt. Abadi? Itu 'kan tempat kak Angga kerja. Atau jangan-jangan kali ini rapat diadakan di Pt. Abadi?

 

Oh Tuhan, aku lagi malas bertemu mantan suamiku. Tapi harus gimana lagi, ini pekerjaanku. Aku harus profesional. Demi kemajuan karirku. Semangat Dinda ....

 

"Bukankah ada tim audit, Pak?" tanyaku. Setahuku, tugas yang memeriksa laporan keuangan adalah tim audit jika ada anggaran pengeluaran perusahaan tidak sesuai. Perusahaan besar, mustahil tak ada tim audit.

 

"Iya, tapi aku ingin kamu yang periksa. Bukankah pak Ilham pernah memilihmu sebagai kepala keuangan dulunya?"

 

Loh, posisiku asistennya. Kok tugasku memeriksa laporan keuangan? Seharusnya ini tugas Silvi. Tapi tak masalah, akan kutunjukkan kemahiranku dalam masalah laporan keuangan. Rugi, laba, jurnal, kredit, hutang, piutang, debet dan petty cash, hal yang gampang bagiku. Dinda ....

 

"Baik Pak," jawabku.

 

Pak Ridwan melihatku sekilas. Tapi mukanya datar, apakah aku kurang cantik di matanya?

 

Akhirnya mobil memasuki pekarangan PT. Abadi. Kulihat ke luar jendela, hanya ada security berjaga. Ini jam kerja, aku yakin kak Angga pasti ada di dalam.

 

Kutarik nafas dalam. Aku harus mempersiapkan diri jika nanti bertemu mantan suamiku. Aku tak boleh gugup. Akan kutunjukkan, aku bisa maju tanpanya.

 

"Selamat pagi, Pak," sapa resepsionis ketika kami melewati menuju ruang rapat. Pak Ridwan membalas tersenyum kecil. Aku melangkah di belakang pak Ridwan.

 

Di ujung beberapa ruangan yang kami lewati, ada sebuah pintu. Kulihat di daun pintu, ada tulisan 'Ruang meeting'. Sampai di depan ruangan itu, pak Ridwan menarik handle pintunya, lalu kami melangkah masuk.

 

Di dalam sudah menunggu beberapa orang duduk melingkari meja panjang. Yang membuatku sedikit gugup, ada kak Angga diantara mereka. Matanya membulat terkejut melihatku melangkah di belakang pak Ridwan. Aku berusaha cuek, seperti tidak mengenalnya.

 

"Selamat pagi Pak Ridwan, bisa kita mulai rapatnya?" ucap kak Angga ke pak Ridwan, setelah kami duduk.

 

"Oke, mari kita mulai," jawab pak Ridwan.

 

Saat rapat berlangsung. Kak Angga melihatku duduk di samping pak Ridwan. Aku berusaha tidak gugup, tetap menulis sesuai tugasku. Aku tahu ia pasti sangat penasaran, baru beberapa hari kami berpisah, aku sudah dapat pekerjaan. 

 

"Jadi, untuk menghemat pengeluaran, aku minta semua laporan keuangan diserahkan kepada asistenku, Dinda." Pak Ridwan menunjukku. "Nanti anggaran yang dirasa kurang penting, akan kita pangkas," sambung pak Ridwan.

 

"Pak Ridwan, bukankah sudah ada tim audit? Kenapa tidak diserahkan ke tim audit saja?" Kak Angga ikut bersuara di rapat ini. Terlihat ia keberatan aku yang memeriksa laporan keuangan Pt. Abadi.

 

"Betul Pak Angga, tapi aku ingin asistenku juga tau semua perusahaan yang kupimpin. Anggap saja ia menggantikan tugasku di sini," jawab pak Ridwan.

 

"Oh, iya, Pak," jawab kak Angga melirikku sesaat.

 

Yess! Aku terlihat penting di sini. Aku tersenyum kecil menanggapi perkataan pak Ridwan. 

 

Ternyata kak Angga baru saja menjabat sebagai kepala cabang PT. Abadi. Pantas ia ikut bersuara mengeluarkan pendapat. Semenjak saham perusahaan ini beralih tangan, saat itu juga ia menjabat kepala cabang baru.

 

Setelah rapat selesai. Pak Ridwan masih duduk berbicara dengan dua orang head. Aku menunggu sambil melihat catatan hasil rapat, melihat laptop laporan file keuangan melalui program komputer perusahaan ini. 

 

"Pak Ridwan, sepertinya aku butuh semua bukti pengeluaran, baik itu bon, kwitansi, ataupun rekening koran perusahaan," ucapku. 

 

"Bisa, minta saja ke Pak Angga, nanti biar dia yang mengarahkan head operationalnya."

 

Oh Tuhan, aku harus ke ruangan mantan suamiku? Hal yang paling kuhindari harus kuhadapi. Tapi mau tidak mau, aku harus mengerjakannya. Demi kemajuan karirku.

 

"Pergilah ke ruangan Pak Angga, Din. Kita juga ada pertemuan dengan klaen baru masalah proyek bangunan."

 

"Iya, Pak," jawabku bangkit, lalu ke luar dari ruangan meeting.

 

Di depan pintu. Aku terdiam berdiri. Aku harus ke ruangan kak Angga. Mungkinkah ia akan bertanya banyak nantinya? Atau akan ada pertengkaran? Mulutnya tajam, pasti aku akan menerima kata pedasnya. Oh tidak!

 

Dengan berat hati, aku melangkah menuju ruangan kepala cabang. Kutarik nafas dalam, baru mengetok pintu.

 

Tok tok tok!

 

"Masuk!" Terdengar suara kak Angga dari dalam.

 

Kutekan handle pintu, lalu menariknya. Daun pintu terbuka, dan aku melangkah masuk. Pintu kututup lagi.

 

"Dinda?" Kak Angga terkejut melihatku.

 

"Aku ...." 

 

Belum selesai aku bicara. Kak Angga memotong perkataanku.

 

"Hebat ya, dalam waktu beberapa hari kamu sudah dapat kerja baru. Tidak heran sih, kecantikanmu bisa digunakan untuk itu. Sudah naik kelas levelmu, Din."

 

Senyum sinis ia menatapku. Ia tetap duduk bersandar dengan angkuhnya merendahkanku.

 

"Maaf, aku disuruh Pak Ridwan meminta semua bukti pengeluaran," jawabku berusaha profesional.

 

"Jangan sok, Din, baru juga jadi asisten. Sudah berapa kali kalian tidur? Atau semenjak tidak bersamaku lagi?"

 

Nafasku besar menahan emosi. Aku tetap berdiri berusaha tenang. Ini kantor, aku tak ingin masalah pribadi di bawa ke urusan pekerjaan.

 

Kak Angga bangkit dari duduknya. Kini ia sudah berdiri di depanku.

 

"Apa yang kamu cari? Kepuasan ranjang? Aku bisa bayar untuk itu, tapi bukan sebagai suami."

 

Plak!

 

Kutampar kak Angga. Kata itu sudah sangat keterlaluan. Selama ini hanya dia yang pernah tidur denganku, dan itu pun sebagai suamiku. Jika foto masa laluku dengan kak Yuda dilihatnya, itu hanya sekedar ciuman, tidak lebih dari itu.

 

"Urus urusan Anda, jangan ikut campur urusanku. Jika selama ini aku bodoh salah pilih suami, tidak untuk berikutnya. Kenapa? Apakah Anda cemburu?" Susah payah aku sabar, tapi tidak untuk kali ini. Kata-kata merendahkanku selalu ke luar dari mulutnya.

 

"Ugh!" Tiba-tiba tanganku ditarik hingga tubuhku dekat dengannya. Lalu ia mencoba menci*m b*birku.

 

"Uh!" Kudorong tubuhnya hingga ia tersandar di tepi meja. Tak sudi aku disentuhnya.

 

"Kamu masih resmi istriku," ucap kak Angga. Matanya merah. 

 

"Aku sudah diceraikan, statusku janda, Pak Angga," jawabku lantang.

 

"Dinda."

 

Tiba-tiba pak Ridwan muncul dari pintu memanggilku.

 

Bersambung ....

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Dasar mantan suami gada akhlak
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKAN AKU   Ekstra Part

    Ekstra partPov YudaSebelum Ridwan menjemput Dinda di desa.Kuputuskan bertemu pak Ridwan. Mungkin ia masih marah dengan kejadian semalam. Tak peduli jika ia memukulku lagi. Yang kuinginkan, ia bisa membuat Dinda bahagia. Hanya itu."Pak Yuda mau ke mana?""Bu Bunga, aku ingin bertemu Pak Ridwan." Aku bangkit dari sofa. Semalam aku diajak ke rumahnya. Semua hanya ingin mengobatiku."Tapi Pak Yuda masih sakit, gimana kalau ia memukul lagi dan ....""Jangan khawatir, Bu. Aku bisa hadapi.""Pak Yuda." Tiba-tiba tanganku ditahan."Bu Bunga kenapa?" Air mata itu mengkhawatirkan aku. Astaga, apakah Bunga punya perasasn padaku?Bunga wanita cantik dan baik. Lelaki mana yang bisa menolaknya. Ia juga cerdas sama seperti Dinda. Hanya saja, ia bukan Dinda. Dinda wanita sederhana serta mandiri. Itulah kelebihannya dari Bunga. Tentu yang lebih penting tentang rasa."Bu Bunga, kenapa?" tanyaku lagi. Kenapa aku merasa tak tega melihatnya menangis untuku."Kenapa? Apakah Dinda sepenting itu bagimu?"

  • TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKAN AKU   Part 51 Tamat

    TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 51 ( TAMAT )Desa ini sangat indah, bangunan rumah mulai banyak. Teringat waktu kecil, setiap liburan pasti ke desa ini. Tapi itu hanya kenangan. Kulihat dekat sungai. Ada sedang pembangunan jembatan. Ramainya para pekerja membuat jalan ini tidak terlihat sepi.Rumah nenek sangat sederhana. Dulu rumah ini masih berdinding papan. Orang tuaku berhasil merehap rumah ini sehingga layak huni dan kokoh. Lantai pun sudah dikeramik. Rumah kecil dengan halaman yang luas. Sekeliling rumah banyak bermacam pohon buah-buhan sebelum menginjakkan kaki di perkebunan teh yang sangat luas.Kubuka pintu rumah. Rumah ini sudah lama tak berpenghuni semenjak nenek meninggal setahun yang lewat. Perabotan rumah dan tempat tidur sudah ditutup kain putih agar debu tak menempel.Kuletakkan tas di kamar. Lalu aku mulai membersihkan rumah ini. Harus sedikit ekstra tenaga karena baru juga sampai. Untung kak Murni sudah persiapkan bahan makanan hingga untuk tiga hari ke depan,

  • TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKAN AKU   Part 50 Di Waktu Yang Salah

    TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 50 ( di waktu yang salah )Kak Yuda langsung berdiri saat pak Ridwan mendekati kami. Kuseka air mata agar pak Ridwan tak melihatku menangis. Bodohnya aku menangis jika merasa tak dihargai."Ini belum terlanjur, Dinda," ucapku di hati berusaha mensugesti diri."Dinda dan Pak Yuda, ngapain di sini?" tanya pak Ridwan melihatku, lalu memalingkan muka ke kak Yuda."Mmm ini, Pak Ridwan a ...." Belum sempat kak Yuda melanjutkan jawabannya, terdengar seseorang memanggil. "Ridwan! Ridwan!" Ternyata Gina memangil sambil melangkah mendekat. "Kamu ke mana aja? pesta dansanya akan dimulai, ayok." Gina menarik tangan pak Ridwan. Sangat terlihat ia berusaha mendapatkan kembali mantan suaminya.Dibanding Gina, aku tak ada apa-apanya masalah harta, ia dari keluarga pengusaha sukses, sedangkan aku hanya anak yatim piatu meskipun sudah tamat S1. Cari kerja pun dari usaha sendiri tanpa ada keluarga yang membantu. Melihat kejadian ini, kak Yuda langsung melihatku.

  • TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKAN AKU   Part 49 Kenapa Dia Yang ...

    TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 49 (kenapa dia yang menghapus air mataku?)Jadi wanita bersama kak Yuda keponakan pak Ismail. Pantas mereka sangat akrab, pak Ismail saja bersikap baik ke kak Yuda. Meskipun hanya sekali melihat, tapi aku bisa merasakan itu. "Aku Bunga." Wanita bernama Bunga itu mengulurkan tangan padaku. "Dinda," ucapku menyambut tangannya. Kami saling melempar senyum. Ada sesuatu yang kurasakan, namun sulit kugambarkan perasaan apa itu. Lalu Bunga juga bersalaman dengan pak Ridwan bentuk mereka berkenalan. Dan setelah itu kami duduk. Aku duduk di samping pak Ridwan dengan kursi yang berhadapan dengan kursi Bunga yang berdampingan dengan kursi kak Yuda."Kita seperti double date, ya," ucap pak Ridwan sambil membentangkan tangan kanannya di sandaran kursiku."Pak Ridwan bisa aja, lagian makan bakso di sini sangat menyenangkan, kebetulan saya suka melihat keramaian sana," tanggapan kak Yuda sambil menunjuk ke arah taman, banyak anak-anak berlari bermain. Wajah m

  • TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKAN AKU   Part 48 Wanita Bersama Kak Yuda

    TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 48 ( wanita bersama kak Yuda )Tanganku dilepas. Dari sorot mata pak Ridwan, seolah ia tak percaya dengan ucapanku. Lebih tepatnya terpengaruh dengan ucapan mantan suamiku yang muncul tiba-tiba. "Terserah kalau kamu tidak percaya," ucapku melangkah terus ke tepi jalan. "Tunggu, Din!" ucap pak Ridwan.Aku tak peduli dan terus melangkah."Dinda!" Tiba-tiba kak Angga berlari mendekat. Tanganku ditahan."Lepaskan aku!" Kutarik tangaku agar terlepas. Aku berhasil."Tunggu, Din, aku bukan ingin menyakitimu, sungguh, aku tak ada niat buruk.""Dinda!" Pak Ridwan memanggil sambil melangkah mendekat."Ikut denganku, Ibu ingin bertemu.""Tolong jangan ganggu hidupku, aku mohon." Kusatukan kedua telapak tangan memohon."Kamu mau apa lagi ke sini!" Tiba-tiba pak Ridwan menujuk kak Annga dengan mata melotot."Hey, santai, emang kamu siapa melarangku? Di sini uang dan kekuasaanmu tak berlaku, Dinda belum resmi menjadi Istrimu, jadi aku masih punya hak untuk i

  • TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKAN AKU   Part 47 Sikap dan Kepercayaan

    TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 47 (sikap dan kepercayaan)Aku terdiam menatap pak Ridwan. Bukan karena merasa bangga ia punya rasa cemburu padaku. Seorang pak Ridwan lelaki yang hampir mendekati sempurna bagiku, tapi ..., kenapa bersikap seperti posesif. Mudah-mudahan aku salah."Kenapa harus memecat Pak Boby, Mas? Yang salah kan aku?" Kutekan nada suara agar pak Ridwan tidak semakin marah."Kenapa sih kamu bela dia?" Pak Ridwan melihatku sekilas."Ini bukan membela tapi ...." Tak kuasa melanjutkan kata-kataku. Kupalingkan mata ke luar jendela kaca mobil lalu menyeka air mata. Tentu aku terkejut dengan suara lantang pak Ridwan.Tiba-tiba mobil dihentikan di tepi jalan yang agak sepi. Pak Ridwan menghela nafas besar. Terdengar nafasnya meskipun aku belum mengalihkan pandangan ke dia."Maafkan aku, tolong jangan menangis, Din." Suara pak Ridwan melunak.Tapi aku tetap memalingkan mata ke luar jendela."Aku hanya cemburu, itu karena aku takut kehilanganmu, apakah aku salah?"Aku t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status