Share

Bab 6 : Telepon Dari Ibu Mertua

last update Last Updated: 2023-09-24 07:47:56

Kubiarkan Mas Ifan menangis sepuasnya, sambil terus kuusap kepalanya. Tak lama dia mulai terdiam kemudian melepaskan pelukan.

"Maafkan aku, Tik," ucapnya sambil menghapus air mata.

"Nggak apa-apa, Mas. Aku ngerti, kok," jawabku.

"Terima kasih," ucap Mas Ifan dengan tersenyum.

"Sama-sama, Mas,"

"Istirahatlah, Tik. Kau pasti capek seharian ngurus rumah. Aku masuk duluan, ya.”

"Mas nggak makan dulu?"

"Nggak, Tik. Makasih."

"Ya udah, Mas istirahat juga."

"He'em," jawabnya singkat.

Mas Ifan beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan perlahan dan menghilang di balik pintu kamarnya dan Mbak Riska.

Aku terdiam sejenak, kemudian lanjut mencuci sedikit piring kotor di dapur. Setelah semua beres, aku langsung masuk ke kamar, berwudhu dan kemudian melaksanakan sholat Isya .

Setelah itu, seperti biasa aku merebahkan kepala di atas bantal, dan mulai berpikir, malam ini memang giliran Mas Ifan tidur bersama Mbak Riska, aah ... apa aku cemburu? Ya, itu wajar, karena mencintai tanpa rasa cemburu itu mustahil.

***

Selesai mandi dan sholat subuh, Aku langsung ke dapur menyiapkan bahan untuk dimasak pagi ini. Setelah semua nya siap, lanjut mengumpulkan semua pakaian kotor dan mulai menggiling.

"Ceklek," terdengar suara pintu di buka.

"Assalamualaikum," Mas Ifan mengucap salam.

"Wa'alaikumsalam warohmatullah," jawabku.

Rupanya mas Ifan baru saja kembali dari masjid. Sambil menunggu pakaian selesai digiling, aku mulai mengupas kentang.

"Sepagi ini, kamu sudah di dapur Tik, ada yang bisa di bantu?" tanya Mas Ifan. Mengagetkan ku.

"Oh nggak usah, Mas, aku bisa kok."

"Pokoknya aku bantu," ucapnya, sambil mendekat ke arahku.

"Ya udah, Mas kupas semua sayur nya, aku kupas udang nya."

"Ok," jawab Mas Ifan.

Sepuluh menit kemudian, hening, kami sibuk dengan tugas masing-masing. Entah kenapa jantung ku berdebar tak karuan, benar-benar merasa grogi berada satu ruangan bersama Mas Ifan.

"Gimana keadaan Mbak Riska, Mas?" tanyaku mencairkan suasana.

"Alhamdulillah Tik, udah mendingan, tidurnya nyenyak sekali."

"Alhamdulillah Mas, kalau begitu."

"Apa hari ini, Mas mau ke kantor?"

"Iya Tik. Ada urusan yang harus segera aku selesaikan."

"Oh ya, Tik, maaf hari ini aku akan merepotkan mu lagi," katanya lagi.

"apa itu, Mas?"

"Titip Riska, ya?" jawabnya sambil menatapku.

Hatiku seperti dicubit. Mata itu, seperti sangat takut jika terjadi sesuatu pada Mbak Riska.

"Tentu saja Mas, Mas tenang aja," jawabku sambil balas menatapnya.

Satu jam kemudian semuanya beres. Mas Ifan menjemur semua pakaian sementara aku, mengatur sarapan yang sudah kami masak bersama-sama. Setelah semua makanan siap di atas meja, aku segera ke kamar Mbak Riska.

"Mbak ayo sarapan," panggilku.

"Iya Nduk. Kamu masak apa?" tanya Mbak Riska.

"Aku buat udang tepung, sama sayur sup Mbak," jawabku, sambil membantunya duduk di kursi roda.

"Wah ... jadi tambah lapar, Tik.

"Ayo kita makaaaann!" kataku, sambil mendorong kursi rodanya keluar kamar.

Sampai di pintu kamar kami berpas-pasan dengan Mas Ifan. Dia tersenyum melihat kami berdua.

"Yuk, Mas, sarapan!" ucap ku berbarengan sama Mbak Riska.

"Hahaha ... kalian kompak sekali hari ini," kata Mas Ifan, sambil tertawa.

Aku dan Mbak Riska hanya tersenyum.

"Ya udah, yuk, kita sarapan," kata Mas Ifan sambil mengambil alih mendorong kursi roda Mbak Riska.

Aku menarik kursi untuk tempat duduk Mbak Riska. Seperti biasa, Mas Ifan hendak menggendong dan mendudukkannya di kursi, tapi Mbak Riska menolak.

"Aku bisa, Mas," tolak Mbak Riska, sambil melirik karahku.

"Ya udah, iya,"

Sarapan pagi ini, kami tak banyak bicara. Selesai sarapan, Mas Ifan pamit untuk siap-siap ke kantor. Sebenarnya aku juga belum tahu banyak Mas Ifan kerja di mana, sebagai apa, yang aku tahu, Mas Ifan sudah cukup mapan sekarang.

"Tik, kita ke halaman, yuk," ajak Mbak Riska.

"Iya Mbak, aku beresin meja nya dulu, ya," jawabku.

"Oke."

Setelah semuanya rapi, aku ajak Mbak Riska ke halaman belakang. Kami duduk dan mulai ngobrol, bercerita tentang masa-masa kami masih ngekos bareng dulu. Tiba-tiba Mas Ifan menghampiri kami hendak berpamitan.

"Aku berangkat ya, Ris,Tik, kalian baik-baik di rumah," pamit Mas Ifan, sambil menyalami Mbak Riska dan aku.

"Iya, Mas, hati-hati di jalan," kata Mbak Riska.

"Iya, Ris," kata mas Ifan sambil mencium kening Mbak Riska. Kemudian menatap ke arahku. Hanya bisa menunduk. Namun, tetap saja, ada gemuruh di hatiku.

"Assalamualaikum," ucap Mas Ifan kemudian, sambil tersenyum menatapku.

"Wa'alaikumsalam warohmatullah," jawabku, balas menatapnya.

Setelah Mas Ifan berangkat, kami pun melanjutkan obrolan kami yang sempat terputus. Entah sudah berapa lama kami di sana, tertawa bersama, sampai tak sadar matahari sudah semakin tinggi, dan panasnya mulai menyengat.

"Terimakasih, ya, Tik," tiba-tiba Mbak Riska memegang tanganku.

"Untuk apa, Mbak?" tanyaku.

"Untuk semuanya, kamu sudah mau menikah sama Mas Ifan, udah mau maafin Mas Ifan, sudah mau di repotkan ngurusin Mbak," jelasnya.

"Jangan begitu Mbak. Ini pasti nggak mudah buat, Mbak Riska."

"Tapi, Mbak juga tahu, ini pun nggak mudah buat kamu, Tik."

"Tapi, aku nggak sekuat, Mbak."

"Mbak pun nggak sekuat itu Tika, Mbak juga merasakan apa yang kamu rasa," jawabnya sambil menatapku.

"Apa Mbak juga cemburu, kalau Mas Ifan sedang bersamaku?" tanyaku.

"Tentu saja, Tik,"

"Jadi, apa yang membuat Mbak Riska kuat, menjalani ini semua."

"Kabahagiaan Mas Ifan, adalah kekuatanku."

"Tapi, sepertinya Mas Ifan tidak bahagia, Mbak," ucapku, sambil menunduk. Teringat kembali, di malam saat mereka berdua berpelukan sambil menangis.

"Hahaha ... Mas Ifan tidak bahagia, katamu?" tanya Mbak Riska sambil tertawa.

"Kenapa Mbak, ketawa?" tanyaku sambil manyun.

"Apa kamu tidak bisa melihat, Tik? Mas Ifan sangat bahagia akhir-akhir ini, itu semua karena kehadiran mu di sisi nya saat ini."

"Masa sih, Mbak," tanyaku heran.

"Itu benar, Tik. Aku bisa melihat nya. Mas Ifan masih mecintaimu."

"Mas Ifan bahkan masih ingat, warna favorit kamu, Tik. Alhasil, sehari sebelum akad nikah, seharian dia ngecat kamar kamu, dengan warna biru muda. Warna kesukaan mu,"

Jantungku berdegub kencang.

jadi, Mas Ifan yang ngecat kamar ku

"Cemburu itu wajar, kan? Karena kita sama-sama mencintai Mas Ifan, tapi yakinlah Mas Ifan orang baik, dia pasti bisa menjadi imam dan suami yang adil untuk kita berdua, hem" kata Mbak Riska sambil menggenggam tanganku.

"Mas Ifan hanya perlu waktu. Jadi, beri dia waktu. Kelak kau pasti akan mengerti. Bahwa cintamu, pengorbananmu saat ini, memang bukan untuk orang yang salah," kata Mbak Riska dengan mata berkaca-kaca.

Ya Allah ... butiran bening menetes dari kedua mataku. Kupeluk erat Mbak Riska yang juga membalas pelukanku.

"Makasih, Mbak."

"Sama-sama, Tik. Mbak juga berterima kasih padamu,"

Puas menangis, kuajak Mbak Riska masuk, mengantarnya sampai ke dalam kamar dan membantunya berbaring di atas kasur.

Ponsel Mbak Riska berdering. Sejenak melirik ke layar saat membantu mengambilkan ponselnya, tertulis nama Ibu Mertua di sana.

"Iya, Bu," Mbak Riska menjawab telepon nya.

"Sehat Bu. Ibu, sehat?"

"Ingat kok, Bu. Besok pagi kami berangkat, wa'alaikumsalam warohmatullah." Jawabnya, menutup percakapan.

"Oh ya, Tik, apa Mas Ifan sudah bilang kalau besok kita mau ke rumah Ibunya?" tanya Mbak Riska.

"Belum, Mbak,"

"Oh, mungkin Mas Ifan lupa, besok kita ke rumah Ibu, Tik. Lusa, adik Mas Ifan, menikah." jelasnya.

"Apa aku harus ikut, Mbak?".

"Tentu saja Tik, kamu juga ikut."

Aku hanya tersenyum dan mengangguk, lalu pamit keluar.

Ke rumah mertua? Seharian aku memikirkan ini. Jika keadaan kami normal seperti pasangan suami istri pada umumnya, mungkin aku tak akan segelisah ini. Lagi pula, aku masih ingat bagaiman ekspresi Ibu Mas Ifan, saat acara akad nikah dulu. Bagaimana respon mereka nanti saat melihatku ikut kesana? Membayangkan hal itu, mendadak ulu hatiku perih.

~ Bersambung

Maaf, baru sempat up bab baru. Signalnya ga bersahabat sudah tiga hari ini. Terima kasih sudah mengikuti kisah ini? 🙏❤

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI    Bab 29 : Hatiku Sakit (Pov Ivan)

    Aku benar-benar penasaran, sudah tak sabar rasanya ingin segera menanyakan kebenaran obat yang baru saja aku temukan di laci nakas pada pihak apotek, obat apa ini sebenarnya.Selain obat, aku juga menemukan sebuah wadah yang berisi bubuk yang aku yakin itu adalah susu, di dalam laci mejanya, tapi susu apa?Ah ... Tika? Apa yang kau sembunyikan dariku.Hampir satu jam menunggu. Aku bersyukur, akhirnya apotek pun buka. Aku segera menghampiri petugas yang masih sibuk beberes."Permisi, Mbak," ucapku."Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" jawabnya."Maaf, saya datang sepagi ini, cuma mau nanya, Ini obat apa ya, Mbak?" tanyaku tak sabar, sambil menunjukkan obat yang aku temukan di laci."Coba saya, liat." Jantungku berdebar kencang, menunggu penjelasan darinya."Oo ini vitamin Pak. Biasanya, di konsumsi oleh wanita yang sedang hamil atau wanita yang sedang program hamil.""Oh, jadi, ini, vitamin?" tanyaku memastikan."Iya, pak.""Berarti yang mengkonsumsi obat ini, kemungkinan sekarang di

  • TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI    Bab 28 : Kepergian Yuda

    Mendengar ucapan Yuda barusan benar-benar membuatku jantungku hampir copotAh ... Tika! Itu pertanyaan bodoh! Harusnya aku sudah tahu jawabannya. Benar kata Ibu."Udah ah, bercandanya, aku masuk dulu," ucapku menghindar. "Aku tidak sedang bercanda!" ucapnya menghalangi jalanku.Langkahku terhenti."Kendalikan dirimu, Yud! Apa kamu lupa, aku udah punya suami" aku mulai marah.Yuda tersenyum."Tenang saja Tik, aku tahu batasanku. Aku hanya ingin memastikan kalau kamu benar-benar bahagia, sebelum aku kembali ke Hongkong," ucapnya.Apa? Hongkong? Jadi dia mau balik ke Hongkong? tanyaku dalam hati"Baiklah aku ke dalam dulu, tinggal sedikit lagi pekerjaanku selesai," ucapnya lagi kemudian masuk ke dalam rumah. Aku mematung di teras rumah. Yuda benar-benar menyukaiku? Jujur aku merasa risih, tapi mendengar kalau dia akan kembali ke Hongkong, membuatku sedikit lega. ***Karena kejadian tadi pagi, seharian aku mengurung diri di dalam kamar. Hanya saat makan siang aku keluar untuk makan bers

  • TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI    Bab 27 : Ungkapan Cinta

    Pagi ini kami sarapan seperti biasa. Setelah sarapan, kami mulai sibuk sendiri-sendiri. Aku duduk santai di ruang tamu. Selonjoran di sofa ruang tamu, sambil membaca majalah tentang Ibu dan bayi.Tiba-tiba bel berbunyi, aku berdiri perlahan, menarik jilbab yang kuletakkan di meja lalu memakainya. Kemudian berjalan ke pintu dan membukanya."Assalamualaikum." ucap suara yang tak asing dari balik pintu."Wa'alaikumsalam warohmatullah." jawabku.Senyum manis berlesung pipi menyambutku."Hai Tik, gimana kabarmu?" "Kamu, Yud? ngapain disini?" tanyaku heran."Gimana sih, ada tamu bukannya di suruh masuk malah di interogasi," ocehnya."maaf, masuklah." ucapku."Nah, gitu dong." ucapnya cengengesan.Yuda masuk dan duduk di sofa ruang tamu. "Kamu belum jawab pertanyaanku, gimana kabarmu? Juga kehamilanmu?" tanya Yuda."Ssstttt, jangan keras-keras ngomongnya, nanti yang lain dengar," ucapku, setengah berbisik."Tik, jadi kamu benar-benar merahasiakan kehamilanmu? Kenapa?" ocehnya."Kamu nggak

  • TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI    bab 26 : Rahasia Yang Terbongkar

    Ternyata Mbak Riska sudah berdiri di ambang pintu. "Oh, ini vitamin, Mbak." Aku buru-buru berdiri menghalangi botol vitamin yang ada di atas, agar tak terlihat jelas oleh Mbak Riska. "Ada yang bisa kubantu, Mbak?" ucapku lagi sambil berjalan tertatih ke arah Mbak Riska. "Oh, nggak kok. Mau ngajak kamu nonton. Bosan cuma diam-diam aja di kamar. Pingin jalan-jalan, tapi Mas Ifan pasti nggak akan kasi izin." "Ya udah, yuk, kita nonton bareng." Aku cepat-cepat mengajak Mbak Riska pergi dari kamar. ***Kami menonton hingga terkantuk-kantuk. Karena tak kuat, akhirnya kami sudahi menonton, dan balik ke kamar masing-masing. Sampai di pintu kamar aku tertegun, terdiam tak mampu bergerak, melihat pemandangan yang ada di dalam kamar.Ibu tengah berdiri, memegang sesuatu di tangannya. Itu, vitamin khusus ibu hamil yang tadi lupa kuimpan. Gleg ! Aku menelan ludah.Aku masuk dan mengunci pintu. Saat berbalik, ibu sudah berdiri menghadapku."Obat apa ini,

  • TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI    Bab 25 : Orang Baik

    Hari ini akhirnya kami bisa pulang dan makan siang di rumah. Mas Ifan meliburkan diri dari kantor agar bisa menemani kami di rumah. Mas Ifan juga pamit, untuk ke luar kota beberapa hari kedepan untuk urusan kantor. "Kamu istirahat ya, jangan lupa minum obat." kata Mas Ifan, setelah mengantarku ke kamar."He'em," aku mengangguk.Aku membuka laci dan menyembunyikan obat yang di berikan mas Ifan disana. Tak hanya itu, obat, vitamin, dan susu untuk kehamilanku pun aku sembunyikan disana. Sebenarnya aku merasa berdosa. Tapi tak lama lagi, aku akan jujur pada Mas Ifan soal kehamilanku ini. Karena Mbak Riska sudah mulai membaik. ***Menjelang makan malam, Mas Ifan membantuku untuk ke meja makan. Disana sudah ada Bapak, Ibu, dan Mbak Riska.Sebenarnya aku tak berselera karena ada sesuatu aku inginkan. Hmm .. mengingatnya membuat air liurku benar-benar mau keluar. "Tik, kok bengong, ayo di makan." tanya Mas Ifan"Eh, iya Mas." "Kenapa? masakan Ibu

  • TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI     Bab 24 : Kedatangan Ibu Mertua

    Ya Allah, bagaimana ini?" ucapku panik.Aku lupa kalau kunci rumahku, ada di dompet yang baru saja dijambret. Aku berjalan tertatih, dan duduk di teras. Mengeluarkan ponsel dari saku gamis dan mulai memencet nomor Mas Ifan."Oh, aku lupa. Aku belum sempat beli pulsa tadi," ucapku lirih. Tiba-tiba sebuah mobil masuk ke halaman, mobil yang sudah tak asing lagi bagiku."Mas Ifan!" seruku.Lalu segera bangkit dan hampir saja aku terjatuh.Mas Ifan turun dari mobil, dan terkejut melihat kakiku yang di perban, sebuah tongkat yang menopang tubuhku."Ya Allah, Tika! Kamu kenapa?" tanyanya setengah berlari ke arahku."Aku di jambret Mas, aku berusaha mengejar tapi kakiku tertusuk pecahan botol di pinggir jalan,""Astagfirullahal'adzim, tapi kamu nggak apa-apa kan, Tik?" tanya Mas Ifan, sambil meraba-raba tangan dan punggung ku."Nggak apa-apa, Mas. Cuma kaki aja yang harus di jahit," jawabku."Apa dijahit?" tanya Mas Ifan panik.Mas Ifan menatapku lekat. Lalu menarikku ke dalam pelukannya."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status