Share

Bab 5 : Janji Mas Ifan

last update Last Updated: 2023-07-16 12:39:24

Entah kekuatan dari mana, aku mulai berhenti menangis lalu kuhapus air mataku.

"Aku memaafkanmu, Mas," jawabku sambil menatapnya.

Mas Ifan terdiam, dihapusnya air matanya.

"Benarkah, Tik?" tanya Mas Ifan sambil menatap mataku.

"Hem,"

"Terima kasih, Tik. Aku janji akan kuperbaiki segalanya.”

"Jangan janjikan apa pun lagi, Mas." Kutarik tanganku dari genggamannya dan membelakanginya.

"Karena jika sekali lagi kau mengingkarinya, aku tak tahu, apa aku masih bisa memaafkanmu lagi atau tidak.”

"Kau benar, Tika. Tapi kali ini akan aku usahakan untuk bisa menepati janjiku," jawabnya singkat.

"Untukmu, untuk Riska, untuk kita bertiga."

Aku menghela napas panjang.

"Hhm, baiklah, Tik. Terima kasih sudah mau mendengarkan, terima kasih juga sudah mau memaafkanku. Istirahatlah," katanya lagi.

"Hem," jawabku singkat.

Mas Ifan berlalu. Kupandangi punggungnya sampai hilang di balik pintu. Kemudian berjalan ke arah tempat tidur dan merebahkan tubuh di atas kasur. Entah mengapa beban yang kurasakan sedikit berkurang. Apa karena aku sudah bisa memaafkan Mas Ifan? Yah, kurasa itulah jawabannya.

Kadang menyimpan dendam membuat hidup kita menjadi tak tenang. Ikhlas dan yakinlah kunci dari ketenangan hidup. Ikhlas menerima apa yang ditakdirkan Allah untuk kita, dan yakin kalau Allah sudah menyiapkan yang terbaik untuk kita.

Bersabarlah, Tika! Semua akan indah pada waktunya.

***

Aku terbangun karena mendengar suara benda jatuh dari arah dapur. Segera aku bangun dan menuju ke sana. Kulihat Mas Ifan tengah membereskan pecahan kaca di lantai dan buru-buru mengambil sebuah mangkok dari lemari. Ada raut cemas di wajahnya.

"Ada apa, Mas?"

"Riska, Tik. Dia mimisan lagi," jawabnya cemas.

Aku segera berlari ke kamar Mbak Riska.

"Mbak Ris," panggilku langsung masuk ke kamarnya dan segera menghampirinya yang sedang duduk bersandar di tempat tidur sambil mengusap tisu di hidung.

"Mbak, Mbak kenapa?" tanyaku sambil duduk di sebelahnya.

"Nggak apa-apa, Tik. Ini sudah biasa," jawabnya.

"Tapi, Mbak. Darahnya banyak sekali," kataku sambil melihat beberapa tisu yang penuh darah di atas nakas.

"Bener, kok, Nduk. Mbak nggak apa-apa," jawabnya lagi.

Mas Ifan muncul dengan membawa sebuah mangkok berisi air hangat. Segera kuambil mangkuk dari tangannya dan mulai membersihkan hidung Mbak Riska.

"Mas, kita bawa Mbak Riska ke Rumah sakit aja," pintaku cemas sambil menoleh ke arah Mas Ifan.

"Niatnya begitu, Tik, tapi Mbakmu menolak," jawab Mas Ifan sambil menatap tajam ke arah Mbak Riska.

"Ya ampun kalian berdua ini. Aku nggak apa-apa, kok. Darahnya juga sudah berhenti," ucap Mbak Riska.

"Nggak apa-apa gimana, Ris? Ini yang ketiga kali dalam seminggu ini. Biasanya nggak pernah sesering ini," jawab Mas Ifan sambil berjalan ke seberang tempat tidur, lalu duduk di samping Mbak Riska.

"Mas Ifan benar, Mbak. Muka Mbak juga pucat."

"Udah, ya. Aku benar-benar nggak apa-apa. Aku mau istirahat aja," jawab Mbak Riska sambil berbaring.

Aku dan Mas Ifan saling memandang.

"Ya udah Mbak istirahat, ya. Aku buatkan makan siang," kataku sambil berdiri.

"Nggak usah masak, Tik. Aku udah pesan makanan jadi. Mungkin sebentar lagi sampai," kata Mas Ifan.

"Oh, begitu, ya sudah" kataku sambil berjalan ke pintu. Saat akan menutup pintu, kulihat Mas Ifan membelai kepala Mbak Riska yang sedang berbaring di sampingnya.

Seperti biasa, ada rasa perih di hati.

***

Aku mandi dan melaksanakan sholat Dzuhur. selesai sholat, tak lupa menyelipkan doa untuk kesembuhan Mbak Riska.

Aku buru-buru keluar dari kamar kerena mendengar bel pintu berbunyi. Kubuka pintu. Ternyata catering yang dipesan Mas Ifan sudah sampai. Kubayar dan membawanya masuk, lalu kuhidangkan di atas meja.

Setelah semua terhidang, aku menyendokkan nasi, sayur, dan lauk ke sebuah piring. Lalu segera menuju kamar Mbak Riska.

"Mbak Ris," panggilku sambil mengetuk pintu sekali dan langsung membuka pintu kamarnya.

Jantungku berdetak kencang, kaget melihat pemandangan saat itu dan langsung terdiam. Kulihat Mbak Riska merebahkan kepalanya di pangkuan Mas Ifan. Sementara Mas Ifan mengelus kepalanya mesra.

 Aah ... bodohnya aku kenapa harus masuk?

Mas Ifan dan Mbak Riska kaget dengan kehadiranku.

"Kamu, Tik. Masuklah," kata Mbak Riska.

"Ma-maaf, Mbak. Aku langgsung masuk begini," kataku dengan gugup. Detak jantung pun mulai tak beraturan.

"Nggak apa-apa, Tik," jawab Mbak Riska.

Mas Ifan langsung berdiri dan berjalan ke arahku.

"Apa ini Tik, harusnya kamu nggak usah repot-repot" tanya Mas Ifan saat dia melihat ada sepiring nasi di tangan ku.

"Nggak apa-apa, Mas. Nggak repot, kok. Ini makan siangnya, Mbak Riska," kataku sambil menyodorkan piring pada Mas Ifan.

Aku langsung berbalik hendak buru-buru keluar dari kamar itu.

"Makasih, ya, Tik," kata Mas Ifan.

Aku menoleh dan melihat senyum tulus tersungging di bibir Mas Ifan.

"Iya." Aku mengangguk, lalu menutup pintu meninggalkan mereka berdua.

Selesai makan siang, seperti biasa, kubereskan semua makanan yang ada di meja, karena Mas Ifan sama sekali tak keluar dari kamar untuk makan siang.

Begitu pun saat makan malam, Mas Ifan tak keluar untuk makan malam. Hanya aku yang ke kamar Mbak Riska untuk mengantar makan malamnya.

Kuketuk pintu kamar itu lagi.

"Masuk," jawab Mas Ifan.

Aku segera masuk. Kulihat mas Ifan sedang duduk di kursi menghadap ke tempat tidur tepat di samping Mbak Riska.

"Mas biar aku yang nyuapin Mbak Riska," kataku.

"Baiklah, Tik," Mas Ifan menggeser kursinya dan berdiri.

"Aku keluar sebentar," kata Mas Ifan. Sambil berlalu dan keluar dari kamar.

"Mbak makan dulu," kataku membangunkan Mbak Riska.

"Hhm, iya, Tik." Mbak Riska membuka mata bangun perlahan.

Kubantu memperbaiki posisi duduknya. Kemudian mulai menyuapkan nasi dan lauk ke mulutnya.

"Makasih, ya, Tik. Maaf, Mbak merepotkanmu kali ini."

"Nggak, kok, Mbak. Jangan merasa begitu" jawabku sambil terus menyuapinya.

"Jangan bosan, ya, Tik." Mbak Riska tertawa.

"Mbak ini, masih saja suka bercanda."

"Kamu urus rumah dulu, ya," pintanya.

"Tenang aja, Mbak. Ada aku hi hi hi." Aku meringis

"Urus Mas Ifan juga."

Aku terdiam sejenak ...

"He'em." Aku mengangguk.

Selesai makan, kuberikan obat yang biasa diminum Mbak Riska, kemudian membiarkannya untuk istirahat.

Aku keluar dari kamar Mbak Riska dan mendapati Mas Ifan tertidur di meja makan. Kuperhatikan wajahnya yang terlihat lelah.  

Kupakaikan selimut padanya dengan perlahan, takut Mas Ifan terbangun. Saat kembali ke dapur, langkahku terhenti karena Mas Ifan menarik tanganku.

Aku menoleh dan kami saling memandang. Ada raut sedih di wajahnya kemudian dengan cepat dia menarik tangan dan memelukku. Ia meletakkan kepalanya tepat di perutku kemudian menangis.

Kurasakan tubuhnya bergetar hebat. Karena saat ini Mas Ifan benar-benar sedang menangis.

Ada perih menyeruak dari dalam hati melihatnya seperti ini. Aku tau dia takut kehilangan Mbak Riska, tapi Mas Ifan sadar dia tak mampu berbuat apa-apa selain menerima ini semua.

Aku letakkan kembali piring yang hendak kubawa ke dapur, lalu perlahan membelai kepalanya.

Ya Rabb ....

Tak kuasa menahan tangis, air mataku pun tumpah. Sambil terus mengusap kepalanya. Aku tak tau Apa yang harus kulakukan. Aku bingung. Haruskah aku bahagia? Atau sebaliknya? Yang kutau saat ini, hatiku sakit melihatnya seperti ini.

***Bersambung

Terima kasih buat teman-teman yang sudah mampir. Sehat selalu buat kalian semua. 🙏

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI    Bab 29 : Hatiku Sakit (Pov Ivan)

    Aku benar-benar penasaran, sudah tak sabar rasanya ingin segera menanyakan kebenaran obat yang baru saja aku temukan di laci nakas pada pihak apotek, obat apa ini sebenarnya.Selain obat, aku juga menemukan sebuah wadah yang berisi bubuk yang aku yakin itu adalah susu, di dalam laci mejanya, tapi susu apa?Ah ... Tika? Apa yang kau sembunyikan dariku.Hampir satu jam menunggu. Aku bersyukur, akhirnya apotek pun buka. Aku segera menghampiri petugas yang masih sibuk beberes."Permisi, Mbak," ucapku."Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" jawabnya."Maaf, saya datang sepagi ini, cuma mau nanya, Ini obat apa ya, Mbak?" tanyaku tak sabar, sambil menunjukkan obat yang aku temukan di laci."Coba saya, liat." Jantungku berdebar kencang, menunggu penjelasan darinya."Oo ini vitamin Pak. Biasanya, di konsumsi oleh wanita yang sedang hamil atau wanita yang sedang program hamil.""Oh, jadi, ini, vitamin?" tanyaku memastikan."Iya, pak.""Berarti yang mengkonsumsi obat ini, kemungkinan sekarang di

  • TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI    Bab 28 : Kepergian Yuda

    Mendengar ucapan Yuda barusan benar-benar membuatku jantungku hampir copotAh ... Tika! Itu pertanyaan bodoh! Harusnya aku sudah tahu jawabannya. Benar kata Ibu."Udah ah, bercandanya, aku masuk dulu," ucapku menghindar. "Aku tidak sedang bercanda!" ucapnya menghalangi jalanku.Langkahku terhenti."Kendalikan dirimu, Yud! Apa kamu lupa, aku udah punya suami" aku mulai marah.Yuda tersenyum."Tenang saja Tik, aku tahu batasanku. Aku hanya ingin memastikan kalau kamu benar-benar bahagia, sebelum aku kembali ke Hongkong," ucapnya.Apa? Hongkong? Jadi dia mau balik ke Hongkong? tanyaku dalam hati"Baiklah aku ke dalam dulu, tinggal sedikit lagi pekerjaanku selesai," ucapnya lagi kemudian masuk ke dalam rumah. Aku mematung di teras rumah. Yuda benar-benar menyukaiku? Jujur aku merasa risih, tapi mendengar kalau dia akan kembali ke Hongkong, membuatku sedikit lega. ***Karena kejadian tadi pagi, seharian aku mengurung diri di dalam kamar. Hanya saat makan siang aku keluar untuk makan bers

  • TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI    Bab 27 : Ungkapan Cinta

    Pagi ini kami sarapan seperti biasa. Setelah sarapan, kami mulai sibuk sendiri-sendiri. Aku duduk santai di ruang tamu. Selonjoran di sofa ruang tamu, sambil membaca majalah tentang Ibu dan bayi.Tiba-tiba bel berbunyi, aku berdiri perlahan, menarik jilbab yang kuletakkan di meja lalu memakainya. Kemudian berjalan ke pintu dan membukanya."Assalamualaikum." ucap suara yang tak asing dari balik pintu."Wa'alaikumsalam warohmatullah." jawabku.Senyum manis berlesung pipi menyambutku."Hai Tik, gimana kabarmu?" "Kamu, Yud? ngapain disini?" tanyaku heran."Gimana sih, ada tamu bukannya di suruh masuk malah di interogasi," ocehnya."maaf, masuklah." ucapku."Nah, gitu dong." ucapnya cengengesan.Yuda masuk dan duduk di sofa ruang tamu. "Kamu belum jawab pertanyaanku, gimana kabarmu? Juga kehamilanmu?" tanya Yuda."Ssstttt, jangan keras-keras ngomongnya, nanti yang lain dengar," ucapku, setengah berbisik."Tik, jadi kamu benar-benar merahasiakan kehamilanmu? Kenapa?" ocehnya."Kamu nggak

  • TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI    bab 26 : Rahasia Yang Terbongkar

    Ternyata Mbak Riska sudah berdiri di ambang pintu. "Oh, ini vitamin, Mbak." Aku buru-buru berdiri menghalangi botol vitamin yang ada di atas, agar tak terlihat jelas oleh Mbak Riska. "Ada yang bisa kubantu, Mbak?" ucapku lagi sambil berjalan tertatih ke arah Mbak Riska. "Oh, nggak kok. Mau ngajak kamu nonton. Bosan cuma diam-diam aja di kamar. Pingin jalan-jalan, tapi Mas Ifan pasti nggak akan kasi izin." "Ya udah, yuk, kita nonton bareng." Aku cepat-cepat mengajak Mbak Riska pergi dari kamar. ***Kami menonton hingga terkantuk-kantuk. Karena tak kuat, akhirnya kami sudahi menonton, dan balik ke kamar masing-masing. Sampai di pintu kamar aku tertegun, terdiam tak mampu bergerak, melihat pemandangan yang ada di dalam kamar.Ibu tengah berdiri, memegang sesuatu di tangannya. Itu, vitamin khusus ibu hamil yang tadi lupa kuimpan. Gleg ! Aku menelan ludah.Aku masuk dan mengunci pintu. Saat berbalik, ibu sudah berdiri menghadapku."Obat apa ini,

  • TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI    Bab 25 : Orang Baik

    Hari ini akhirnya kami bisa pulang dan makan siang di rumah. Mas Ifan meliburkan diri dari kantor agar bisa menemani kami di rumah. Mas Ifan juga pamit, untuk ke luar kota beberapa hari kedepan untuk urusan kantor. "Kamu istirahat ya, jangan lupa minum obat." kata Mas Ifan, setelah mengantarku ke kamar."He'em," aku mengangguk.Aku membuka laci dan menyembunyikan obat yang di berikan mas Ifan disana. Tak hanya itu, obat, vitamin, dan susu untuk kehamilanku pun aku sembunyikan disana. Sebenarnya aku merasa berdosa. Tapi tak lama lagi, aku akan jujur pada Mas Ifan soal kehamilanku ini. Karena Mbak Riska sudah mulai membaik. ***Menjelang makan malam, Mas Ifan membantuku untuk ke meja makan. Disana sudah ada Bapak, Ibu, dan Mbak Riska.Sebenarnya aku tak berselera karena ada sesuatu aku inginkan. Hmm .. mengingatnya membuat air liurku benar-benar mau keluar. "Tik, kok bengong, ayo di makan." tanya Mas Ifan"Eh, iya Mas." "Kenapa? masakan Ibu

  • TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI     Bab 24 : Kedatangan Ibu Mertua

    Ya Allah, bagaimana ini?" ucapku panik.Aku lupa kalau kunci rumahku, ada di dompet yang baru saja dijambret. Aku berjalan tertatih, dan duduk di teras. Mengeluarkan ponsel dari saku gamis dan mulai memencet nomor Mas Ifan."Oh, aku lupa. Aku belum sempat beli pulsa tadi," ucapku lirih. Tiba-tiba sebuah mobil masuk ke halaman, mobil yang sudah tak asing lagi bagiku."Mas Ifan!" seruku.Lalu segera bangkit dan hampir saja aku terjatuh.Mas Ifan turun dari mobil, dan terkejut melihat kakiku yang di perban, sebuah tongkat yang menopang tubuhku."Ya Allah, Tika! Kamu kenapa?" tanyanya setengah berlari ke arahku."Aku di jambret Mas, aku berusaha mengejar tapi kakiku tertusuk pecahan botol di pinggir jalan,""Astagfirullahal'adzim, tapi kamu nggak apa-apa kan, Tik?" tanya Mas Ifan, sambil meraba-raba tangan dan punggung ku."Nggak apa-apa, Mas. Cuma kaki aja yang harus di jahit," jawabku."Apa dijahit?" tanya Mas Ifan panik.Mas Ifan menatapku lekat. Lalu menarikku ke dalam pelukannya."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status