Share

TOXIC | Boyfriend
TOXIC | Boyfriend
Penulis: inay

Violetta Gloria

"Meja 72.." seru kepala dapur membuat seseorang mempercepat langkahnya.

Keringat mulai timbul di beberapa pori- pori kulitnya, terlihat bahwa ia masih belum terbiasa dengan pekerjaan yang baru ia geluti beberapa hari ini.

Saat langkahnya sampai ke meja pelanggan, ia mengubah ekspresinya menjadi wajah poker setengah kesal. Setelah menyimpan pesanan pelanggan itu ia langsung bergegas pergi. Namun terhenti dengan gerakan yang lebih cepat dari meja yang baru saja dia tinggalkan.

"Apa kamu udah makan siang? Ayo duduk dulu." Hanya ada decakan kecil yang mendesis dari mulutnya, ia membuang nafasnya sambil sedikit mendongak lalu kembali menatap mata seorang yang masih terduduk menunggu jawabannya.

"Aku sedang kerja" jawabnya cepat lalu menarik tangannya saat orang lain lengah.

"Aku tunggu sampe kamu pulang~~" teriak orang yang duduk di meja, memastikan bahwa wanita yang baru saja berlalu dari hadapannya mendengar teriakannya tanpa peduli pada lirikan pelanggan di samping kanan dan kiri.

"Kamu.. heii anak baru.." seseorang berpakaian senada dengannya berteriak dari arah ruang staff yang lumayan dekat dengan dapur.

"Iya, ada apa senior?"

"Sudah aku bilang jangan panggil senior, kita satu level di sini oke? Siapa namamu, kenapa aku lupa terus.. ishh" ia menggaruk kepalanya yang tak gatal, berharap sebuah nama ke luar dari ubun- ubunnya.

"Vio.." jawabnya singkat.

"Bukan.. bukan, maksudku nama lengkap mu" ucapnya mengoreksi.

"Violetta Gloria" dan seniornya itu langsung mencari nama yang cocok dengan name tag di tangannya.

"Nah, ini dia. Pakai ini, jangan lupa"

Violet tersenyum sumringah karena kini ia telah mendapatkan name tag nya, itu artinya ia sudah mulai di akui bekerja di cafe ini.

"Terima kasih" sambil memasang benda itu di baju sebelah kirinya.

"Ohh astaga, Hp siapa sih. Aku gak bisa fokus masak gara- gara suara telpon dari tadi."

Kepala koki berteriak dari dapur membuat Violet menoleh ke arah loker miliknya yang mengeluarkan suara. Itu pasti panggilan dari seseorang.

"M-maaf mengganggu, itu punya saya."

Ia bergerak canggung mengambil ponsel miliknya setelah mendapat tatapan tajam dari pegawai lain.

Layar yang setengah retak itu hanya ia biarkan di telapak tangannya tanpa menekan apapun. Setalah telponnya berhenti berdering ia langsung mensetting dalam mode senyap lalu meninggalkan.

"Heh, kok bengong"

Ada yang menyenggol bahunya, dan itu adalah teman sesama waitress namanya Tiara.

"Ngomong- ngomong cowok di meja 72 itu siapa kamu? Dia setiap hari nunggu kamu sampai rela jadi pelanggan setia di cafe ini."

Liona menelan ludah, ia tidak keberatan dengan temannya yang cerewet ini. Tapi sekarang ia sedang tidak dalam mood yang baik untuk menjawab apapun.

"Vio, aku nanya loh, dia pacar kamu?" temannya merengek.

"Iya, dia pacar aku" desis Violet pelan, lalu segera berlalu mengambil pesanan selanjutnya untuk menghindari banyak pertanyaan.

"Kenapa setiap cowok ganteng selalu udah punya pacar sih, hmm" keluh Tiara menghela nafas panjang dan mengekor di punggung Violet.

Shift nya telah berakhir dan Violet segera bergegas pulang setelah mengambil tasnya, ia juga tak lupa membuka ikatan di rambutnya yang panjang hampir mencapai punggung.

Di parkiran, seseorang sudah menunggunya dengan sepeda motor berwarna hitam dengan jaket kulit yang serupa.

"Mau makan malam dulu?"

Seolah bisa menebak raut wajah di depannya, pria itu mendapat anggukan lemah dan mulai menyalakan mesin motornya.

"Peluk aku"

Merasa tak mendapat respon dari wanita di belakangnya, akhirnya ia menggenggam kuat lengan Violet dan melilitkannya di perutnya sendiri. Ia tak peduli dengan dengusan protes di belakangnya.

"Nanti kamu jatuh, peluk yang erat"

Bibirnya terangkat saat ia merasakan beban di punggungnya saat seseorang menempelkan tubuhnya pada bagian belakangnya, kemudian ia melajukan motor dengan aman.

Violet hampir menyelesaikan makan malamnya, setelah ia menikmati suapan terakhir dari sendoknya ia di kejutkan dengan jilatan kecil di ujung bibirnya yang membuatnya terkesiap.

"Elgard.." Liona memarahinya dengan suara pelan lalu celingukan ke kanan dan kirinya berbeda dengan pria di depannya yang justru terkekeh tak peduli sambil mengecap bibirnya.

"Ada saus di sudut bibir kamu, makannya aku bantu bersihin" Violet semakin melotot mendengar kalimat yang tak tahu malu itu, demi apapun mereka sedang berada di tengah orang- orang yang sedang makan.

"Ini tempat umum, bagaimana kalau mereka lihat" gerutu Violet sambil meneguk jus tomatnya sampai ke dasar.

"Mereka punya urusan masing- masing sayang, sekalipun mereka lihat juga aku gak masalah kok" acuhnya.

"Kamu memang tidak tahu malu" pipinya menggembung ketika bibirnya mengerucut dan itu hanya mengundang keinginan Elgard untuk mencium bibir ceri itu.

"Kamu masih marah gara- gara balapan itu?"

Violet kembali mendengus setelah di ingatkan kembali dengan bayangan menyebalkan itu. Bayangan dimana Elgard melakukan balapan liar hanya untuk memenuhi tantangan dari pacar mantan kekasihnya.

"Apa maafku masih belum di terima? Aku bisa cium kamu ribuan kali agar kamu maafin aku." Elgard mengangkat alisnya, memegang kedua tangan Liona di atas meja dan mulai mencium buku- buku jarinya dengan ciuman kupu- kupu.

"El,.. stop. Semua orang liatin kita"

Violet menarik tangannya dan menyembunyikannya ke bawah meja.

Rutinitas paginya tak semudah ketika ia masih berada di rumah. Tak ada sarapan yang akan tersaji sebelum ia memasaknya sendiri. Violet ogah melakukannya, makannya ia lebih memilih sereal setiap pagi sebelum ia berangkat sekolah.

Di depan kos- kosan sederhananya sudah bertengger sang pacar yang memakai seragam yang sama dengannya. Rambutnya yang di sisir ala bad boy dan tentu saja senyuman menawannya. Itu membuat hati Violet berbunga, karena Elgard tidak semudah itu tersenyum selain untuknya, pacarnya itu terkenal dingin dan sering bermuka masam pada orang lain.

"Apa cantikku tidur nyenyak tadi malam?" goda Elgard menyentuh hidung bangir pacarnya. Violet tak suka seseorang menyentuh wajahnya, tapi entah kenapa ia tidak pernah keberatan jika itu adalah Elgard.

"Lumayan" jawabnya ramah.

Di pertengahan istirahat, Elgard membawa bola basketnya menuju lapangan. Namun dari kejauhan ia mengenali seseorang sedang bicara dengan orang lain di luar gerbang sekolah.

"El.. buruan lempar bolanya" teriak temannya di tengah lapang.

Elgard menoleh sekilas hanya untuk melempar bola itu dengan tenaga penuh, ada api yang berkobar di mata gelap itu saat ini.

Alih- alih melanjutkan langkahnya ke tengah lapang, Elgard justru memilih untuk mengikuti seseorang dari kejauhan. Sampai ke tempat dimana ia berjalan di belakang seseorang di tengah lorong yang panjang, ia mulai berjalan lebih cepat dan meraih tangan orang di depannya lalu membawanya masuk ke ruang kebersihan dan mengunci pintu di belakangnya.

Nafas Violet menderu bertabrakan dengan tembok yang menempel di dadanya. Seseorang di belakangnya menekan tangannya ke punggung yang membuatnya sedikit meringis dengan posisi yang tidak nyaman.

"E-el?" Violet mencium aroma familiar di hidungnya yang membuatnya bisa menebak siapa pelakunya.

"Siapa pria tadi?" suara serak itu meluncur ke lehernya dari sisi telinga kanannya.

"Dia.. hnghh.." nafas Violet tertahan ketika Elgard menyelundupkan tangannya ke dalam kemeja sekolahnya, mengusap perutnya yang halus.

"Siapa hmm?" Cuping telinganya di gigit dan setengah basah oleh jilatan kecil.

Violet berantakan di sana ketika Elgard membalik tubuh Violet menghadap ke wajahnya untuk di cium hingga Violet tidak bisa menjawab apapun, ciuman itu kasar dan ceroboh karena Elgard melakukannya seperti tidak ada hari esok.

"Shh.. sakit"

Rasa logam di bibirnya membuat Elgard terpaksa memundurkan wajahnya. Bibir Violet berdarah di ujungnya karena Elgard sengaja menggigitnya.

"Sakit?" Violet mengangguk.

"Jadi, siapa yang tadi bicara sama kamu?" Elgard menelisik sampai ke tulang, wajahnya hanya berjarak beberapa inci ke wajah Violet.

"Dia sepupu aku, Gio"

Elgard diam beberapa saat sambil berpikir, Violet pernah menyebut nama itu saat bercerita tentang keluarganya.

"Ohh jadi itu yang namanya Gio?"

"Iya, dan-- bentar-- kamu lakuin ini gara- gara Gio? Kamu cemburu lagi?" Violet menebak dengan benar, bahkan Elgard tak perlu memberi tahu jawabannya.

"Kenapa kamu gampang banget ambil kesimpulan, dia cuma--"

"Kalian bicara sedekat itu, dia pegang tangan kamu. Kamu pikir aku gak merhatiin?"

"Tapi dia keponakan aku, kamu setidaknya tanya aku sebelum kamu ambil kesimpulan"

Violet sedikit bernada tinggi, ia kesal karena Elgard selalu curiga padanya akhir- akhir ini.

"Oke.. oke.. aku minta maaf sayang, aku cuma cemburu. Maafin aku ya"

Elgard menarik tangan Violet untuk di beri kecupan kecil.

"Kenapa Gio sampai datang ke sini? Ada masalah serius?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status