Share

Di Balik Selimut

***

Yuno mengusap matanya kuat-kuat tak percaya. Ia memandangi lukisan mahal raksasa yang tergantung di depan matanya itu dengan tatapan yang serius, bahkan jika diperhatian urat di kepalanya terlihat sedikit menonjol. Tentu bukan pertanda marah, tekanan darahnya naik karena campuran perasaan bingung, terkejut, gelisah, dan kebahagiaan mendadak.

Apa lagi yang bisa dipikirkan remaja pedesaan mengetahui fakta kalau kerajaan ini punya seorang putra mahkota yang sangat mirip dengannya, atau bahkan sebenarnya adalah dia sendiri? Seperti cerita pangeran yang diadopsi keluarga miskin karena konflik internal, lalu kembali untuk merebut tahtanya. Jantung Yuno berdegup begitu cepat, salah-salah dia bisa terkena serangan jantung dini.

“Lapor, Ratu! Persiapan pemandian untuk Tuan Muda sudah selesai!” Sekelompok pelayan yang tadi berlari atas perintah Ratu sudah kembali dan berlutut di hadapannya.

“Nah sayang. Cepatlah mandi lalu berpakaian. Kita akan merayakan kesembuhanmu malam ini!” Ucap wanita yang dipanggil Ratu itu. Dia terlihat masih terkejut tapi cukup lihai dalam menyembunyikan kecemasannya, nada suaranya juga terdengar begitu bersemangat.

“Ah ah, baik Ibu—“

“HMM?” Ratu masih tidak ingin mentoleransi panggilan itu terhadapnya. Dia menajamkan kedua alis lebatnya, membuat wajah bau uang itu terlihat marah.

“I-i, Ibunda...” Koreksi Yuno sesudahnya. Ia benar-benar tidak terbiasa dengan banyaknya hal baru yang ia rasakan hari ini.

“Silakan ikuti kami, Tuan Muda.”

Yuno dikawal empat belas pelayan perempuan dan dua orang ksatria. Mereka bersama menuju pemandian luas yang terletak di area lain istana ini. Sepertinya tempat orang-orang berkumpul tadi adalah semacam aula terbuka yang biasa digunakan Raja untuk berpidato dari bawah.

“Ah tidak perlu, aku bisa melakukannya sendirian.” Ucap Yuno ketika salah satu pelayan mendekati dan mencoba membuka pakaiannya. Setelah hanya tinggal celana lusuh yang ia kenakan, Yuno diam sambil memperhatikan pelayan yang mengelilinginya.

“Emm, kalian kenapa masih di sini?”

Para pelayan itu memandangi satu sama lain karena kebingungan dengan ucapan Yuno. “Mohon maaf pangeran, ‘kenapa’ maksud pangeran itu, apa?” Tanya seseorang di antara mereka setelah memberanikan diri berbicara.

“Kenapa kalian belum pergi? Tentu kalian tidak berpikir mau menggosok punggungku atau mengoleskan tubuhku dengan sabun yang wangi bukan?” Yuno memastikan pemikiran tanggungnya.

“I-ya. Bukankah seharusnya memang begitu paduka?”

“Su-sungguh?”

“Ah ya ampun. Tidak perlu sampai sebegitunya, aku bisa mandi sendiri kok.” Ucap Yuno menolak para pelayan yang sudah menunggunya.

“Tapi pangeran. Ratu akan marah ketika mengetahui kalau misalnya nanti pangeran tidak mandi dengan bersih.” Balas mereka dengan nada penuh kekhawatiran.

Yuno memperhatikan sekelilingnya, sebuah kolam raksasa dengan berbagai peralatan mandi dan handuk yang bermacam-macam. Yuno kemudian bertanya kepada salah satu pelayan, “Ini akan kupakai semua?”

“Tentu saja pangeran. Kesempurnaan harus menyertai anggota keluarga kerajaan apapun yang terjadi.”

「Mampus, aku sama sekali tidak tahu bagaimana cara menggunakan peralatan  mandi mewah ini.」

「Eh tunggu? Mewah? Ini semua hanyalah peralan aneh. Apa apaan selang berbentuk belalai gajah yang mengeluarkan air dari lubangnya itu kemudian benda aneh seperti nanas di sana?」

「Memangnya ada berapa banyak sabun yang dipakai anggota keluarga kerajaan saat mandi? Kemudian kendi-kendi wangi itu? Astaga!」

「Kalau aku bertingkah sendirian dan ketahuan sebagai penipu. Hidupku akan berakhir hari ini juga. Pasrah saja lah...」

Yuno membiarkan pelayan tersebut memandikannya. Untunglah secara fisik Yuno benar-benar tidak punya perbedaan yang mencurigakan. Sepertinya para pelayan yang biasa memandikan pangeran sebelumnya juga tidak menaruh perasaan aneh ketika melihat tubuh Yuno. Setelah mandi, Yuno diminta untuk mengenakan pakaian formal acara penting kerajaan yang terdiri dari beberapa lapis kain, ikat pinggang, jubah, bahkan aksesoris memusingkan lainnya.

Yuno yang kewalahan dengan semua hal baru ini meminta diantarkan ke kamarnya untuk beristirahat sejenak.

***

“Astaga yang benar saja? Apa seorang pangeran selalu mendapat perlakuan yang merepotkan seperti ini?” Ucap Yuno setelah memastikan ksatria yang mengantarkannya ke kamar tidak tinggal dan berjaga di depan pintu.

“Uhuk uhuk. Ya... Sepertinya uhuk.... Kau benar...” Celetuk seorang sambil terbatuk dari ranjang yang berada di tengah ruangan.

“SIAPA DI SANA!?” Suara itu membuat Yuno terkejut dan melompat ke belakang. Kemudian perlahan ia memperhatikan ada pemuda yang tertidur di balik selimut di sana.

“Kauu...”

“Seperti dugaanku... aku sudah menduga, uhuk... kenapa semua orang terdengar begitu berisik dari tadi...” Orang itu berbicara dengan kesusahan.

“Kau pangeran yang asli!”

“Ya benar... tapi sebelum itu... bisakah kau membantuku duduk? Tubuhku begitu lemas...”

Yuno mengangkat tubuh pangeran itu perlahan, kemudian menyandarkan sebuah bantal di belakang tubuhnya. Dia juga mencari air untuk membantu pangeran itu berbicara, Yuno berpikir kalau pangeran itu sedang sakit tenggorokan.

“Ah terima kasih... tapi kuberikan sebuah informasi untukmu... aku tidak sakit tenggorokan sama sekali...”

“Lalu kenapa bicaramu terdengar patah-patah?”

“Sudah lima tahun aku... terserang penyakit ini... dokter mengatakan kalau penyakit ini... menggerogoti sari kehidupanku...”

“Sungguh? Selama itu? Kau baik-baik saja?” Tanya Yuno mengkhawatirkannya.

“Tentu saja tidak bodoh... aku bisa mati kapan saja...”

“Ma-maaf, Paduka.”

“Sudahlah, tidak perlu hormat begitu... Pangeran...”

“Oh sungguh aku minta maaf. Kau boleh menjatuhkan hukuman apapun kepadaku, mau membunuhku juga silakan. Tapi kumohon jangan sentuh keluargaku, mereka tidak tahu apa-apa.”

“Kau bahkan memohon atas nyawamu... di depan orang yang sedang... sedang sekarat ya...?”

“I-ya.” Jawabnya terbata-bata.

“Tenang saja... Aku tidak akan memberitahu siapapun...”

“Oh syukurlah—“

“Tetapi...” Pangeran tiba-tiba memotong ucapan Yuno.

“Tetapi?”

“Kau... harus sering datang ke sini... dan menceritakan kepadaku bagaiamana... keadaan kerajaan di luar sana...” Pintanya sebagai syarat tutup mulut itu.

“Tentu saja.”

Sementara itu, Yuno dan Pangeran berbicara panjang mengenai bagaimana ia bisa disangka sebagai Pangeran. Pangeran yang asli sedikit tertawa, namun penyakit itu menyiksanya ketika ia bergerak berlebihan.

“Jangan paksakan dirimu.” Yuno membantu membaringkan Pangeran kembali ke posisi tidurnya.

“Ah ya.”

“Ngomong-ngomong, namamu siapa? Aku takut kalau ketika ada yang memanggil Pangeran tetapi aku tidak menoleh sama sekali.”

“Sebenarnya sesekali... bangsawan harus bersikap sedikit sombong... atau akan ada banyak orang... yang datang menjilatimu...”

“O-Oh be-begitu...” Yuno berbicara dengan nada prihatin. “Kehidupan kalian begitu menyusahkan, ya?” Celetuknya tiba-tiba.

Pangeran tertawa pelan mendengarnya, lalu menjawab pertanyaan Yuno, “Namaku adalah Isaac, Isaac Adalrich.”

“Aku Yuno, Yuno Khebra. Senang mengenalmu Isaac.”

“Aku juga, Yuno. Jangan lupakan janjimu, ya”

“Tenang saja.”

***

“Pangeran! Yang lainnya sudah menunggu di ruang jamuan! Mohon agar Pangeran segera bersiap!” Ucap seseorang dari balik pintu.

“Pergilah...”

“Baik, Pangeran.”

“Sudah kubilang jangan... memanggilku begitu...”

“Baik, Isaac.” Yuno melangkah ke arah pintu dan bersiap membukanya.

“Ah tunggu...” Ucap Isaac menginterupsi sesaat. “Ada kunci yang terletak di dalam rak di samping tempat tidur... ketika kita berdua berada di dalam istana... kau kunci saja pintunya...”

“Dimengerti!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status