Share

Bab 6

last update Last Updated: 2023-12-15 18:24:48

"Nggak, Mas! Aku nggak akan ngeluarin uang lagi untuk kebutuhan rumah tangga kita dalam bentuk apapun."

Ahmad terdiam, teramat susah baginya untuk membujuk Rina.

"Kalau emang keputusan kamu sudah bulat, ya aku mau bilang apa. Sebenarnya ya aku juga kasihan sama Fika, dia capek urusin semua pekerjaan rumah. Rumah tangga ideal harusnya saling bekerjasama. Tadinya aku pikir kamu juga akan berpikir begitu," ujar Ahmad pelan.

"Mas, sebelumnya aku juga mengerjakan semuanya sendiri. Bahkan aku juga myambi cari uang juga buat nafkahi keluar kita. Jadi kurasa tak apalah kalau Fika mengerjakan semua pekerjaan rumah. Toh dia hanya mengerjakan itu. Aku juga nggak maksain dia untuk ikut cari nafkah."

Ahmad kembali tak bisa berkata apa-apa untuk menanggapi ucapan Rina.

Sedangkan Rina tak terlalu ambil pusing dengan reaksi Ahmad. Dalam benaknya masih ternganga luka yang di sebabkan itu pria itu. Ahmad yang menikahi Fika secara diam-diam yang telah menoreh luka tersebut. Sebelum semuanya terkuak dan Ahmad akhirnya membawa Fika bergabung ke dalam rumah tersebut. Tapi kini luka itu sudah berangsur pulih. Rasa cinta untuk Ahmad perlahan mulai menipis, dan akibatnya menimbulkan rasa ketidak pedulian Rina terhadap Ahmad. Ada atau tidak adanya Ahmad baginya sama saja. Tak ada yang spesial dalam hubungan itu.

Yang ada sekarang adalah Rina berpikir untuk mengakhiri pernikahan itu dengan cara damai tanpa pertikaian. Tapi sepertinya, Ahmad selalu menciptakan tabir penghalang untuk niar Rina. Benar-benar egois. Sudah nyata menyakiti, tapi tidak mau melepaskan. Jika tak bisa membahagiakan setidaknya biarkan ia mencari kebahagiaannya sendiri.

"Ahmad, apa kau yakin aku akan bahagia dalam pernikahan ini?" Rina menatap Ahmad dalam.

"Jika bisa menerima takdir dengan hati yang lapang, apa sih yang nggak bisa terjadi?"

Benar-benar jawaban yang hanya mementingkan salah satu pihak, tentu saja dirinya sendiri.

"Kalau seandainya aku mempunyai hubungan dengan pria lain, apa kamu bisa menerima takdir itu dengan hati yang lapang?" ujar Rina.

Perkataan Rina sungguh menampar. Tak urung muka Ahmad memerah. Di balik itu, ternyata terselip juga rasa cemburu di lubuk hati Ahmad. Ia sama sekali tak bisa menerima jika istrinya itu memiliki pria lain.

"Begini, Rina, kamu tidak bisa membuat perbandingan seperti itu. Apa yang aku lakukan sudah melalui pertimbangan matang, jadi tidak bisa di banding-bandingkan. Apa yang aku lakuin itu gak bisa di salahkan bahkan bisa terhitung sunnah, tapi kalau kamu yang berniat punya pria lain, sudah jelaslah kalo itu nggak bener, jatuhnya malah dosa. Naif sekali. Kenapa aku bilang gitu? Karena kita ini jelas-jelas berbeda," terang Ahmad.

"Apanya yang beda?" Mata Rina menatap menuntut jawaban.

"Jelas berbeda, sebab aku ini laki-laki, sedangkan kamu perempuan! Laki-laki dan perempuan jelas-jelas punya berbedaan. Apa yang di sunnahkan untuk laki-laki, belum tentu berpaku sama untuk perempuan. Jadi, soal kamu yang ingin punya laki-laki lain, sudah jelas itu salah dan aku sudah pasti tak bisa menerima!"

Rina tertawa mendengarnya. Ahmad kian kesal dan merasa bila Rina sedang menertawakan dirinya.

"Mas, laki-laki dan perempuan sudah jelas berbeda. Tapi perbedaan itu hanya soal jenis kelamin. Tapi soal perasaan ,sepertinya tak akan jauh berbeda. Jadi, sepertinya kamu harus sedikit belajar memahami."

Ahmad kembali terpukul.

"Rin, aku tahu kamu tak senang karena aku membawa Fika ke rumah ini. Rasa irimu terlalu besar! Padahal kalo kamu mau berkaca, tuh pelajari soal tentang Aisyah dan istri-istri nabi yang lain! Istri seorang nabi aja bisa bersabar, kenapa kamu tidak?"

Rina kembali tergelak.

"Ini tidak bisa di sandingkan dengan istri para nabi, sebab aku jelas-jelas bukan Aisyah, dan kamu sendiri bukan seorang nabi!"

"Kamu hanya pandai ngomong doang! Keterlaluan! Oke... Oke... Sekarang lakuin aja apa yang kamu mau! Kamu nggak mau bantu keuangan buat kebutuhan, ya sudah! Gajiku juga lebih dari cukup untuk menafkahi diriku dan Fika! Sedangkan kamu, silakan kamu nafkahi dirimu sendiri! Aku gak bakal kasih jatah bulanan buat kamu lagi! Aku ingin liat, sejauh apa kamu bisa menghidupi diri kamu tanpa aku! Anggap aja ini hukuman buat kamu!" Dengan suara yang tegas Ahmad berucap demikian. Bahkan beberapa telunjuknya ia arahkan ke wajah Rina.

Tapi perempuan itu tetap terlihat tenang.

"Baiklah. Aku lebih suka keputusan kayak gini!"

Tak urung semakin geram lah Ahmad mendengarnya.

"Sekarang kau memang keras kepala!" rutuk Ahmad.

Ahmad meninggalkan ruangan itu. Tapi dihatinya Ahmad menyesali keputusannya tadi. Di sisi lain Ahmad juga bertanya-tanya mengapa Rina bisa bersikap terlalu dingin. Padahal dulu tidak. Ahmad berpikir keras. Beragam pikiran muncul. Tiba-tiba salah satu pikiran muncul di benaknya.

[Apa perubahan sikap Rina terjadi karena aku jarang membagi makamku sana dia ya]" batin Ahmad.

[Baiklah, kalau begitu nanti aku akan lebih adil dalam urusan itu, siapa tahu dengan demikian hatinya bisa menjadi lebih lembut] batinnya kembali.

***

Tergopoh-gopoh suamiku datang menghampiriku. Entah apa yang telah terjadi di antara dia dan Mbak Rina tadi. Yang jelas sekarang kulihat wajah Mas Ahmad kusut.

Memang selalu begini, setiap Mas Ahmad usai bicara sama mbak Rina, wajahnya selalu saja terlihat berantakan. Aku tak mengerti bagaimana cara mbak Rina memperlakukan suamiku. Tapi yang pasti, apa yang sudah dilakukan oleh Mbak Rina itu bukanlah perbuatan yang baik.

Lihat saja, kerap kali Mas Ahmad datang menghampiriku hanya untuk menenangkan hatinya.

"Mas, kenapa nampak kusut?" Aku meraih tangannya agar kegundahannya mereda. Aku ingin dia tahu bila aku sanggup membuatnya nyaman. Tidak seperti si dekil Rina. Huh...

Panjang lebar Mas Ahmad bercerita. Seperti biasanya, ia menumpahkan semua kekesalan hatinya.

Setelah kurasa hatinya lebih tenang, aku menyarankannya untuk segera membersihkan diri. Seperti biasa, ia selalu menurut apa yang aku katakan. Meskipun masih ada satu hal yang agak membuatku kesal padanya, yaitu ia yang selalu menolak ketika aku mengisyaratkanya untuk menceraikan Rina. Selebihnya, bagiku dia pria yang cukup penurut.

Seusai mandi, aku menyodorkan handuk sekaligus pakaian yang sedari tadi telah aku siapkan untuknya.

Kubiarkan ia lebih rileks.

Mas Ahmad duduk dan beberapa kali menarik nafas panjang. Aku memperhatikannya. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia katakan, tapi dia terlihat ragu.

Aku berinisiatif untuk memulai.

"Mas, kamu keliatan bingung? Apa ada yang mau kamu omongin? Kalau ada, bilang aja, Mas. Aku bakalan dengerin, kok," ucapku sambil menampakkan senyum cantikku ini. He he...

"Hmm... Gini, Sayang," ujarnya.

"Hu um?" Aku mengerlingkan mata.

"Hmm... Malam ini Mas tidur dikamar Rina, boleh ya?"

Haaa? Apaaaa?

Apa aku tidak salah dengar? Dia mau memeluk ikan buntal itu? Setelah sekian lama selalu tidur di sampingku, lalu sekarang dia mau tidur sama Rina? O my God... Ini pasti sebuah kesalahan. Pasti ada yang salah sama pikiran Mas Ahmad.... Tidak, aku tidak akan membiarkan ini terjadi!!!!!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 55

    Melihat nama yang tertera pada papan bunga tersebut, membuat duniaku seakan-akan runtuh. Ini seperti mimpi. Aku mencoba mencubit tanganku."Awww!" Ini sakit. Artinya aku tidak sedang bermimpi. Ini benar-benar nyata.Aku tidak pernah membayangkan jika Rina bersanding dengan pria lain. Jelas-jelas aku tidak bisa terima itu. Rina milikku, aku tidak rela melihatnya jatuh ke pelukan laki-laki lain. Lagi pula ini baru beberapa bulan saja, Rina! Kita baru saja berpisah. Tapi meskipun kami sudah berpisah, tahukah kamu kalau sesungguhnya dalam hatiku masih sangat mencintaimu Rina!Tapi aku belum bisa percaya. Aku akan memastikan terlebih dahulu, apakah yang sedang melangsingkan acara pernikahan ini benar-benar dia, atau ada Rina yang lain. Setidaknya aku harus mengecek kebenarannya dengan mata kepalaku sendiri terlebih dahulu.,Dengan serta merta aku berjalan menyusuri jalanan yang sudah disediakan. Aku pedulikan lagi arahan para petugas yang sedang berjaga. Aku berjalan menerobos dengan ce

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 54

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 53

    Fika"Mas, mas tahu enggak, tuh si Rina ternyata udah asik-asikan main belakang sama pria lain. Makanya ya, Mas nggak usah terlalu mengingat-ngingetin wanita itu lagi!" Aku memberi laporan. Ya iyalah wajar aku marah, sebab aku ingat betul Mas Ahmad terus saja menyebut nama Rina akhir-akhir ini. Harusnya tuh perhatian Mas Ahmad bukan sama Rina tapi sama aku yang lagi hamil anaknya. Harusnya dia manja-manjain aku. Ini buru-buru manjain, menyentuh aku aja semingguan ini kagak. Jadi aku akan membuat perhitungan padanya. Aku akan memberitahu apa yang sudah kulihat tadi biar dia tahu bagaimana perilaku buruk mantan istrinya.Mendengar perkataanku taKekecewaanku sama Mas Ahmad semakin bertambah saja.di spontan Mas Ahmad menoleh."Apa? Rina jalan sama pria? Yang bener aja?" Dia menatapku tajam."Ya iyalah, masa aku bohong! Aku melihat pakai mata kepala aku sendiri! Makanya aku kasih tahu Mas, wanita itu bener-bener nggak punya harga diri, Mas! Lihat belum lama kok kalian bercerai, dia udah

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 52

    "Mmaksudnya? Kamu mau datang ke orang tuaku? Buat apa, Pak?" Aku terkejut sekali.Bastian tersenyum. Uuuh, aku baru sadar ternyata semanis itu senyum yang ia miliki. Tubuhku yang hanya setinggi 150 cm ini harus menengadah jika ingin melihat wajah lelaki yang lebih tinggi 30 cm dariku tersebut. "Aku berkata begitu untuk menunjukkan kalau aku memang benar-benar serius. Aku tidak ingin kamu menganggapku berbohong.?" Senyumnya kembali terukir. "Dan, aku akan benar-benar akan menenui orang tuamu disaat kau sudah merasa siap." Ucapnya lagi."Apa yang ingin harapkan dari aku, Pak? Sekali lagi aku katakan, aku ini janda. Status yang kadang dipandang negatif di sebagian orang. Kurasa Anda perlu berpikir untuk beberapa bulan ke depan untuk memastikan kalau pikiran Anda tidak benar. Akan terlalu naif jika Bapak menaruh perasaan seperti itu pada seseorang seperti aku," ucapku. Aku mengatakan begitu karena aku merasa jika aku tidak sempurna untuk menemani hidupnya. Di usiaku yang ke 28 tahunan

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 51

    RinaAku terdiam mendengar kata-kata yang baru saja kudengar. Aku sungguh tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bastian. Sama sekali aku tidak pernah membayangkan ucapan seperti itu akan meluncur dari bibirnya. Karena memang tidak pernah terpikirkan olehku. Tidak. Dia pasti bercanda. Tapi candaan macam apa yang dia katakan? "Rin, bagaimana? Jangan bilang kalau kamu menganggapku main-main!" Aku kembali berdegup, baru saja Aku ingin bertanya, tapi jawaban telah mendarat di telinga mendahului pertanyaan yang akan aku utarakan."Pak, aku... Aku...," Tentu saja aku kebingungan dengan apa yang akan aku katakan.Menanggapi perkataannya sungguh sebuah masalah yang sulit untuk dipecahkan."Apa kamu akan menolakku?" Meskipun aku tidak sedang melihat ke arahnya. Tapi aku tahu tatapannya sedang menatapku lekat. Jujur saja aku takut untuk balik membalas tatapan netranya. Rasanya ini berat. "Rin, aku tahu kamu bingung, karena aku mengungkapkan hal seperti itu ini dalam keadaan mendadak b

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 50

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status