Share

Bab 2

Penulis: Dzakiyah
Setelah itu, Dokter Arlo bangkit berdiri dan mengambil sehelai tisu yang terletak di atas meja.

Aku sontak merasa malu sekaligus marah saat melihat Dokter Arlo menyeka tangan dan wajahnya yang berlumuran noda-noda yang sudah tidak asing lagi itu.

Aku ini benar-benar wanita jalang. Aku sama sekali tidak bisa mengendalikan diri dan akhirnya mengotori wajah tampan dokter itu.

"Ma ... maaf, aku nggak bermaksud begitu," ujarku meminta maaf dengan suara pelan.

"Reaksi seperti itu normal kok. Buatku, kamu nggak lebih dari sekadar pasien," jawab Dokter Arlo dengan lembut. Aku pun merasa lebih tenang.

Aku menurunkan kakiku, tetapi Dokter Arlo berkata, "Tetap angkat kakimu. Aku belum selesai memeriksa."

Aku akhirnya terpaksa mengangkat kakiku yang satu lagi.

Setelah mengelap tangan dan wajahnya, Dokter Arlo mengeluarkan ponselnya dan memfoto bagian sana.

Saat melihat ekspresiku yang kebingungan, Dokter Arlo pun menjelaskan, "Punyamu terlalu lebat, aku nggak bisa melihat dengan jelas."

Ya ampun, memalukan sekali! Rasanya aku ingin mengubur diriku dalam tanah saja! Kupikir penyakit seperti ini cukup diberikan obat, tidak kusangka tahapan pemeriksaannya saja sudah begini. Seandainya saja aku tahu, aku pasti sudah mencukurnya dulu sampai bersih sewaktu masih di asrama.

Dokter Arlo menatap foto itu sejenak, lalu akhirnya menemukan penyebabnya. "Kamu menderita infeksi jamur akibat ketidakseimbangan flora alamiah yang ada di sana. Kamu agak terlambat baru ke dokter sekarang. Intinya, ini sudah nggak bisa sembuh dengan obat-obatan lagi."

Sebenarnya aku tidak begitu paham apa maksudnya, tetapi penjelasan itu terdengar serius. Aku pun langsung panik. "Kalau begitu, aku harus bagaimana?"

"Sekarang kita hanya bisa mengandalkan alat untuk membantu mengurangi sensitivitasmu. Coba berbaring dulu, kita lihat apa ada banyak titik yang sensitif atau nggak. Kalau ada banyak, berarti aku harus menambah dosis obatnya."

Aku ragu-ragu sebentar, tetapi tetap menuruti perintah Dokter Arlo.

"Buka sedikit kakimu," kata Dokter Arlo sambil setengah berlutut di pinggir kasur dan mulai mengulurkan tangannya untu memeriksa.

Tangannya terasa begitu dingin. Tubuhku sontak bergidik saat tangannya menyentuh kulitku.

"Rileks sedikit, kalau nggak nanti hasil pemeriksaannya nggak akurat."

Aku segera memejamkan mataku sambil mencoba untuk rileks.

Setelah itu, aku bisa merasakan adanya sepasang tangan besar yang dingin bergerak maju mundur di tubuhku. Gesekan yang terjadi dengan kapalan tipis pada ujung jemari itu membuatku merasa mati rasa.

"Gawat," batinku. Jika terus seperti ini, bisa-bisa aku kehilangan kendali lagi.

Otakku menyuruhku untuk meminta Dokter Arlo berhenti, tetapi tubuhku malah menyuruhku untuk meminta ditekan lebih kencang.

"Di sini terasa sensitif nggak?"

"Kalau di sini?"

Dokter Arlo terus menekan sambil bertanya.

Tidak lama kemudian, sekujur tubuhku jadi terasa lemas. Rasanya seperti ada bara api yang membara di dalam tubuhku, kepalaku jadi pusing dan otakku terasa kacau.

Aku takut makin tidak bisa mengendalikan diri, jadi aku hendak mencengkeram tangan Dokter Arlo.

Namun, belum sempat kucengkeram, tiba-tiba Dokter Arlo menekan salah satu titik.

Hanya satu tekanan dan aku langsung kalah.

Sekujur tubuh dan pikiranku seakan menjerit dengan gila.

Tubuhku juga mulai bereaksi dengan hebat.

Bibirku terbuka sedikit dan aku refleks membuka kakiku lebih lebar.

Di saat aku menginginkan lebih, Dokter Arlo justru mendadak menarik tangannya kembali.

Gerakan yang tiba-tiba usai itu membuatku merasa begitu kehilangan.

Dokter Arlo menyeka tangannya sambil berkata, "Aku sudah selesai memeriksa. Ternyata kamu punya banyak titik sensitif."

Ekspresinya terlihat biasa saja, tetapi aku menyadari ada bagian tubuhnya yang menonjol.

Apa mungkin Dokter Arlo yang terlihat berwibawa dan tenang ini sebenarnya adalah seorang pria yang ganas di atas kasur?

Siapa pun yang melihat tubuh yang jangkung, kekar dan berotot itu pasti langsung tahu bahwa dokter satu ini sangat ahli dalam urusan ranjang.

Ya ampun, apa sih yang kupikirkan!

Aku jadi takut dengan pikiranku sendiri. Untung saja Dokter Arlo tidak bisa membaca pikiranku, jika tidak dia pasti akan menganggapku kurang ajar.

"Apa sudah selesai, Dokter Arlo?"

"Sudah. Nah, sini kujelaskan soal cetakan yang akan kamu pakai.."

Dokter Arlo pun mengeluarkan sebuah kotak dari bawah dan membukanya.

Di dalamnya terdapat beberapa cetakan dengan panjang dan ketebalan yang berbeda.

Pembuluh darahnya juga tampak menonjol sehingga cetakan itu terlihat sangat realistis.

Wajahku sontak merona.

Meskipun begitu, Dokter Arlo tetap menjelaskan dengan serius dan sepenuh hati.

"Ini cetakan yang bisa kamu gunakan untuk membantu meredakan sensitivitasmu. Oleskan obat di atasnya, lalu gosok-gosok beberapa kali supaya efektif. Kamu harus menggunakan cetakan ini soalnya ada banyak sekali titik sensitif yang letaknya jauh di dalam."

"Kalau begitu, Dokter Arlo yang putuskan saja mana yang cocok buatku," ujarku agak malu.

"Aku cek dulu ukuran mana yang paling pas buatmu."

"Tapi, ini pemeriksaan bagian dalam, apa kamu perlu kehadiran pacarmu di sini?"

Kenapa juga pacarku harus di sini? Jika dia melihat pria lain melakukan hal semacam itu kepadaku, dia pasti akan langsung mencampakkanku detik itu juga.

Lagi pula, rasanya agak lebih seru jika dia tidak ada. Pada akhirnya, aku mengatakan tidak usah tanpa mengutarakan apa alasannya.

"Oke, kalau begitu kamu berbaringlah," kata Dokter Arlo sambil memasang tirai di tengah-tengah kami.

Aku menggigit bibirku dengan gugup, kedua tanganku mencengkeram seprai tempat tidur dengan erat. Aku merasa takut sekaligus penuh harap.

Tangan Dokter Arlo yang besar dan kasar itu kembali melingkupiku, sensasi mati rasa yang familier itu pun muncul lagi.

Berulang kali aku nyaris menjerit keenakan, jemari kakiku sampai mengerut di atas lantai.

"Punyamu ini dalam sekali, jadi susah ketemu. Aku harus ganti cetakannya."

Saat Dokter Arlo menarik tangannya, aku merasa seperti habis terjatuh dari puncak gunung ke dasar lembah.

Beberapa detik kemudian, aku mendengar suara ritsleting dibuka.

Sesaat kemudian, sesuatu yang terasa panas dan keras pun memasukiku. Aku sontak merasa ada yang tidak beres.

Aku refleks menarik tirai ke atas. Astaga ....
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tak Sangka Dokter Itu Begitu   Bab 6

    Aku terus berpikir sepanjang perjalanan kembali ke kampus, tetapi aku tetap tidak menemukan jawabannya.Selain pacarku, hanya Dokter Arlo yang tahu aku bermasalah dengan kecanduan.Itu berarti hanya mereka berdua yang mungkin memberiku obat perangsang.Aku segera memutuskan untuk mulai mengawasi pacarku. Aku juga memasang perangkat lunak penyadapan di ponselnya.Namun, aku tidak menemukan ada yang aneh ataupun mencurigakan dari pacarku.Jika bukan dia, itu berarti hanya sisa Dokter Arlo sebagai terduga.Aku pun mengikuti dan mengamati Dokter Arlo selama beberapa waktu, tetapi tidak menemukan apa pun yang mencurigakan.Namun, aku akhirnya mengetahui kenyataannya setelah Dokter Arlo masuk rumah sakit.Aku bersembunyi seharian di sekitar klinik kampus, lalu mencuri kunci Dokter Arlo saat pria itu pergi ke kamar mandi.Setelah itu, aku bersembunyi di toilet wanita klinik kampus. Malam harinya, aku mematikan lampu dan menutup pintu, lalu diam-diam menggunakan kunci itu untuk membuka ruangan

  • Tak Sangka Dokter Itu Begitu   Bab 5

    Pada akhirnya, Senin itu aku tidak datang menemui Dokter Arlo. Itu karena pacarku ada bersamaku dan aku tidak bisa menemukan alasan untuk pergi. Aku juga tidak berani pergi karena tidak mau mendapatkan lebih banyak masalah.Jika ini sudah terjadi sekali, maka pasti akan terjadi untuk kedua kalinya. Ini tidak akan pernah berakhir dan makin lama akan makin banyak bukti yang memberatkanku.Aku merasa sangat cemas malam itu dan hanya duduk termenung hingga pagi tiba. Untung saja tidak terjadi apa-apa. Sepertinya, Dokter Arlo tidak membocorkan identitasku.Namun, keesokan siangnya saat aku dan pacarku sedang makan bersama di kantin, tiba-tiba ada yang menelepon pacarku."Pacarmu selingkuh, aku punya buktinya.""Sayang, ada yang bilang kamu selingkuh dariku."Aku sampai nyaris terjatuh saking kagetnya. "Apa!""Dasar orang gila. Sudah kututup kok teleponnya. Bisa-bisanya dia bilang kamu selingkuh. Aku juga nggak percaya.""Iya, memang tutup saja. Itu pasti hanya telepon iseng."Aku berusaha m

  • Tak Sangka Dokter Itu Begitu   Bab 4

    Dokter Arlo langsung kehilangan kesabarannya.Gerakannya kali ini kasar, dia benar-benar memperlakukanku seolah-olah aku adalah alat pemuas hasratnya.Meskipun begitu, dia tetap tidak puas karena dia membutuhkan waktu yang terlalu lama, sedangkan pacarku berulang kali mengetuk pintu dan mendesak. Aku sendiri hanya bisa menutup mulutku karena takut suaraku terdengar.Pacarku yang sudah tidak sabar lagi akhirnya mendobrak masuk ke dalam klinik, jadi Dokter Arlo pun terpaksa memakai kembali celananya.Tubuhku terasa remuk redam seperti habis tertabrak truk. Lama sekali aku baru bisa mendapatkan kembali tenagaku dan akhirnya berani keluar.Pacarku pun bertanya kenapa aku lama sekali di dalam, jadi aku mengarang alasan supaya dia tidak curiga.Aku sontak merasa lega saat pacarku tidak bertanya apa-apa lagi.Di saat hati nuraniku merasa bersalah, Dokter Arlo justru terlihat biasa-biasa saja. Dia bersikap seolah-olah bukan dia yang menuntut lebih dariku barusan."Pacarmu nggak sakit parah kok

  • Tak Sangka Dokter Itu Begitu   Bab 3

    Aku benar-benar merasa seperti tersambar petir. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa cetakan lain yang Dokter Arlo maksud adalah ini.Dokter Arlo buru-buru menarik celananya dan kembali bersikap acuh tak acuh.Ekspresinya yang datar itu seolah-olah mengatakan bahwa yang melakukan hal itu barusan bukanlah dirinya."Barusan sudah kucek, kamu cocoknya pakai ukuran yang paling besar."Setelah itu, Dokter Arlo menjelaskan kepadaku dengan serius bagaimana cara menggunakan cetakan itu, serta apa saja yang harus diperhatikan.Sayangnya, yang bisa kupikirkan hanyalah kebanggaan Dokter Arlo yang mencengangkan dan menakjubkan itu. Aku bahkan mulai merasa agak menyesal. Seandainya saja tadi aku tidak membuka tirai itu, aku pasti bisa merasakannya.Jelas-jelas kepunyaan Dokter Arlo itu terasa lebih enak daripada miliknya pacarku.Membayangkan hal ini membuat sekujur tubuhku jadi terasa panas. Aku juga menjadi sangat haus, jadi aku refleks mengambil sebotol air di dekatku.Kukira air itu memang dis

  • Tak Sangka Dokter Itu Begitu   Bab 2

    Setelah itu, Dokter Arlo bangkit berdiri dan mengambil sehelai tisu yang terletak di atas meja.Aku sontak merasa malu sekaligus marah saat melihat Dokter Arlo menyeka tangan dan wajahnya yang berlumuran noda-noda yang sudah tidak asing lagi itu.Aku ini benar-benar wanita jalang. Aku sama sekali tidak bisa mengendalikan diri dan akhirnya mengotori wajah tampan dokter itu."Ma ... maaf, aku nggak bermaksud begitu," ujarku meminta maaf dengan suara pelan."Reaksi seperti itu normal kok. Buatku, kamu nggak lebih dari sekadar pasien," jawab Dokter Arlo dengan lembut. Aku pun merasa lebih tenang.Aku menurunkan kakiku, tetapi Dokter Arlo berkata, "Tetap angkat kakimu. Aku belum selesai memeriksa."Aku akhirnya terpaksa mengangkat kakiku yang satu lagi.Setelah mengelap tangan dan wajahnya, Dokter Arlo mengeluarkan ponselnya dan memfoto bagian sana.Saat melihat ekspresiku yang kebingungan, Dokter Arlo pun menjelaskan, "Punyamu terlalu lebat, aku nggak bisa melihat dengan jelas."Ya ampun,

  • Tak Sangka Dokter Itu Begitu   Bab 1

    Aku seorang mahasiswi cantik yang kecanduan.Saking kecanduannya, akhirnya studi, kehidupan pribadi dan hubungan dengan pacarku menjadi terdampak.Karena aku benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana, aku akhirnya menuruti saran pacarku untuk ke klinik kampus dan mengobati kecanduanku.Ternyata dokter kampus yang merawatku adalah seorang pria bertubuh kekar dan kuat, teknik-tekniknya membuatku takut.Dokter itu pun mengikatku di atas kasur pemeriksaan. Aku yang benar-benar merasa ketakutan hanya bisa menangis sambil memohon kepadanya.Akan tetapi, pria itu malah mengangkat kedua kakiku dengan kasar .......Saat sedang menuju klinik kampus bersama pacarku, kecanduanku mendadak kambuh. Rasanya seperti ada banyak sekali ular yang menggerayangi bagian sensitifku, benar-benar menggelitik.Pandanganku sontak menjadi kabur. Aku pun menatap pacarku untuk meminta bantuan sambil merapatkan kedua kakiku."Aduh, bikin malu saja!" umpat pacarku dengan suara pelan.Air mataku mengalir turun. Wakt

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status