Share

Bab 6

Author: KarenW
Sudut Pandang Icana.

“Pelajaran?” seru Rendra dengan lantang. “Biarkan aku jelaskan dengan sangat jelas, ini rumahku, dan dia adikku. Aku tidak peduli apakah kamu sahabat baikku atau pangeran mafia Selat Timur. Kamu tidak punya hak menyentuhnya. Jangan pernah.”

Ia lalu menoleh padaku, matanya penuh keprihatinan. “Ica, apa dia menyakitimu? Kenapa kamu gemetar?”

Aku tidak menjawab. Hanya menggeleng pelan dan menatap Kevin.

Rizky masih berdiri di tempat, seolah-olah dia tidak melakukan kesalahan apa pun.

Sementara Rendra melangkah maju dengan tangannya mengepal. ““Aku percaya padamu, Rizky. Aku bahkan berharap kamu akan bersama dengannya. Tapi kamu memilih boneka plastik si Alya. Baiklah. Adikku pun sudah melepaskanmu. Dia sudah menemukan seseorang yang memperlakukannya lebih baik daripada yang pernah kamu lakukan. Jadi, apa alasanmu masih mengejarnya seperti ini?”

Kevin melangkah maju dan menaruh tangannya di punggungku sambil menarikku lembut ke dalam pelukannya.

“Aku tidak tahu penyakit aneh apa yang kamu miliki,” ujar Kevin dengan tenang, “Tapi aku tidak akan membiarkanmu menyentuh dia. Kamu pergi. Sebelum aku bertindak kasar padamu.”

Rizky tertawa dengan pahit dan tajam. “Oh, betapa sempurnanya. Pahlawan dan kakak kandung datang menyelamatkan. Tidak heran Icana mengira dia bisa lolos dari semuanya, termasuk tuduhan mengancam membunuh Alya.”

“Itu tuduhan,” geram Rendra. “Bahkan jika adikku membunuh seseorang, aku akan tetap melindunginya. Dan jujur saja, jika dia membunuh Alya, aku akan berasumsi gadis itu memang pantas mendapatkannya.”

Dia melangkah maju lagi. “Jadi, ayo, ceritakan bagaimana dia mengancam boneka kecil yang kamu cintai.”

Suara Rizky meninggi. “Dia memotong semua pakaian Alya seperti psikopat!”

Rendra mengangkat alis.

“Serius? Tidak disangka kamu sebodoh itu, Rizky. Sepertinya aku terlalu tinggi menilaimu.”

Dia menjentikkan jarinya, dan seorang petugas keamanan maju membawa sebuah USB kecil.

“Aku memasang CCTV bulan lalu. Hanya untuk berjaga-jaga. Mari kita lihat, ya? Lihat siapa sebenarnya yang masuk ke kamar itu.”

Beberapa saat kemudian, rekaman itu diputar di layar.

Dan tampak dengan sangat jelas bahwa aku tidak pernah mendekati kamar mereka. Tidak satu kali pun.

Tapi Alya?

Dia terlihat di dalam kamera sebanyak dua kali.

Pertama, merayap masuk sambil membawa dua gunting di tangan.

Kemudian, menoleh gugup ke belakang sebelum mengunci pintu.

Wajah Rizky memucat.

Sementara itu, aku bahkan sudah keluar rumah sejak siang hari itu. Aku ingat dengan jelas kalau aku pergi berkencan dengan Kevin. Itu adalah salah satu sore terbaik dalam beberapa minggu terakhir.

Setelah rekaman selesai diputar, keheningan menyelimuti ruangan, dan membuat semua orang tersedak.

Wajah Rizky berubah menjadi sesuatu yang aneh, dia bingung, marah, dan tidak percaya, saat dia perlahan menoleh ke arah Alya.

“Ini...” katanya dengan suaranya yang rendah dan patah-patah, “Adalah ancaman pembunuhan yang kamu tuduh dilakukan Icana padamu?”

Alya membeku, sepenuhnya tidak siap. Dia jelas tidak pernah menyangka kami memasang kamera. Apalagi satu yang menghadap langsung ke koridor.

Tentu saja, itu adalah idenya aku. Berkat sebuah firasat. Sesuatu dari Alya selalu terasa seperti sandiwara.

Dan sekarang tirainya telah terangkat. Dia tertangkap basah, memotong pakaian miliknya sendiri seperti bintang sinetron.

Aku hampir saja tersenyum.

“Rizky, tidak… tolong.” Alya terbata dengan suaranya yang gemetar. “Jangan percaya mereka. Icana… dia mungkin masuk dari balkon, dia pernah melakukan itu…”

“Sebenarnya...” potong Rendra dengan dingin, “Kami juga memasang kamera lain di taman. Menghadap langsung ke jendelamu. Kalau kamu mau, kita bisa cek rekaman itu juga. Lihat apakah adikku masuk seperti Spider-Man.”

Alya memucat. “Aku…”

“Cukup!” seru Rizky dengan keras, kemarahannya menyala seperti cambuk. “Alya, kamu kenapa sih?”

Dia berkedip. “Rizky… ”

“Aku pikir kamu berbeda. Bukan seperti gadis-gadis lain di sekitar aku. Bukan tipe yang licik, manipulatif, penuh perencanaan. Aku mempercayaimu.”

“Tolong.” Dia mencoba untuk meraih tangannya.

Rizky menarik tangannya seolah sentuhannya membakar. “Dan kamu bilang kalau kamu bersumpah padaku, bahwa Icana yang mengancammu dan dia yang memotong bajumu. Aku hampir saja memerintahkan pengawalku…”

Dia tidak menyelesaikan kalimat itu.

Tapi kita semua tahu bagaimana kalimat itu akan berakhir.

Dia hampir saja menyuruh pengawalnya merobek pakaianku.

Ruangan itu menjadi sunyi total.

Alya pun mulai menangis teresak-esak. “Aku lakukan itu untuk kamu, Rizky! Kamu bilang kamu mencintaiku. Bahwa kamu ingin menikah denganku! Tapi kamu… kamu terus saja melihat dia, seolah aku tidak ada di ruangan! Aku hanya ingin kamu membencinya supaya kita bisa pergi, supaya kamu bisa melupakannya!”

Rahang Rizky mengeras.

Sejak hari mereka bersama, Alya selalu memainkan peran pacar yang sempurna. Tapi sekarang, kebohongan itu terbuka. Dan Rizky tidak lagi tertipu.

“Berhenti,” serunya. “Cukup, Alya.”

Dia terus bicara, panik. “Ini seharusnya tidak sejauh ini. Aku pikir jika aku menyalahkannya, kamu akan melepaskannya. Kamu akan membenci dia.”

“Kamu pikir itu akan berhasil?” geram Rizky. “Kamu pikir menyakitinya, menyalahkannya akan membuatku lebih mencintaimu?”

Suaranya merendah menjadi bisikan yang mematikan.

“Kamu ini pembohong, manipulatif, licik, hina. Dan sekarang aku sudah melihatmu dengan jelas. Aku sudah paham siapa dirimu sebenarnya.”

Alya mundur seolah disambar petir. “Rizky…”

Dia beralih darinya, seolah tidak tahan melihatnya.

Dan untuk pertama kalinya, dia yang terlihat tak terlihat.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Takdir Bukan Lagi Milik Kita   Bab 9

    Sudut Pandang Icana.Aku membeku.“Di kehidupan lampauku, kamu tidak hanya menikah denganku. Kamu menipuku tidur denganmu, berpura-pura polos, dan akhirnya hamil anakku, Leonardy.”Darahku terasa membeku.Rizky juga dihidupkan kembali.Suaraku tercekat di tenggorokan. “Kamu…?”Dia tidak menjawab. Hanya menatapku, seolah-olah ingatan itu masih membakar di balik matanya.Jadi, itu dia. Mungkin kami berdua mati. Atau mungkin kesempatan keduaku entah bagaimana menyeretnya kembali bersamaku. Aku tidak tahu.Tapi yang aku tahu?Kali ini, dia tidak akan menang.Aku melepaskan diri dari genggamannya dan mundur.“Kalau kamu benar-benar ingat semuanya, maka kamu juga harus ingat ini,” kataku dengan dingin. “Kamu meninggalkanku. Kamu meninggalkan aku dan anakmu di mobil yang terbakar. Kamu memilih Alya. Berulang kali dan berulang kali. Dan sadarlah, dialah yang sebenarnya kamu cintai. Jadi pergilah. Kejar Alya. Lakukan dengan benar kali ini, kalau kamu memang tahu caranya.”Dia tidak bergerak dan

  • Takdir Bukan Lagi Milik Kita   Bab 8

    Sudut Pandang Icana.Hari ini menandai tiga bulan sejak aku dan Kevin mulai berkencan dan dia bersikeras untuk merayakannya.“Setiap hari-hari kenangan kecil itu penting,” katanya dengan senyum menawan. “Baik itu pertemuan pertama, bulan pertama, atau tahun penuh, semuanya bagian dari cerita kita.”Jadi kami berpakaian rapi, makan di bawah lampu-lampu kecil, berbagi makanan ringan, dan dia mengantarku pulang seperti pria sopan yang selalu dia lakukan.Dalam perjalanan pulang, kami bertemu kakak aku, Rendra. Dia hanya sekilas melihatku dan beralih ke Kevin. “Kamu bisa menginap malam ini, kalau mau.”Namun Kevin menggelengkan kepala, suaranya tenang dan penuh hormat. “Belum. Aku akan menunggu sampai melamar Ica dan secara resmi memperkenalkan diri kepada orang tuamu. Itu yang akan dilakukan pria sejati.”Kadang-kadang aku lupa Kevin adalah pemimpin mafia. Ia berdiri dengan keanggunan masa lampau, dengan etika yang halus dan batasan yang tegas. Tidak sekalipun dia memaksaku untuk tinggal

  • Takdir Bukan Lagi Milik Kita   Bab 7

    Sudut Pandang Rizky.Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan diriku.Aku seharusnya memusatkan perhatian pada Alya. Pada wanita yang aku katakan sebagai cintaku, pada masa depan yang aku katakan sebagai tujuanku.Namun, sekeras apa pun aku mencoba, pandanganku selalu melayang. Ke arah dia. Ke Icana Salsabila.Ya, aku telah dihidupkan kembali. Diberikan kesempatan kedua.Dan dalam kehidupanku yang pertama, aku menikahi Icana. Bukan karena cinta, tetapi karena kewajiban. Satu malam ceroboh yang berubah menjadi komitmen seumur hidup yang tak pernah kuinginkan. Dia hamil. Aku pun menikahinya. Aku membenci setiap detiknya.Jadi aku lari.Aku meninggalkannya pada hari dia melahirkan anak kami, Leonardy, dan melarikan diri ke pelukan Alya.Untuk sesaat, aku merasa bebas. Tapi ketika Alya menghilang dalam penerbangan pulang, duniaku seakan runtuh. Dan semakin sering aku melihat Icana dan Leonardy, kehidupan yang tak kuinginkan, semakin aku membenci mereka hanya karena itu.Membenci m

  • Takdir Bukan Lagi Milik Kita   Bab 6

    Sudut Pandang Icana.“Pelajaran?” seru Rendra dengan lantang. “Biarkan aku jelaskan dengan sangat jelas, ini rumahku, dan dia adikku. Aku tidak peduli apakah kamu sahabat baikku atau pangeran mafia Selat Timur. Kamu tidak punya hak menyentuhnya. Jangan pernah.”Ia lalu menoleh padaku, matanya penuh keprihatinan. “Ica, apa dia menyakitimu? Kenapa kamu gemetar?”Aku tidak menjawab. Hanya menggeleng pelan dan menatap Kevin.Rizky masih berdiri di tempat, seolah-olah dia tidak melakukan kesalahan apa pun.Sementara Rendra melangkah maju dengan tangannya mengepal. ““Aku percaya padamu, Rizky. Aku bahkan berharap kamu akan bersama dengannya. Tapi kamu memilih boneka plastik si Alya. Baiklah. Adikku pun sudah melepaskanmu. Dia sudah menemukan seseorang yang memperlakukannya lebih baik daripada yang pernah kamu lakukan. Jadi, apa alasanmu masih mengejarnya seperti ini?”Kevin melangkah maju dan menaruh tangannya di punggungku sambil menarikku lembut ke dalam pelukannya.“Aku tidak tahu penyaki

  • Takdir Bukan Lagi Milik Kita   Bab 5

    Sudut Pandang Icana.Tangannya menggenggam pergelangan tanganku, memutariku dengan cepat, dan mendorong sampai punggungku menabrak dinding.Suara benturan menggelegar di koridor seperti suara tembakan pistol.“Aku bilang berhenti bermain-main,” dengusnya dengan mata liar. “Kamu bikin baju Alya hancur? Itu caramu mengancam dia? Kamu berencana membunuh dia hanya untuk mendapatkan aku?”Aku tertegun oleh keberanian Rizky yang tidak masuk akal. Dia benar-benar percaya aku akan melakukan itu? Bahwa aku masih terobsesi padanya, begitu ingin mendapatkan perhatiannya?Rizky berdiri seperti orang yang kehilangan kendali, kemarahan berkecamuk di balik matanya."Merusak baju Alya?"Aku menatapnya dengan terkejut. Apa yang dia bicarakan?Sebelum aku sempat menjawab, teleponku berdering. Aku melirik ke layar ponsel, ternyata Kevin.Tapi Rizky merebutnya dari tanganku sebelum aku sempat berkedip."Ini pacarmu?" serunya sambil menggoyangkan ponsel seolah itu bukti. "Kamu sudah punya pacar, tapi masih

  • Takdir Bukan Lagi Milik Kita   Bab 4

    Sudut Pandang Icana.Hari Rizky melamar Alya, aku terpeleset di tangga dan patah pergelangan kaki.Alya tetap tidak melewatkan kesempatan ini. Dia menerobos ke ruang pasienku seperti model dan memamerkan cincin pertunangannya seolah itu punya kekuatan magis.“Ya ampun, Icana!” serunya dengan dramatis saat melihat gips di kakiku. “Kelihatannya sakit sekali. Parah banget ya? Kamu… akan sembuh sepenuhnya?”“Hanya retak ringan,” gumamku dengan datar. “Bukan tragedi.”Dia berkedip seolah menahan air mata buatan. "Apa karena kami? Aku... Aku merasa bersalah banget…” Lalu, tepat pada waktunya. “Tunggu, aku angkat telepon dulu.”Dia pun pergi dengan sombong, dan meninggalkan wangi parfum dan kumannya di udara.Beberapa menit kemudian, Rizky masuk. Wajahnya muram seperti habis meminum jeruk masam. “Kamu pasti lagi cari cara buat merebut perhatian, 'kan? Tepat di hari tunangan kami.”“Tidak. Aku hanya terpeleset. Hanya itu,” jawabku dengan tenang. “Aku sudah bilang, aku tidak suka kamu lagi. Dul

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status