Share

Penyelamatku

Author: Quin Attariz
last update Last Updated: 2022-07-10 11:33:17

Perkataan anakku soal Maya masih terngiang di telingaku, apa benar dia serendah itu, kini aku menjadi semakin paranoid.

'Aaah ... Kenapa sekarang aku jadi mencurigai Maya, padahal aku masih ingat bagaimana beraninya dia menyelamatkanku dari seorang penodong, dia mengorbankan tangannya terluka cukup dalam terkena sabetan pisau sang penodong.'

#Flashback On

Siang itu aku baru saja mengambil uang di ATM, aku merasa ada pengendara motor yang mengikutiku.

Karena aku takut aku lajukan mobilku dengan kecepatan tinggi, aku pikir motor yang mengikutiku itu sudah jauh tertinggal.

Aku tengok ke belakang, tak ada siapapun orang mencurigakan di belakangku, akupun mengusap dada, karena lega.

'Syukurlah mereka sudah tidak ada.' Hatiku sedikit lega.

Aku berniat ke restoran yang biasa aku datangi untuk makan siang, kulihat parkirannya begitu sesak.

'Penuh amat, ini pas jam makan siang sih!' Aku putuskan untuk parkir di tempat lain, jaraknya cukup jauh, yah gak apalah, hanya berjarak sedikit menuju restoran itu, aku hanya harus berjalan kaki sedikit.

Ketika aku turun dari mobil, baru saja aku berjalan beberapa langkah, aku dihadang seorang pria berpakaian serba hitam.

'Ya ampun, apa ini orang yang tadi mengikutiku!' Aku merasa takut dan panik, takut yang aku pikirkan ini benar.

Lalu aku lihat ada seorang lagi berpakaian hitam duduk di sebuah motor tak jauh dari sana dan kuperhatikan secara seksama.

'Tuhaaan ... itu benar-benar mereka, jadi mereka mengikutiku sampai ke sini!' Detak jantungku semakin kencang saat laki-laki itu terus mendekat, aku mundur beberapa langkah.

Aku semakin takut, dia terus mendekat dengan tatapan jahatnya.

"Ma-mau apa kamu?" tanyaku gugup.

"Serahkan tas Anda, Nyonya! Kalau Anda mau selamat!" bentaknya sambil memberi kode pada pria yang ada di seberang sana untuk mengawasi situasi, pria itu hanya mengangkat jempolnya.

"Cepat, serahkan!" Dia mengeluarkan pisau belati di balik bajunya dan menodongkannya padaku.

Aku benar-benar sangat takut, sampai tubuh ini rasanya gemetar, apa jika aku serahkan tasku, aku tidak akan ditusuk, tapi dalam tasku ada banyak barang berharga, dompet dan ponsel dimana data-data penting ada di sana, apa aku harus menyerahkannya, aku sangat bimbang sekaligus sangat tegang.

"Nyonyaaaa ...! Ayo serahkan!" Dia menggertakku lagi sambil terus menodongkan pisau.

"Ba-baik! Ta-tapi tolong jangan ambil kartu identitas dan ponselnya!" ucapku gemetar tapi aku masih menggenggam tasku dengan erat.

"Aaaah ... banyak omong!" bentaknya hendak merebut tasku, tapi aku masih belum rela kehilangan tasku.

"Heeei ... jangan ambil tas Ibu itu!" Tiba-tiba terdengar teriakan keras dari seorang perempuan muda yang hendak menghampiri kami.

"Menyingkir kamu! Jangan ikut campur urusanku!" bentak penodong itu, tapi perempuan itu sepertinya tak takut mendengar gertakan penodong itu dia terus mendekat.

"Ini urusan akulah, karena kamu mau berbuat jahat sama Ibu itu!" jawabnya begitu lantang seperti tak ada rasa takut pada penodong itu.

Dengan beraninya perempuan itu mendekati kami dan merebut tas yang masih dalam rebutan kami berdua.

"Heeei ... kamu, kurang ajar!" Laki-laki itu itu terlihat murka tasku berhasil direbut perempuan muda itu.

Dengan muka sangarnya dia melayangkan pisaunya hendak merebut kembali tas milikku yang sudah ada di tangan perempuan itu.

Sreeeet ...! tangan perempuan itu tergores pisau belati milik sang penodong.

"Aaaaaw ...!" ringis wanita itu, menahan perih di tangannya.

Clak clak! tangan perempuan itu terluka dan mengeluarkan darah.

Aku spontan berteriak, "Toloooong ... toloooong!"

"Heeeeei ... ada apa itu?" tanya seorang pengendara motor kebetulan melintas dan melihat ke arah kami.

Penodong itu kian panik, aku sengaja berteriak lebih kencang. "Tolong Pak, teman saya di tusuk orang itu!" tunjukku pada penodong itu.

Lelaki berpakaian hitam seketika berlari menuju motor temannya yang bersiap tancap gas, begitu tahu kalau lelaki pengendara itu yang ternyata anggota polisi.

"Waaah ... gawat ini ... cabut Bro!" penodong itu pun kabur dengan temannya.

"Sudah Pak, gak usah dikejar! yang penting ini teman saya ini butuh segera pertolongan!" cegahku saat sang pengendara motor itu hendak mengejar sang penodong.

Aku tidak tega melihat perempuan yang sudah menolongku itu sudah banyak kehilangan darah, bahkan wajahnya memucat.

"Baiklah saya akan bantu mengangkat Mbak ini ke mobil!" pengendara yang baik hati itu pun mengangkat tubuh wanita muda yang telah menolongku itu ke dalam mobilku.

Aku dan suamiku mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongannya dan mohon maaf karena telah membuat tangannya terluka.

"Tidak apa-apa Bu, sudah kewajiban kita untuk menolong sesama. Kalau bukan saya mungkin ada orang lain yang membantu Ibu. Kebetulan saja saya yang sedang melewati jalan itu, dan melihat Ibu sedang ditodong seorang penjahat," ucapnya sambil tersenyum tanpa beban.

"Maaf, kalau boleh tahu kamu tinggal di mana? Biar saya antar!" tawar Mas Firman.

"Saya tinggal di kostan Pak."

"Di sini tidak ada keluarga?"

"Keluarga saya jauh Pak, ada di kampung. Ada sih sepupu saya tinggal di Tangerang, tapi dia sedang di luar kota."

"Oooh ... gitu yah." Rasanya aku tidak tega meninggalkan dia sendiri di kostan dengan keadaan terluka seperti itu.

"Oooh ... gimana kalau kamu tinggal di rumah kami dulu, sampai lukanya sembuh," tawar Mas Firman lagi.

"Tidak usah Pak, saya takut merepotkan."

"Enggak kok, kami senang malah bisa membantu. Hmm ... maaf kita belum sempat berkenalan. Saya Arlita." Aku mengulurkan tanganku.

"Saya Maya, maaf saya gak bisa bersalaman." Maya susah payah mengangkat tangannya.

"Aduuuh .. maafkan saya, saya lupa tangan kamu lagi terluka." Aku merasa tidak enak pada Maya.

"Dan saya Firman!" Maya mengangguk sambil tersenyum menatap Mas Firman.

Sejak itulah Maya tinggal di rumah kami dan setelah sembuh aku menawarkannya pekerjaan sebagai pengasuh anakku.

#Flashback off

Aku menghela napas panjang, masih mengingat kejadian penodongan beberapa bulan yang lalu.

Kalau tidak ada Maya mungkin aku yang akan terluka. 'Aaaah ... mana mungkin dia seperti itu.' Tapi kenapa hatiku tetap saja merasa tidak tenang.

'Baiklah kalau begitu aku akan mengawasinya diam-diam!' gumamku.

******

Hari ini aku sengaja tidak ke restoran dulu, aku hanya akan di rumah.

Seperti biasa pagi itu Maya mengurus anakku dari menyiapkan pakaiannya dan peralatan sekolahnya juga sarapan paginya.

Tidak hal yang mencurigakan, bahkan dia bersikap biasa saja pada saat berhadapan dengan Mas Firman, dia hanya melayani Tita saja dengan baik.

"May, aku akan mengantar Tita hari ini! Kamu bukannya mau ngambil berkas yang saya minta! Jadi hari ini kamu boleh libur dulu!"

"Iya Bu?" Raut wajahnya terlihat senang, hari ini dia bisa terbebas dari tugasnya menjaga Tita hari ini. Dia pun beringsut ke kamarnya bersiap untuk pergi ke rumah saudaranya.

"Kenapa Pah, kayak orang bingung?" tanyaku pada suamiku yang pagi ini terlihat seperti kebingungan.

"Ini Jihan sekretarisku, meminta cuti bulan ini, dia mau menikah dan minta cuti selama sebulan, Mah. Dan aku tidak bisa menolak karena dia memang tidak pernah mengambil jatah cutinya selama ini. Aku bingung mencari penggantinya selama dia cuti!" tutur suamiku.

"Ooh ... gitu Pak. Iya sih memang susah apalagi hanya untuk satu bulan!"

Maya sepertinya mendengar percakapan kami, dia keluar dari kamarnya sambil menyeringai.

'Kenapa dia begitu senang mendengar percakapan kami?' Aku menatap curiga padanya.

-Bersambung-

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Permintaan yang Aneh

    Firlita POVSebulan kemudian ... Aku tak pernah bertemu dengan Pak Willy sesuai kesepakatan. Dia memenuhi janjinya tak menggangguku hingga aku siap menerimanya lagi.Hari ini aku dipanggil oleh HRD, entah apa salahku. Padahal kinerjaku bagus kata managerku."Maaf Nona Firlita, mulai hari ini Nona dipindahkan ke bagian lain," kata Manager HRD."Saya salah apa Pak?" tanyaku, padahal aku sudah mulai nyaman di divisi ini."Nona tidak salah apa-apa, hanya saja Nona lebih dibutuhkan di bagian lain. Silahkan bawa surat ini, dan Nona pergi ke lantai 10"Lantai 10? Bukankah itu lantai khusus ruangan direktur dan direksi yah."Iya selamat yah Nona, Nona terpilih menjadi sekretaris Direktur kami yang baru."Sekretaris Direktur? Beneran ini ... Bahkan aku tidak menguasai pekerjaan sekretaris.Ya sudahlah, dari pada aku tidak bekerja. Aku terima saja."Iya terima kasih Pak, saya tidak menyangka akan dipilih menjadi sekretaris Direktur." Entah aku harus senang, ataukah bimbang ... aku tidak perna

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Dilanjutkan Atau ...

    "Apaaa ... Om Firman ini adalah ..." Belum sempat Fayra selesai dengan ucapannya, Tante Mayra langsung memotongnya, "Iya, dia ayah kandung kamu, Fayra. orang yang selalu kamu tanyakan kini sudah ada di depan kamu!"What! Pak Firman ayahnya Fayra. Waw, waw ... ini jadi makin seru!Kami semua tampak terkejut, Papa Mama pun sama, hanya Firlita saja yang tampak biasa, apa dia sudah tahu yah."Aku baru tahu kemarin!" bisiknya, seolah tahu kalau aku mau menanyakannya."Oh.""Ayaaah ....!!" Fayra langsung memeluk Pak Firman dengan mata berkaca-kaca."Pantas saja aku merasa nyaman bila dekat Om, rupanya memang ada chemistry ayah dan anak di antara kita.""Aku sangat merindukanmu, Ayah! Sejak kecil aku hanya mengetahui namamu saja, wajahmu sjaa aku tidak pernah tahu, ayah! Aku hanya ingin disayang seperti anak-anak lain yang memiliki ayah," Fayra menangis sesenggukan di pelukan Pak Firman."Maafkan aku Nak, ayahmu ini bahkan tidak pernah tahu keberadaan kamu, Mamamu menyembunyikannya dari ayah

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Terungkap Semuanya

    William POVAku memilih untuk menghampiri dulu Firlita di kantor, sedangkan Papa pergi menuju kantor Pak Firman. Kita ingin semuanya clear hari ini juga, agar hidupku lebih tenang tidak terus-menerus diganggu oleh model sialan itu.Aku menuju ruangan divisi keuangan. Aku tahu ke napa dia sampai minta pindah ke sini. Pasti untuk menghindari bertemu denganku.'Itu dia, wanitaku ... sudah satu bulan lebih kamu menghindariku, aku sangat merindukannya.' Sosok perempuan cantik dengan senyum mempesona sosok gadis impianku itu tengah berjalan menuju ruangannya aku pun mengendap-endap di belakangnya.Begitu tiba di dekatnya. Aku langsung tarik tangannya."Hei apa-apaan ini Pak!" protesnya kesal, berusaha menepis tanganku, tapi tenaganya kalah kuat."Ikut saja denganku!" Aku terus menarik tangannya hingga ke depan mobil."Saya tidak mau Pa. Saya mau kerja, baru juga dua hari saya kerja. Jangan buat nama saya jelek di divisi yang baru ini dong!" bentaknya, dia menepis tanganku lagi kali ini deng

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Fakta yang Sesungguhnya

    "Ayo cepat, Willy. Kita hampir terlambat!" ujarku pada William yang tengah menyetir menuju restoran yang telah ditentukan menjadi tempat pertemuan dengan orang yang telah menghubungi mereka kemarin."Sabaaar ... Pa. Ini macet banget." Willy pun kesal karena jalanan hari ini kebetulan sedang macet-macetan kami sampai terjebak di tengah-tengah.Kenapa sih, macet ini gak tahu waktu, kita lagi buru-buru ini malah macet. Aku hanya bisa berkeluh kesah karena mobil hanya maju sedikit demi sedikit.Mudah-mudahan dia mau menunggu kita. Ini sudah hampir pukul 10.00."Ini gara-gara kamu susah banget dibangunin!" makiku, karena kesal William tadi bangun jam 9.00."Maafin aku Pa, semalam aku gak bisa tidur. Aku baru tidur subuh tadi, Pa.""Kamu, Wil!" Percuma juga marahin anak itu, dia memang terkadang susah tidur mungkin memikirkan kehidupan percintaannya yang berantakan."Udah Pa, udah. Tuh mobil di depan udah maju," timpal istriku menenangkanku yang tengah kesal."Maju Wil, cepetan tuh ada jala

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Kabar yang Mengejutkan

    "Fiir ...! Firlitaaa .. !" Suara itu mengagetkanku, sudah lama aku merindukan dia memanggilku begitu."Iya Pak." Aku masih berusaha menghormatinya sebagai atasanku."Masuklah ke ruanganku. Aku ingin bicara denganmu.""Ma-maaf Pak, sebaiknya kita bicara saja di sini.""Ayolah Fir, sampai kapan kamu akan menghindariku!" Pak Willy mencekal tanganku.Dia seperti tahu saja kalau selama ini aku memang berusaha untuk menghindarinya.Aku celingukan takut ada yang lihat. "Udah masuk saja, gak usah takut gak ada siapa-siapa ini!" Pak Willy menarik tanganku menuju ruanganku."Masuk!" Pak memaksaku masuk dan mengunci pintu."Gak usah dikunci Pak! Disangka orang kita lagi ngapain lagi!" protesku sambil hendak memutar kunci yang masih menempel di lubang kunci."Fiiiir ... jangan bikin aku terus menderita, Fir ... aku putus dari kamu saja bikin hidup aku terpuruk, apalagi melihat kedekatan kamu sama laki-laki itu saja membuatku tambah tersiksa." Sebegitunyakah yang dia rasakan, bukannya seharusnya d

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   kenyataan yang Harus dihadapi Arlita dan Firlita

    Firman POVMalam ini aku baru pulang dari kantor, entah kenapa setelah aku bertemu Mayra tadi siang perasaanku tidak enak.Baru masuk ke rumah aura rumah terasa sangat berbeda. Kulihat istriku hanya duduk di sofa tanpa menyambutku."Waalaikumsalam." Dia menjawab salamku dengan ekspresi datar."Sayaaang... ada apa sih, aku pulang kok cemberut?" godaku sambil mencolek pipinya yang mulus."Gak usah colek-colek segala!" ketus Arlita."Idih galak amat sih, Neng," jawabku sambil bercanda."Udah gak usah bercanda, duduk!" Arlita tampak serius, sikapnya begitu dingin. Ada apa dengan istriku ini kenapa mukanya gak ada manis-manisnya hari ini. Apa aku sudah berbuat salah yah."Pa, Mama sekarang minta Papa jujur! Kenapa Papa gak mau mempertimbangkan permintaan William untuk bersanding sama putri kita, padahal Mama yakin dia sungguh-sungguh mencintai anak kita?" Ini kenapa tiba-tiba Arlita menanyakan hal ini lagi yah? Aneh sekali."Jawab Pa, kenapa diem?""Bukannya Mama sudah tahu alasannya, k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status