Kayn langsung bangkit dan sedikit menjauh dari Verlyn setelah mendengar perkataannya. Entah apa yang ada di benaknya hingga berani mengatakan hal seperti itu.
“Cukup mengejutkan kau wanita seperti ini, Nona Verlyn,” ujar Kayn datar namun penuh makna. Verlyn menggeleng pelan. “Kau benar. Aku memang hanya seperti ini kepada orang yang kusukai.” Ia pun bangkit dan melangkah mendekati Kayn. "Apa yang ingin kau lakukan lagi padaku, Nona Verlyn?" tanya Kayn dingin, sorot matanya mencurigakan. "Aku menyukaimu sejak pandangan pertama! Bukankah ini seperti pernyataan cinta?" Verlyn tersenyum percaya diri. Kayn menatapnya, kali ini dengan kesal. “Sebelum menyatakan cinta, seharusnya kau berpikir dulu. Apakah itu benar cinta, atau hanya rasa kagum sesaat?” Ia melewati Verlyn tanpa menoleh lagi, lalu melangkah keluar ruangan. Verlyn membalikkan badannya dan tersenyum kecil. "Lihat sifat arogannya itu... Aku sangat menyukainya!" gumamnya, lalu mengambil tas selempangnya dan menyusul keluar. Begitu di luar ruangan, para pengawal Verlyn langsung menghampiri. “Nona, bagaimana pertemuannya?” tanya Divan. “Tuan Muda Kayn tidak mengganggu Anda, kan?” tambah Farga dengan nada cemas. Verlyn tersenyum tipis. “Tenang saja, pertemuanku dengan Tuan Kayn berjalan lancar. Kami hanya berbincang.” “Syukurlah,” sahut Saron. “Tapi… Tuan Muda Kayn terlihat agak kesal saat keluar tadi.” “Iya,” Regil mengangguk. “Kami sempat khawatir ada hal yang tak beres.” “Kesal?” Verlyn berakting seolah bingung. Para pengawal mengangguk serempak. Verlyn melirik ke arah Kayn dari kejauhan. Pria itu sedang berbicara dengan staf, lalu masuk ke dalam lift dan menghilang dari pandangan. “Entahlah, mungkin dia tidak mendapatkan apa yang dia inginkan,” ucap Verlyn kalem. ‘Dia bahkan tidak bisa menyembunyikan ekspresinya. Imutnya...’ “Ayo kita pergi sekarang,” lanjut Verlyn ringan. “Baik, Nona Verlyn,” sahut para pengawal serempak. Namun sebelum sempat masuk mobil, ponsel Verlyn berdering—panggilan dari Kaze. “Aku akan angkat dulu,” ujar Verlyn. Mereka mengangguk, dan Verlyn menekan tombol jawab. “Halo, Ayah. Ada apa?” “Pertemuanmu dengan Kayn sudah selesai? Kau tidak membuat masalah, kan?” “Semuanya lancar, Ayah. Aku melakukannya dengan baik,” jawab Verlyn mantap. “Bagus. Tapi jangan langsung pulang. Tuan Presdir Khalix ingin bertemu denganmu. Alamatnya sudah Ayah kirim ke Pak Rian.” “Apa?! Pertemuan lagi? Ayah bercanda?!” “Ini demi masa depanmu. Jangan banyak alasan!” Tut! Telepon ditutup sepihak. Verlyn mendengus kesal. “Pertemuan lagi dan lagi!” gumamnya, lalu masuk ke dalam mobil. “Langsung ke lokasi, Pak Rian.” “Baik, Nona.” --- --- Lima belas menit kemudian, mereka tiba di depan gerbang besar hitam yang dijaga dua petugas. Setelah diizinkan masuk, Verlyn melongok ke luar jendela. “Indah sekali... Tamannya luas dan asri!” gumamnya kagum. Begitu mobil berhenti di depan rumah megah berwarna biru muda, Verlyn buru-buru mencari parfumnya. Ia menyemprotkannya di leher, pergelangan tangan, dan pakaian. Pak Rian membukakan pintu. Verlyn menarik napas panjang. “Oke, bersikaplah manis. Kau bisa, Verlyn!” Ia keluar, dan sudah disambut oleh pria tinggi dengan rambut hitam dan mata biru navi. Di sampingnya berdiri seorang wanita anggun dengan mata merah muda. ‘Itu pasti Tuan Presdir Khalix dan istrinya, Nyonya Villian,’ pikir Verlyn. Nyonya Villian langsung menghampiri dan memegang tangan Verlyn dengan lembut. “Ibu sudah lama ingin bertemu! Kau lebih cantik dari yang ibu bayangkan!” Verlyn tersenyum. “Nyonya Villian bisa saja, saya tidak secantik itu.” “Panggil ibu saja. Kau sudah seperti anak sendiri.” “Hehe, baik, Ibu.” “Dan panggil aku Ayah,” sambung Khalix dari belakang. “Baik, Ayah!” balas Verlyn semangat. Mereka duduk di ruang tamu, ditemani pelayan yang menyajikan minuman. Verlyn sempat teringat pada Pak Rian dan para pengawalnya. “Ibu, bolehkah aku minta tolong sesuatu?” tanya Verlyn sopan. “Tentu, Nak. Ada apa?” “Maaf jika ini lancang, tapi... bolehkah dibuatkan juga minuman seperti ini untuk supir dan pengawalku? Mereka belum minum.” Khalix dan Villian terdiam sejenak, lalu tertawa. “Kenapa minta maaf, Verlyn?” kata Villian geli. “Kami malah kagum pada perhatianmu,” tambah Khalix bangga. “Jarang ada orang muda sepeduli itu.” Villian segera memberi instruksi pada pelayan untuk membuatkan minuman lagi dan membawanya ke luar. “Terima kasih, Ayah, Ibu!” Verlyn tersenyum tulus. “Kami memang tidak salah memilih calon menantu,” kata Khalix sambil tersenyum bangga. Verlyn tersipu. Namun saat suasana mulai mencair, suara seseorang terdengar dari arah pintu. “Ayah, Ibu. Aku pulang.” “Selamat datang, anakku, Kayn!” sapa Villian. Kayn tersenyum... lalu mendongak menatap tamu yang duduk di dekat ibunya. “Ibu, siapa dia?” Verlyn membalikkan wajahnya. “Hai! Kita ketemu lagi, Kayn~” Kayn melotot. “Kau?!”Setelah memasuki area tengah hutan dengan pohon yang besar dan rindang di malam hari, mereka memutuskan untuk beristirahat terlebih dulu dan membangun 2 tenda besar yang di bawa oleh Wallace di kereta kudanya.Cherryn sudah tertidur lebih dulu di dalam tenda dan Wallace tidur di dalam kereta kuda. Verlyn masih terjaga di luar tenda sambil memandangi langit malam dan menyandarkan tubuhnya di salah satu pohon besar.Verlyn menutup kedua matanya dan menghela napas panjang lalu merasa ada seseorang yang sudah duduk di sebelahnya setelah dia membuka matanya dan menoleh."Kau belum tidur, Kayn?"Kayn menggeleng pelan lalu menoleh ke arah Verlyn. "Kau sendiri belum tidur, Verlyn," balasnya.Verlyn tersenyum tipis lalu kembali menengadah menatap langit malam. "Aku tidak bisa tidur karena memikirkan ...""Masalah di kota?" lanjut Kayn cepat.Verlyn kembali menoleh ke arah Kayn lalu tersenyum. "Kau sudah sangat mengenal diriku, ya?"Kayn ikut tersenyum. "Entah lah. Jika di katakan kalau aku sud
Ace yang sedang menengadah ke langit biru yang sudah sedikit tercampur dengan warna jingga lalu menghela napas panjang."Ayah sama sekali belum menyentuh makanannya dan tidak keluar dari ruang kerjanya sama sekali ..." Ace menggenggam erat besi balkon dengan perasaan kesal. "Jika terus seperti ini ...""Ace ,,," lirih Selvania pelan.Ace membalikkan badannya dan menghadap ke arah Selvania yang tampak sedang gelisah dan khawatir sambil menaruh kedua tangannya di atas dada."Ace, ayah sama sekali belum keluar dari ruang kerjanya dari pagi, dan sekarang hari sudah menjelang sore, bagaimana ini?" tanya Selvania khawatir.Selvania menundukkan kepalanya. "Beliau juga tidak memakan sarapannya, terlebih setelah mendengar kabar lain bahwa Verlyn tidak ada di dalam vila ..." lanjut Selvania lesu.Ace melangkah mendekat ke arah Selvania lalu memeluknya sambil membelai rambutnya yang berwarna kuning sedikit panjang itu."Tenang lah, Nia ,,," ucap Ace lembut.Selvania memejamkan matanya dan mengan
Jersey City, Kediaman Kaze."Ace, apa kita tidak bisa melakukan apapun lagi untuk menghentikkan ibu?" tanya Selvania khawatir.Ace yang sedang duduk di sofa sambil menatap layar ponselnya hanya menghela napas panjang dan menggeleng pelan."Aku tidak tahu lagi, Nia. Aku pikir Ibu akan terus tinggal di rumah ini saat Verlyn tinggal di vila untuk sementara waktu, tapi nyatanya, Ibu yang ingin tinggal terpisah dengan kita dan tiba-tiba ... ukh ,,,"Ace memegangi kepalanya yang terasa semakin pusing daripada hari kemarin. Selvania segera menghampiri Ace dan memberikan teh kepada yang ada di meja kepadanya.Ace menerima teh itu dan meneguknya perlahan lalu memejamkan matanya sambil mengatur napas."Sebaiknya kau istirahat dulu, Ace. Jika kondisimu seperti ini, kita tidak akan bisa membantu ayah di persidangan, nanti," pinta Selvania khawatir."Aku tidak akan bisa istirahat jika sudah memikirkan masalah ayah dan ibu, Nia. Sudah dari semalam aku tidak bisa tidur dengan lelap," balas Ace denga
Hari ke-14 di Desa Fandaria."Sudah siap, Verlyn, Kayn?" tanya Cherryn.Verlyn dan Kayn mengangguk sambil menggendong tas gunung masing-masing dan membawa kantong plastik sedang yang berisi bekal untuk perjalanan mereka ke kota nanti.Mereka melangkah keluar dari rumah secara bergantian dan menuruni tangga perlahan. Para warga sudah berkumpul di depan rumah Cherryn untuk memberikan ucapan terima kasih dan doa untuk Verlyn dan Kayn sebelum pergi dari desa Fandaria.Salah satu anak menarik pelan jaket Verlyn, membuatnya menoleh ke bawah dan melihat Kila yang berada di sana bersama dengan Risa yang terlihat sudah sehat walaupun wajahnya masih terlihat sedikit pucat."Eh, Kila!" Verlyn menoleh ke arah Risa dengan senyuman yang sama. "Ada Risa juga, rupanya. Apa Risa sudah merasa lebih baik, sekarang?" tanya Verlyn.Risa mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. "Ini berkat usaha Kak Verlyn dan Kak Kayn, aku sangat berterima kasih!" jawab Risa pelan.Verlyn mengangguk lalu membelai rambut p
"Jadi, kau merasa kalung liontinmu itu menghilang setelah terjatuh ke sungai?" tanya Cherryn setelah Verlyn selesai bercerita.Verlyn mengangguk sambil menurunkan pandangannya. "Aku berpikir begitu karena aku dan yang lain tidak bisa menemukan kalung liontin itu sama sekali di rerumputan di tepi sungai, nek."Verlyn memainkan jari jemarinya. "Aku minta maaf, akibat keteledoranku sendiri kalung liontin uang berharga itu, menghilang ..." lanjut Verlyn dengan perasaan bersalah.Cherryn menyeruput tehnya perlahan dan menghela napas pelan. "Dugaanmu memang benar, Verlyn. Tapi, kalung liontin itu tidak menghilang dan jatuh ke dasar sungai," balas Cherryn.Verlyn dan Kayn kompak terkejut mendengar hal itu dan mendongak bersama ke arah Cherryn yang dengan santainya menaruh cangkir tehnya di atas meja lalu mengambil ikan Silver Fish yang tergeletak di atas meja di depannya.Cherryn membuka sedikit mulut ikan Silver Fish dan memperlihatkannya kepada Verlyn dan Kaun. "Apa kalian melihat ada bend
"Nenek belum tidur, kan?!" tanya Verlyn sambil mengatur napasnya setelah sampai di depan rumah Cherryn."Aku tidak tahu pasti, Nenek biasanya sudah tidur di kamarnya saat kita pulang ..." Kayn melirik ke arah ikan berwarna perak berkilau yang terlihat tenang tanpa air di genggaman kedua tangan Verlyn lalu kembali menatap Verlyn yang menunggu jawaban selanjutnya.Kayn menghela napas pelan. "Sebaiknya kita masuk dulu dan segera beritahukan hal ini kepada nenek," ajak Kayn.Verlyn mengangguk setuju lalu segera menaiki tanggal lebih dulu, di ikuti oleh Kayn di belakangnya. Setelah masuk ke rumah, Verlyn dan Kayn di kagetkan oleh Cherryn yang baru saja keluar dari kamar."Nenek!" kompak Verlyn dan Kayn.Cherryn menoleh dan sedikit terkejut melihat Verlyn dan Kayn yang tampak berantakan dan lusuh di dekat pintu.Cherryn melirik ke arah ikan yang sedang di bawa oleh Verlyn dan menyipitkan kedua matanya lalu berjalan ke arah Verlyn dan Kayn untuk melihat ikan itu lebih dekat lagi."Kalian ,,,