Lunar tampak membulatkan kedua matanya, sesaat ia mengedarkan pandangannya ke arah depan.
"Aku tidak setuju." tukasnya membuat Lucas semakin ingin menggodanya.
"Kau harus setuju, karena kau gadisku." Lunar langsung terdiam. Ia sudah kehabisan kata-kata dan membuat dirinya ingin memaki pria itu.
Lucas tertawa senang menampakkan barisan giginya yang rapi. Ia pun kembali fokus menyetir hingga mereka tiba di sebuah hotel yang dituju. Di sana Lucas memarkirkan mobilnya dan mempersilahkan Lunar turun layaknya seorang putri. Lunar menerima perlakuan Lucas dengan baik. Mereka berjalan menuju kamar di mana mereka menetap.
Dari kejauhan, terlihat seseorang tampak memperhatikan gerak gerik mereka berdua. Semua itu tak menaruh curiga sedikit pun antara Lucas dan Lunar.
"Akhirnya sampai juga, aku sudah cukup lelah." ungkap Lunar lalu membanting tubuhnya di atas ranjang saat mereka tiba di kamar.
"Apa kau tidak pernah bepergian sebelum itu? Saat menikah dengan Doris? Ah, bukan itu maksudku. Sebelumnya apa kau tidak pernah keluar dari rumah sepanjang hidupmu?" tanya Lucas sambil melepas bajunya dan justru hal itu membuat Lunar semakin terperanjat.
"Kauu ... kau mau apa?" tanya Lunar penuh khawatir kala itu melihat dada kekar milik Lucas. Pria ini tersenyum dan mendekati Lunar.
"Apakah tidak boleh aku bermain denganmu?" goda Lucas sambil mendekatkan wajahnya ke arah Lunar. Gadis itu tak dapat berkata apapun selain menyangkalnya.
"Pergii! Apa maksudmu berbicara seperti itu? Aku tidak mengerti," sahut Lunar dengan kecewa.
Gadis itu memukul-mukul dada Lucas dengan tangannya. Itu tidak membuat pria ini mundur ataupun beranjak. Justru, Lucas bisa merasakan sentuhan hangat saat tangan gadis itu memukulnya.
"Kau tidak akan pernah bisa membuatku mencegah keinginanku. Aku akan bercinta denganmu malam ini. Aku akan mandi sebentar, setelah ini kau layani aku layaknya suamimu." Lucas bergegas bangkit dan menyambar handuk yang tergantung. Seraya berjalan menuju kamar mandi pria itu memicingkan matanya menatap gadis yang masih terhipnotis oleh kata-katanya.
"Sial!" decak Lunar sambil mengacak-ngacak rambutnya, saat bayangan Lucas telah lenyap dari pandangannya.
Kemudian Lunar mencoba bangkit dan mengambil beberapa hasil belanjaannya tadi. Ia tampak membongkar satu persatu dan matanya terkejut saat melihat sebuah benda aneh di depannya. Tangannya mencoba memungut benda ini dan ia begidik jijik.
"Apakah benda ini yang namanya kondom?" tanya Lunar penuh penasaran.
Astaga! Lunar menepuk jidat dan buru-buru ia menaruh kembali benda ini ke tempatnya.
"Pantas saja, setelah belanja tadi dia meninggalkanku untuk ke suatu tempat. Rupanya dia ingin membeli benda ini. Sungguh menjijikkan." gumamnya saat membayangkan benda ini.
Setelah itu, Lunar kembali membuka satu paper bag yang berisi lingerie. Matanya terpana dengan desain dan modelnya.
"Ternyata ini sangat unik dan menarik. Tapi ... bagaimana cara memakainya?" decak Lunar kagum dan terheran.
Ia pun mencoba untuk mengenakan lingerie ini di tubuhnya. Lalu, ia melepaskan seluruh pakaiannya dan mengenakan lingerie ini yang memang pas di tubuhnya. Lunar tertawa geli saat berdiri di depan cermin dan memperhatikan postur tubuhnya.
"Kau sedang apa?" seketika suara pria ini mengagetkannya.
Lunar terperanjat saat melihat bayangan pria ini dari cermin di depannya. 'Astaga, ini celaka.' desis Lunar saat merasakan pria ini berjalan ke arahnya.
"Waw! Amazing! This is very beautifull. Youre very sexy, Lunar." pria itu berkata dengan bahasa asing yang membuat Lunar begidik mendengarnya.
"Tolong jangan mendekat!" sergah Lunar lalu membalikkan badannya. Ia terkejut saat melihat dada kekar milik Lucas. Nyalinya kembali ciut saat digugahkan oleh pandangan yang menggiurkan.
"Astaga! Dada kekar." gumam Lunar terpana.
Lucas tertawa kecil dan mendekatkan tubuhnya ke arah Lunar. Kini wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja. Lunar menelan salivanya dan sedikit memundurkan tubuhnya. Alhasil, itu membuatnya terjatuh di atas ranjang. Ia tak dapat berbuat apapun saat pria di depannya mulai menindih tubuhnya.
"Kau sangat sexy, Sayang," goda Lucas sambil membelai wajah Lunar.
"Jangan mencoba menggodaku. Tolong jangan lakukan itu," Lunar tampak ketakutan.
"Kau tidak perlu takut. Aku akan melakukannya dengan sangat lembut,"
"Apa maksudmu?"
"Kau tidak tau cara bermainku? Sebentar, aku perlu memakai sesuatu terlebih dulu. Astaga! Apa ini? Kau telah melihat benda itu?" ungkap Lucas saat melihat barang belanjaan itu berantakan.
Lucas memungut sebuah kondom dan sesekali menatap wajah Lunar.
"Kau mau aku memakainya atau tidak?" tanya Lucas meminta saran.
"Terserah kau saja. Bukankah sudah membelinya, untuk apa jika tidak dipakai?"
"Ah, benar. Baiklah, aku akan mengenakannya."
Lunar hanya bisa diam, tapi sesekali matanya menatap ke arah Lucas. Ia terkejut saat melihat dengan jelas Lucas melepas handuknya. Postur tubuhnya sangat menggugah gairahnya melihat tubuh tanpa sehelai benang pun. Lunar menelan salivanya dan membayangkan betapa nikmatnya bercinta dengan Lucas, sang Direktur. Tampaknya, ia sudah terjebak oleh nafsu birahi yang kian menggebu-gebu.
Jelas saja, postur tubuh suaminya jauh berbeda dari Lucas. Pantas saja ia tak tertarik untuk bercinta dengan suaminya. Sementara, saat melihat tubuh Lucas, Lunar begitu tertarik untuk bercinta dengannya.
"Kenapa kau melamun? Apa kau sudah siap untuk melayaniku?" tanya Lucas membuat Lunar tersadar.
Kini tubuh mereka tampak berdekatan. Pandangan Lunar tertuju pada benda keras yang menyentuh selangkangnya.
"Astaga, Tuan." decak Lunar saat melihat dengan jelas benda itu.
Lucas menampakkan barisan giginya dan mendekatkan wajahnya ke arah telinga gadis itu.
"Apa kau menyukainya?" mendengar suara Lucas membuat Lunar bagaikan tersengat listrik. Hangat dan sangat menggairahkan.
"Aku tidak tau, yang jelas itu sangat besar." ucap Lunar berkata jujur.
"Bukankah semua wanita menyukai yang seperti ini?" godanya.
"Entahlah. Aku belum tau,"
"Kau mau mencobanya?"
"Tapi, itu sangat menakutkan,"
"Jangan khawatir. Bukankah aku sudah bilang, aku akan melakukannya dengan lembut. Begitu juniorku menyentuh milikmu kau akan merasakan nikmat yang luar biasa," godanya lagi.
"Tapi, Tuan ...."
Seketika Lucas langsung menindih tubuh Lunar dan menyentuh bibirnya. Lunar terperanjat kaget saat tiba-tiba sebuah bibir mengecup bibirnya. Kini keduanya begitu lihai menikmati permainan itu. Lidah dan bibir mereka saling bertaut dengan lihainya. Permainan Lucas cukup mahir dan membuat Lunar hampir kehabisan napasnya.
Usai bermain lidah, Lucas menyusuri leher jenjang milik Lunar. Di sana ia meninggalkan beberapa jejak kiss mark membuat Lunar semakin menikmati adegan panas itu. Sesaat, Lucas menghentikan aksinya dan menarik lingerie yang dikenakan gadis itu. Tatapannya beringas saat melihat dua bukit kembar menjulang tinggi. Begitu ranum dan menggugah gairahnya yang kian menggebu. Tangannya memainkan bukit kembar itu dengan penuh perasaan. Di sana ia dapat mendengar jelas rintihan dan desahan yang keluar dari mulut Lunar.
Kemudian tangannya kembali menyusuri bagian bawah gadis itu yang sudah tampak lembab. Lucas menarik lepas lingerie itu hingga nampaklah kemolekan tubuh Lunar tanpa sehelai benang. Ia semakin beringas dan memainkan tangannya di bagian selangkangan Lunar.
"Ahhh." hanya itu yang keluar dari mulut Lunar.
Lucas mencoba merangsang gadis itu dan memainkan liang kewanitaan itu dengan lidah. Lucas begitu lihai memainkan benda itu dengan lidahnya. Lunar sedari tadi membuka dan menutup mata sambil menikmati setiap permainan itu. Ini merupakan ONS pertama kali yang ia lakukan. Lunar dapat merasakan nikmat yang tidak ada habisnya.
"Aku masukkan sekarang, ya Sayang?" pinta Lucas lalu melumat bibir gadis itu penuh gairah.
***
"Mari kita bicara, ada apa sebenarnya tadi?" Setelah memasuki ruang kerja, Lana menatap langsung ke arah Erza. "Ini, Lana, sekarang aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya padamu." Erza kebingungan. "Kamu tidak tahu bagaimana menjelaskannya? Apa yang kamu lakukan dengan Wina tadi di dalam kamar?" Emosi Lana membuncah. Pada saat ini, Lana merasa akan pingsan. "Erza, apakah itu tidak berlebihan?" Lana tidak tahan. Perasaan ini membuat hati Lana sangat tidak nyaman. "Lana, aku sebenarnya seorang dokter, tapi penyakit Wina agak aneh. Ditambah lagi, aku hanya mendengar sedikit tentang penyakit itu, jadi aku tidak bisa menjelaskannya padamu." Erza melihat langsung ke mata Lana. Lana membuka mulutnya lebar-lebar dan memandang Erza di depannya. Dia tidak percaya apa yang dikatakan Erza. "Bahkan jika kamu tidak ingin memberitahuku, jangan berbohong padaku!" bentak Lana. "Lana, aku benar-benar seorang dokter. Jika kamu tidak mempercayaiku, aku akan menunjukkannya padam
Tetapi begitu Erza pergi, banyak orang mulai berbicara dengan nada tidak senang. Tentu saja itu wajar. Mereka harus bekerja delapan jam setiap hari, bahkan kadang-kadang bekerja lembur. Tapi, Erza justru sering pergi begitu saja, datang begitu saja seenaknya sendiri. Erza tidak peduli, dia langsung meluncur untuk menuju ke restoran berkecepatan tinggi yang dimaksud Farina. Dia memutuskan untuk tidak mengajak Wina karena akan memakan waktu Selama makan, mereka berdua bisa berbicara, tapi Farina terus minum. "Jangan minum terlalu banyak." Melihat Farina ingin minum lagi, Erza segera mencegahnya. "Aku masih kuat minum!" teriak Farina dengan lantang. Teriakan ini menarik perhatian banyak orang, namun saat melihat Farina mengenakan seragam polisi, banyak dari mereka yang berpura-pura tidak menyadarinya. Bisa dikatakan mereka semua tahu bahwa itu adalah Farina. "Jangan minum!" bentak Erza. Gadis itu tidak menghiraukannya. Selanjutnya, Erza tidak tahu berapa banyak yang d
"Orangtuamu berasal dari Jakarta dan setelah kamu lahir, mereka tetap tinggal di sana. Artinya, tempat lahirmu adalah Jakarta, bukan Semarang," jelas Farina. "Apa?" Erza terdiam sejenak. Tempat kelahirannya adalah Jakarta? "Ya, menurut informasi, orang tuamu sepertinya terburu-buru saat itu, jadi semua informasi tentang kepindahan mereka ke Semarang tidak ditemukan. Sepertinya ada yang sengaja menyembunyikannya, dan aku tidak bisa muncul sekeras apa pun aku memeriksanya." Di akhir pembicaraan, Farina juga sedikit tidak berdaya. Entah itu kakek Erza, atau orang tua Erza, ada banyak hal aneh tentang keluarganya. “Mungkinkah kakekku yang melakukannya?” tanya Erza setelah beberapa saat. "Ya, namun juga, orang tuamu hanyalah profesor di sebuah universitas. Mereka seharusnya tidak memiliki kemampuan seperti itu. Sepertinya kakekmu sekarang ada di Jakarta, dan dia memiliki kekuasaan di sana." Farina merasa ini adalah penjelasan yang paling masuk akal. Ketika mendenga
"Kamu di mana?" Ketika dia dengan cepat berlari ke bawah, Erza menyadari bahwa dia bahkan tidak menanyakan alamat Farina. "Aku di polres sekarang," jawab Farina. "Aku akan segera ke sana." Setelah menutup telepon, Erza dengan cepat mengambil mobilnya dan menuju ke Polres Semarang. Dalam perjalanan, adegan peristiwa masa lalu terus-menerus teringat di benak Erza. Dia awalnya memiliki masa kecil yang bahagia, tetapi sepuluh tahun yang lalu, orangtuanya tiba-tiba menghilang. Para polisi juga menyelidiki kasus ini, tetapi tidak ada hasil. Erza akhirnya menjadi yatim piatu. Kemudian, dia bertemu dengan seorang tentara yang membawanya ke markas. Melalui usahanya sendiri, Erza akhirnya menjadi prajurit dan mendapatkan banyak gelar kehormatan atas jasanya. Dia sangat senang saat berada di medan perang bersama rekan seperjuangannya. Namun, saat dia mendapat suatu misi yang sangat sulit dan rekan-rekannya itu harus menjadi korban, air mata Erza mengalir hampir tak terkendali.
"Aku mau ke toilet dulu," kata Sanca seraya berdiri. Sejujurnya saat ini, Sanca sedikit pusing. Bagaimana tidak? Dia harus mengeluarkan uang berpuluh-puluh juta dalam semalam. Setelah berada di toilet, Sanca mulai menelepon kemana-mana untuk meminjam uang karena dia tidak punya cukup uang. Meski dia adalah anak walikota, tapi dia sama sekali tidak mungkin untuk memesan semua menu premium. Di sisi lain Lana bertanya, "Erza, apakah ini tidak terlalu berlebihan? Apakah kita harus melakukan ini?" "Apa yang berlebihan? Dia awalnya berniat buruk padamu, jadi kita harus memberinya sedikit pelajaran sekarang," kata Erza sambil mulai makan. "Sial! Ke mana semua teman-teman brengsek ini? Mereka biasanya menggunakan segala macam alasan untuk meminjam uang dariku, tapi saat aku meminjamnya mereka malah tidak menggubris sama sekali," gertak Sanca. Di toilet, setelah lama menelpon, Sanca tidak tahu berapa orang yang sudah dia hubungi. Untungnya, dia akhirnya mendapatkan pinjaman
"Karena Erza juga ada di sini, ayo makan bersama saja," kata Lana. Melihat Lana berbalik dan masuk, Sanca juga dengan cepat mengejarnya. Bahkan jika dia tidak dapat melakukan apa-apa dengan Lana hari ini, tetapi setidaknya sesi makan malam ini dapat memberi kesan baik untuk dirinya. Sejak Sanca kembali dari belajar di luar negeri, orangtuanya selalu mendukung dirinya untuk berkencan dengan Lana. Jika Sanca bisa menikah dengan Lana, maka perusahaan Lana juga akan menjadi miliknya. Untuk mendapatkan hati Lana, orangtua Sanca memberikan berbagai macam fasilitas padanya untuk menarik perhatian gadis itu. "Ayo, pesan apa saja yang ingin kamu makan," kata Sanca dengan sombong setelah mereka masuk ke ruangan VIP di restoran hotel itu. "Saya tahu bahwa Tuan Sanca sangat murah hati," ucap Erza terkekeh. Sanca hanya tersenyum dan mengangguk sambil mengutuk pria itu di dalam hati. Lana melihat menu dulu, lalu memesan steak dan sebotol anggur merah. Harganya sekitar 5