"Kamu di mana?" Ketika dia dengan cepat berlari ke bawah, Erza menyadari bahwa dia bahkan tidak menanyakan alamat Farina. "Aku di polres sekarang," jawab Farina. "Aku akan segera ke sana." Setelah menutup telepon, Erza dengan cepat mengambil mobilnya dan menuju ke Polres Semarang. Dalam perjalanan, adegan peristiwa masa lalu terus-menerus teringat di benak Erza. Dia awalnya memiliki masa kecil yang bahagia, tetapi sepuluh tahun yang lalu, orangtuanya tiba-tiba menghilang. Para polisi juga menyelidiki kasus ini, tetapi tidak ada hasil. Erza akhirnya menjadi yatim piatu. Kemudian, dia bertemu dengan seorang tentara yang membawanya ke markas. Melalui usahanya sendiri, Erza akhirnya menjadi prajurit dan mendapatkan banyak gelar kehormatan atas jasanya. Dia sangat senang saat berada di medan perang bersama rekan seperjuangannya. Namun, saat dia mendapat suatu misi yang sangat sulit dan rekan-rekannya itu harus menjadi korban, air mata Erza mengalir hampir tak terkendali.
"Tolong! Jangan sentuh aku, Tuan. Aku mohon ...." rintih Lunar saat pria bernama Lucas itu mulai menindih tubuhnya.Pria di hadapannya tak peduli lagi dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Lunar. Meski sesekali Lunar menampakkan tangisnya, pria itu tak sedikit pun merasa belas kasihan. "Tuan, aku mohon ... jangan sentuh aku ...." rengek Lunar tak henti-henti. "Diam! Jangan banyak merengek ataupun menangis. Suamimu telah menjualmu dengan harga satu milyar padaku. Jika aku menyia-nyiakanmu, aku akan merasa rugi." bentak Lucas dengan intonasi tak dapat terkontrol lagi.Lunar hanya bisa menangis dan tak menduga jika suaminya tega menjualnya kepada Lucas. Mungkin ini memang salahnya, saat lima tahun menikah Lunar tak pernah mengizinkan Doris untuk menyentuhnya. Bukan apa-apa, semua itu Lunar lakukan karena suatu sebab dan alasan.Kini ia tak dapat lari dari pria arrogan itu, untuk merangkak saja dirinya sudah tak kuasa. Matanya hanya bisa mengeluarkan bulir-bulir bening yang membuat dad
"Ah, Tuan. Jangan lakukan itu, aku takut ...." ucap Lunar sambil menutup kedua matanya. "Apa yang kau takutkan? Bukankah kau juga menginginkannya?" goda Lucas membuat Lunar membuka matanya.Mereka kini sama-sama saling menatap, Lucas mendekatkan wajahnya ke arah bibir Lunar. Wanita itu mencoba menyangkalnya. "Apa yang akan kau lakukan, Tuan?" "Kau milikku sekarang. Jadi, aku bebas mau melakukan apa saja semauku," "Tapi ... aku masih virgin, Tuan. Aku tak mungkin menyerahkan keperawananku begitu saja," "Aku tidak peduli. Justru itu yang kumau."Lucas tampak mengambil remote di sampingnya dan memadamkan lampu di kamar itu. Suasana malam itu sangat senyap. Dalam remang-remang malam itu, hasrat Lucas semakin melonjak. Tatkala ia melihat dan menyaksikan dengan jelas postur tubuh Lunar yang amat menggiurkan. Lucas segera mendekatkan bibirnya dengan bibir Lunar. First kissing pun dimulai. Lunar tampak tercengang dan sesaat ia memejamkan matanya sembari menikmati permainan lidah Lucas. K
Melihat kejadian itu, Hans merasa geram dan menatap wajah keponakannya itu. Ia pun hendak menampar pipi Lucas dan dengan cepat Lucas mencekalnya. "Kau jangan mencampuri urusan orang lain. Dasar pengkhianat!" gertak Lucas tersulut emosi. "Jangan banyak bicara, Lucas! Aku melakukan ini atas perintah Nyonya Grace. Seharusnya kau juga tidak perlu menceraikannya. Jika bukan karena Grace, adikmu tidak akan selamat!" tegas Hans tak kalah lantang. "Dasar! Ini urusan rumah tanggaku. Jangan membawa-bawa dengan kecelakaan adikku. Sebaiknya kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu itu," "Kau jangan asal bicara, aku tidak pernah berbuat apapun atas kematian bibinya Grace, kau sendirilah yang membunuhnya."Hans begitu marah dan masih terus menatap tajam wajah Lucas. Sementara, Lucas tak mau kalah ia merasa dirinya begitu hina atas tuduhan pamannya. Ia pun meninju wajah Hans membuat pria itu merasa kesakitan. "Sial! Kau berani membuatku celaka. Kau juga harus merasakan ini."Hans mulai ters
Lunar tampak membulatkan kedua matanya, sesaat ia mengedarkan pandangannya ke arah depan. "Aku tidak setuju." tukasnya membuat Lucas semakin ingin menggodanya. "Kau harus setuju, karena kau gadisku." Lunar langsung terdiam. Ia sudah kehabisan kata-kata dan membuat dirinya ingin memaki pria itu.Lucas tertawa senang menampakkan barisan giginya yang rapi. Ia pun kembali fokus menyetir hingga mereka tiba di sebuah hotel yang dituju. Di sana Lucas memarkirkan mobilnya dan mempersilahkan Lunar turun layaknya seorang putri. Lunar menerima perlakuan Lucas dengan baik. Mereka berjalan menuju kamar di mana mereka menetap.Dari kejauhan, terlihat seseorang tampak memperhatikan gerak gerik mereka berdua. Semua itu tak menaruh curiga sedikit pun antara Lucas dan Lunar. "Akhirnya sampai juga, aku sudah cukup lelah." ungkap Lunar lalu membanting tubuhnya di atas ranjang saat mereka tiba di kamar. "Apa kau tidak pernah bepergian sebelum itu? Saat menikah dengan Doris? Ah, bukan itu maksudku. Seb
"Aku takut terasa sakit, Tuan," ucap Lunar setelah melepas ciuman itu. "Itu hanya sebentar, Sayang. Setelahnya kau akan merasakan sensasi yang begitu nikmat. Tahan, ya? Aku akan memasukkannya secara perlahan." balas Lucas, lalu membimbing juniornya ke arah liang kewanitaan Lunar. Di sana, ia mencoba menggesek-gesekkannya sebelum membenamkan benda itu.Terlihat Lunar mengerang, mendesah serta merintih menikmati setiap gesekan demi gesekan. "Tahan, Sayang. Ahhh ... sempit sekali. Baiklah, aku coba kembali. Aaahh ... akhirnya," Lucas tertawa senang saat juniornya telah masuk ke vagina Lunar. "Sakit Tuan. Ini perih sekali," rintih Lunar tak dapat menahannya.Rasanya ada sesuatu yang telah robek dan membuat miliknya terasa perih. "Tahan, Sayang. Aku mainkan secara pelan."Lucas mendorong benda itu lebih dalam dan bergerak naik turun mengikuti irama permainan itu. Kenikmatan mana lagi yang kau dustakan? Ini merupakan kenikmatan yang amat luar biasa dan baru pertama kali ia rasakan. Begi
Di kamar Presidential Suite di sebuah hotel di Kota Malang yang sejuk, Erza membuka matanya. Kekuatan di tubuhnya tampak habis, dan rasa lelah menyelimutinya. Sebenarnya Erza jarang merasa lelah seperti ini. Rasa sakit di kepala berangsur-angsur memulihkan ingatan Erza. Dia minum banyak alkohol tadi malam, dan itu adalah rekor dalam hidupnya. Sialan! Demi langit dan bumi, aku, Erza, bersumpah bahwa aku akan membalas dendam padamu. Tidak peduli siapa dirimu, aku pasti akan menghabisimu. Aku akan membalaskan dendamku padamu! Pekik Erza berulang kali dalam hatinya. Dia terus mengucapkan kata-kata ini di dalam hatinya dengan urat di dahinya yang menonjol, dan napas yang terasa berat. Niat membunuh yang kuat mulai menyebar ke tubuh Erza. Tanpa diduga, air mata jatuh dari sudut matanya, dan kepalan tangan Erza menegang. Rasa sakit di hatinya membuat Erza tegang. Erza lebih suka percaya bahwa itu hanya mimpi. Dia bahkan mengatakan bahwa dia akan membayar berapa pun as
Mungkin karena terlalu banyak hal yang terjadi baru-baru ini Erza tertidur tanpa sadar saat di pesawat. "Pak, pesawat telah mendarat." Suara pramugari membawa Erza kembali ke dunia nyata. "Ah, baik. Terima kasih," ucap Erza. Erza turun dari pesawat dan keluar dari bandara. Saat Erza keluar dari bandara, dia tercengang. Kota Semarang, meskipun hanya terlihat dari sebuah bandara, benar-benar berbeda dari sepuluh tahun yang lalu. "Ini gila!" Erza menggelengkan kepalanya. Begitu dia hendak menghentikan taksi, Erza menyadari bahwa dia tidak punya uang. Erza juga sedikit tidak berdaya. Berpikir tentang itu sekarang, dia benar-benar merasa tertekan. Namun, bagi Erza yang telah melewati badai dan ombak hal ini tidak akan membuatnya menyerah. Setelah membuka dompetnya, Erza menemukan uang 10 ribu rupiah. "Karena aku tidak mampu membayar taksi, ayo naik bus saja!" gumam Erza. Setelah beberapa saat, Erza akhirnya menemukan lokasi halte bus. Dia langsung naik bus