Share

Bab 2

Author: Frands
last update Last Updated: 2025-04-30 20:11:01

“Jangan coba-coba untuk lari.”

Ternyata wanita yang duduk di atas perut Wirya adalah Panglima kerajaan yang bernama Amita Jayani.

Sementara Wirya hanya bisa menelan ludah, tubuhnya membeku.

Amita menarik tubuh Wirya dengan paksa agar berdiri.

“A–apa salahku? Kenapa aku diperlakukan seperti ini?” Keringat di tubuh Wirya mengalir deras.

Dia memang tak mengerti kenapa dia harus ditangkap oleh Para Prajurit Kerajaan.

Amita memang prajurit terbaik di kerajaan Wanawaron. Seorang diri dia menyeret paksa tubuh Wiryana Pangestu memasuki istana kerajaan.

“Ayo cepat jalan! Dasar Pria!”

Setelah melewati pelataran istana yang lumayan luas, Amita yang masih menguasai Wirya bertemu Perdana Menteri kerajaan yang sedang berdiri di depan pintu masuk.

“Apakah dia yang akan kita jadikan korban?” Tanya Adiwidya.

Amita mengangguk dengan percaya diri.

Wirya kembali meronta sebelum mereka memasuki aula kerajaan.

“Aku mau dijadikan korban apa? Lepaskan aku!”

Namun Amita justru melingkarkan belati ke leher Wirya, membuat satu-satunya pria di ruangan itu tercekat!

Adiwidya yang berjalan di depan memasuki aula terlebih dahulu. Kemudian disusul Amita yang masih dengan kekerasannya memaksa Wirya.

Amita mendorong tubuh Wirya yang masih terikat ke depan hingga tersungkur, “Beri hormat pada Ratu!”

Adiwidya selaku perdana menteri maju sedikit ke depan sambil menunduk.

“Mohon maaf, Yang Mulia Ratu. Pria ini adalah kandidat untuk tumbal kita.”

Ratu Arunya perlahan turun dari singgasananya. Kedua kakinya melangkah dengan sangat elegan menuruni anak tangga.

Gaunnya yang panjang menyeret ke tanah menambah kesan anggun dalam setiap gerakannya.

“Jadi, siapa namamu?” Arunya sudah berdiri tepat di depan Wirya yang masih tersungkur di lantai.

Suara lantang Arunya menggema di ruang sidang kerajaan.

“...” Wirya masih tetap diam sambil meringis kesakitan.

Di saat Wirya menahan sakit, dari balik pintu sepasang mata sedang mengintip apa yang sedang terjadi di ruang kerajaan.

Pintu itu memang memiliki motif melingkar yang memiliki lubang kecil menambah kesan tradisional yang elegan.

Mata itu memanfaatkan lubang tersebut untuk terus melihat kejadian demi kejadian. Terlihat Amita memaksa tubuh Wirya untuk berdiri.

“Kamu benar sekali, Amita. Jika tidak kasar dia akan melawan.” Arunya mengangkat dagu Wirya dengan ujung jarinya.

Amita mengangguk dengan senyuman sambil memegang tubuh Wirya dari belakang.

Arunya melangkah mondar-mandir di depan Wirya. “Kita harus mendapatkan bibit unggul untuk Tuan Putri. Aku ingin kita menguji dia terlebih dahulu sebelum ritual benar-banar dilakukan. Jika dia tak layak, langsung lenyapkan saja agar rahasia kerajaan tidak bocor.”

Amita dan Adiwidya kompak mengangguk perlahan seolah mereka sudah biasa mendengarkan perintah Sang Ratu.

“Amita, bawa dia ke penjara!”

“Adiwidya, kamu urus pengujiannya.” Lanjut Ratu Arunya memberi titah dengan sangat lantang.

Di balik sikap kasarnya terhadap Wirya, Ratu Arunya Jasarani dikenal rakyat sebagai pemimpin yang baik. Selain baik dia juga memiliki paras cantik dan menjunjung tinggi kebiasaan yang diturunkan dari leluhur pendiri Wanawaron.

–––

Wirya akan dijebloskan ke dalam penjara bawah tanah.

Saat dalam perjalanan rombongan Amita, Adiwidya dan Wirya yang hendak menuju ruang bawah tanah berpapasan dengan seorang wanita yang cantik. Memakai jubah terbuat dari katun tipis, dengan aksesoris perhiasan yang terlihat tampak elegan.

“Perdana Menteri, Panglima. Siapa dia?” Suara lembut gadis itu menyapa.

Adiwidya dengan sopan sedikit melangkah ke depan, penuh perhatian. “Dia adalah calon untuk ritual pembuahan minggu depan, Tuan Putri.”

Ternyata wanita itu adalah Putri dari kerajaan Wanawaron, itu berarti dia adalah anak dari Ratu Arunya Jasarani.

Dewi Kirani.

Kulitnya yang putih mulus dan bersih tanpa noda kontras dengan rambut hitamnya yang digelung ke belakang. Tubuhnya yang proporsional dengan ukuran bahu, pinggang dan pinggul yang hampir sama tertutup oleh jubah lebar berwarna putih yang sedikit terawang.

Hal itu membuatnya menjadi wanita paling cantik di seluruh kerajaan Wanawaron. Kecantikannya tak banyak diketahui oleh kerajaan-kerajaan lain, sehingga disebut sebagai mitos belaka.

Dewi Kirani menatap Wirya dengan saksama. Pandangan teduh terpancar dari sorot matanya.

“Siapa namamu?” Tanya sang Putri dengan lemah lembut.

Wirya yang sejak tadi menunduk, mulai memberanikan diri untuk membalas tatapan Dewi Kirani. Tak sama saat berhadapan dengan Ratu sebelumnya, Wirya membalas ucapan Dewi Kirani.

“Wiryana Pangestu.”

“Kamu berasal dari mana, Wirya?” Suara lembut Dewi Kirani seperti tiupan seruling yang menghipnotis Wirya.

“A–aku.. bukan dari jaman ini.”

Setelah mendengar itu, Dewi Kirani mempersilahkan Amita dan Adiwidya melanjutkan perjalanan membawa Wirya ke penjara.

Dewi Kirani masih memperhatikan Wirya dari kejauhan. Meski ada pandangan yang aneh dalam tatapan Dewi Kirani.

Bukan dari jaman ini!

Kalimat itu kian membuat Dewi Kirani penasaran.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tawanan yang Menawan   Bab 160

    Beberapa minggu telah berlalu sejak penobatan Wirya, dan istana kerajaan Nusantara mengalami perubahan drastis. Aturan baru yang ditetapkan Wirya—bahwa semua penghuni istana harus telanjang—telah menciptakan atmosfer yang penuh dengan hawa nafsu. Suatu pagi, ketika Wirya sedang duduk di singgasananya dengan beberapa wanita telanjang mengelilinginya, tiba-tiba muncul kilatan cahaya terang di tengah ruang takhta. Dari cahaya itu muncul dua sosok—Joko Loyo yang tampak tua dan bijaksana, serta Murni, istrinya yang cantik dengan mata penuh kelembutan.“Wirya!” hardik Joko Loyo, matanya menyala-nyala melihat pemandangan tak senonoh di istana. “Apa yang telah kau lakukan?”Wirya bangkit dari singgasana, dengan sombongnya menunjukkan tubuh telanjangnya yang perkasa. “Joko Loyo! Lihatlah kerajaanku! Aku memiliki segalanya di sini!”Murni menutup matanya, malu melihat kemerosotan moral Wirya. “Wirya, kami mengirimmu ke masa lalu untuk menyelamatkan sejarah, bukan untuk menghancurkannya!”Joko

  • Tawanan yang Menawan   Bab 159

    Wirya menarik napas dalam. “Cincin ini... lagi-lagi...”Amita meletakkan gelas dan mendekat. “Kau tidak harus melawan hasratmu sendiri, Wirya. Kau adalah raja sekarang.”Dia berlutut di depan Wirya, tangan hangatnya menyentuh kaki Wirya. “Biarkan aku membantumu malam ini.”Cincin itu berdenyut lebih kencang, seakan menyetujui. Dan untuk malam ini, Wirya memutuskan untuk menyerah pada takdir dan hasrat yang telah dipilihkan untuknya.Amita mendekat dengan langkah yang penuh keyakinan, matanya tidak lagi memancarkan sikap prajurit yang tegas, melainkan kelembutan seorang wanita. Cahaya bulan dari balkon menerpa sisi wajahnya, menciptakan siluet yang memesona.“Wirya,” bisiknya, tangannya yang biasanya memegang pedang kini dengan lembut melepaskan jubah kerajaan yang dikenakan Wirya. “Kau tidak perlu melawan ini. Cincin itu adalah bagian dari takdirmu, dan hasrat ini adalah bagian dari kekuatanmu.”Wirya menarik napas dalam, mencoba melawan gelombang gairah yang semakin menjadi. “Tapi...

  • Tawanan yang Menawan   Bab 158

    Hampir tiap hari Wirya dan Ratu Arunya sering mengunjungi gua tersebut.Di dalam gua yang diterangi cahaya keemasan dari cincin Wirya, ketika dua tubuh itu terpisah dengan napas masih tersengal. Arunya berbaring di atas jubahnya yang terhampar, wajahnya memancarkan kepuasan dan kedamaian yang lama hilang. Dari luar gua, suara Amita memanggil dengan hormat. “Yang Mulia? Pemukiman pertama sudah siap. Rakyat menanti perintah berikutnya.”Wirya dan Arunya saling memandang. Saatnya kembali kepada tanggung jawab. Dengan gerakan perlahan, mereka mengenakan kembali pakaian mereka. Wirya membantu Arunya berdiri, dan di matanya kini terlihat penghormatan yang berbeda.“Siapakah yang akan kau pilih sebagai permaisuri?” tanya Arunya sambil merapikan rambutnya. “Amita mungkin pilihan yang tepat. Dia kuat dan disegani.”Wirya menggeleng. “Masih terlalu cepat untuk memikirkan itu. Kerajaan harus dibangun terlebih dahulu. Dan...” dia menatap Arunya, “apa yang baru saja terjadi antara kita...”“Adala

  • Tawanan yang Menawan   Bab 157

    “Aku...” gumamnya, suaranya bergetar. “Aku akan tinggal.”Dia berlutut menghadap Ratu Arunya, mengangkat tubuhnya perlahan. “Bangunlah, Yang Mulia. Aku bersumpah akan membantumu membangun kerajaan baru. Masa depanku... biarlah menjadi masa lalu.”Ratu Arunya memeluk Wirya erat, tangisnya pecah melegakan.Di tepi pantai, rombongan terakhir kerajaan yang hancur mulai menaiki perahu-perahu yang telah disiapkan. Wirya berdiri di samping Ratu Arunya, memandang lautan luas yang akan mereka seberangi.“Tanah baru itu bernama Nusantara,” ucap Ratu Arunya, matanya menerawang mengingat sesuatu. “Tempat di mana leluhur kita pertama kali menginjakkan kaki.”Amita mendekat dengan beberapa peta kuno di tangannya. “Menurut catatan, di sana terdapat tanah subur dengan sungai-sungai yang jernih. Tapi...” dia berhenti sejenak, “menurut legenda, tempat itu juga dijaga oleh roh-roh penjaga yang perkasa.”Wirya merasakan cincin di jarinya bergetar halus. “Aku merasa... ada yang memanggil dari sana. Sepert

  • Tawanan yang Menawan   Bab 156

    Wirya memeluk Arunya erat, mengarahkan telapak tangannya sekali lagi. Kali ini, dengan keyakinan penuh, dia membayangkan melindungi Arunya dan menghentikan Candra Damar untuk selamanya.Cincin itu menyala dengan intensitas luar biasa, membentuk perisai energi yang mendorong Candra Damar hingga terpental ke dalam terowongan. Batu-batu mulai runtuh, menutup pintu keluar.Saat debu mengendap, Wirya dan Arunya terduduk lelah. Mereka selamat, tapi kehilangan Surya. Di kejauhan, asap masih membubung dari istana yang hancur.“Perjuangan belum berakhir,” bisap Arunya, “tapi hari ini, kita masih punya harapan.”Wirya memapah tubuh Ratu Arunya yang lemah melalui hutan belantara menuju titik evakuasi di Pantai Gua Karang Timur. Dengan setiap langkah, harapan mereka untuk menemukan para pengungsi yang selamat semakin berkobar. Namun, yang menyambut mereka hanyalah pemandangan yang menghancurkan hati.“Tidak...!” tercekik Arunya begitu matanya menangkap sosok yang terbaring di antara reruntuhan pe

  • Tawanan yang Menawan   Bab 155

    Surya melemparkan busurnya dan menghunus pedang. “Laporan kematianku terlalu berlebihan, Candra. Dan sekarang, aku datang untuk mengembalikan kehormatan kerajaan!”Dia melompat ke tengah ruangan, pedangnya berkilat di cahaya bulan. “Anak muda! Lindungi Ratu! Aku yang akan menghadapi mereka!”Wirya segera berlari ke arah Arunya, melepaskan jubahnya sendiri untuk menutupi tubuh ratu yang setengah telanjang. Pertarungan sengit pun pecah antara Surya melawan pasukan Candra Damar, memberikan harapan baru di tengah keputusasaan.Surya bergerak lincah seperti harimau, pedangnya menari-nari membentuk lingkaran cahaya perak. Setiap tebasannya tepat sasaran, menjatuhkan prajurit Pasukan Bulan satu per satu. Darah berceceran di lantai candi yang dingin.“Wirya, bawa Ratu pergi dari sini!” teriak Surya sambil menangkis serangan tiga prajurit sekaligus.Wirya dengan sigap mengangkat tubuh Ratu Arunya yang masih lemah. “Ke mana kita harus pergi?”“Terowongan di balik patung dewa!” sahut Surya singk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status