Share

Bab 4

Apanya yang sebentar? Bahkan jika ada gempa sekalipun, Li Wei rasa Guru Liu tidak akan mengakhiri kelasnya.

Li Wei melengos lelah dan menatap ke arah murid lain. Bukan hanya dirinya, wajah letih murid lain pun seakan mengeluh bosan.

“Butuh empat tahun utuk kuasai Pipa, dua tahun untuk guqin dan hanya beberapa bulan untuk guzheng. Bermain guqin tak sesederhana itu. Jika ingin mencapai melodi yang sangat indah, kalian harus mencapai suasana hati dan keadaan batin yang tenang, maka pikiran akan menjadi satu. Apa kalian paham?”

“Paham, Guru Liu,” jawab semua murid serentak.

“Xia Hexi cobalah.”

“Baik, Guru Liu.” Di bagian depan salah satu murid tengah memainkan lagu.

“Salah.” Guru Liu menyela permainan si murid. “Kau belum menghayati perasaan. Hati tidak sejalan dengan tangan. Sehingga suara alat musik tumpul, tidak lembut, dan tidak jernih. Sangat sumbang.”

“Benarkah? Lalu seperti apa permainan yang benar, Guru Liu?” Xia Hexi memajukan bibirnya tidak terima.

Guru Liu melongok ke belakang pada bangku paling ujung. “Putri Li Hua,” panggilnya yang seketika mengejutkan Li Wei yang kini sedang menguap.

Li Wei langsung mengatupkan mulutnya yang ternganga dan memperbaiki posisi duduknya menjadi tegak. “Ya, Guru Liu.”

Sang guru berdeham. “Sebagai murid yang paling berbakat, mainkan satu lagu sebagai contoh untuk temanmu yang lain.”

Li Wei tersenyum, tapi hanya setengah, setengahnya lagi meringis. Li Hua asli memang benar berbakat dalam bermain guqin, sementara dia … adalah Li Wei yang berasal dari dunia modern, yang tidak pernah bersentuhan secara langsung dengan alat musik tersebut.

Selama rentang waktu satu bulan ini, Nyonya Lin juga telah melatihnya dan hasilnya tetap tidak meningkat. Justru yang ada Nyonya Lin memilih angkat tangan. Dan, … jika dia mempertontonkan kemampuannya sekarang di hadapan semua orang, dia hanya akan mempermalukan image berbakat Li Hua asli. Arrrgghh sialan! bahkan permainanku lebih buruk ketimbang murid yang tadi!

“Putri Li Hua?” panggil Guru Liu lagi ketika menyadari Li Wei malah melamun.

Panggilan itu membuat Li Wei tersentak. “Ya…” Ia menggengam dengan erat guqin di depannya. “Saya akan mainkan sekali,” jawab Li Wei agak gugup.

Setelah menghirup napas dalam-dalam, Li Wei mulai menyentuh senar guqin dengan terpaksa. Tangan kanan memetik senar, tangan kiri menekan senar untuk mendapat melodi. Li Wei mungkin hanya akan menunjukkan kemampuan ala-alanya.

Saat jari-jemarinya mulai menari di atas senar guqin. Anehnya, ... suara yang keluar terdengar lain. Itu tidak seperti lagu yang Li Wei mainkan, sebab melodinya mengalun sangat indah dan merdu. Semua orang terpana dan terdiam meresapi lagu. Bahkan, Guru Liu hampir berurai air mata. Ada pula yang menangis diam-diam akibat melodinya terdengar menyayat hati.

Mengetahui orang di kelas tidak menyadari keanehan ini, Li Wei pun hanyut dalam kepura-puraan. Dia memejamkan matanya dengan gesture anggun dan elegan, selayaknya orang mahir yang benar-benar memainkan lagu tersebut.

Satu lagu selesai. Samar-samar Li Wei bernapas lega setelah ‘berhasil menyelesaikan’ permainan guqinnya. Siapapun itu yang membantuku, aku sungguh berterimakasih.

Guru Liu dan murid lain memberi tepuk tangan kagum pada Li Wei, kecuali Xia Hexi, murid yang ditunjuk sebelumnya itu kini bermuka masam.

“Ini baru benar. Inilah melodi ikatan dan benci.” Guru Liu tersenyum bangga. “Putri Li Hua, apa kau bisa memberitahuku judul lagu tadi?”

Pertanyaan itu seketika membuat Li Wei kelabakan. Masalahnya Li Wei sendiri juga tidak tahu. Li Wei menghela napas sejenak. Inilah saatnya mengarang bebas, seperti saat ia mengerjakan esai.

“Lagu yang kumainkan tadi berjudul Melodi rindu abadi. Lagu ini adalah tentang kerinduan dan kebencian. Namun, sebenarnya kebencian terdalam dan terkonyol di dunia ini lahir dari cinta. Jika ingin membuat orang merasa haru. Maka ketika memainkan lagu ini harus memikirkan orang yang dicintai dalam hati. Memikirkan baik dan buruknya barulah semua perasaan bisa bergabung sehingga menggerakkan hati orang.”

Dengan tenang Li Wei menceritakan kalimat yang ia kutip dari sebuah drama yang belum lama ini ia tonton saat di dunia modern.

Kepala Guru Liu teranggut-anggut naik turun sambil mengelus jenggotnya yang putih. “Menarik. Benar-benar murid yang berbakat.”

“Terima kasih, Guru Liu.” Li Wei tersenyum sambil kepalanya menunduk sopan.

“Kalian sudah dengar yang dikatakan Putri Li Hua, ‘kan? Belajarlah yang baik agar kemampuan kalian mampu menyamai Putri Li Hua.” Guru Liu mengedarkan pandangannya ke semua murid.

“Baik, Guru Liu.”

“Baiklah murid sekalian, pelajaran hari ini selesai. Kalian boleh pulang sekarang.”

Ini yang ditunggu-tunggu oleh Li Wei. Akhirnya Guru Liu mengakhiri kelasnya juga. Dan begitu Guru Liu benar-benar pergi dari ruangan, Li Wei baru bisa menjatuhkan pundaknya dengan tenang.

Melongok ke luar jendela, Li Wei merasa hari belum terlambat untuk ke tempat latihan Li Yan. Ia segera bangkit dari duduknya guna beranjak keluar. Namun, baru setengah berdiri ia merasakan banyak kaki menghadangnya.

Ketika mendongak, Li Wei bisa melihat dengan jelas bahwa kaki-kaki itu adalah milik murid lain yang tadi sekelas dengannya. Murid yang permainan guqinnya disela oleh Guru Liu berdiri paling menonjol di antara yang lain, Li Wei menebak dia adalah ketua di geng tersebut. Gadis-gadis ini bergaya layaknya bangsawan. Tapi entahlah, Li Wei merasa mereka penuh dengan aura menyebalkan.

Li Wei menaikkan kedua alisnya. “Ada urusan denganku?”

“Jangan berlagak tidak mengenalku,” si murid paling menonjol yang bernama Xia hexi itu berkata sarkastik.

“Xia Hexi langsung eksekusi saja dia. Pelacur ini sangat licik!” Si pengikut muncul menjadi kompor.

Kening Li Wei semakin mengkerut. “Maaf, siapa yang kau sebut pelacur?”

“Masih bertanya?” Pengikut lainnya tampak mendengus dengan tangan terlipat di dada. “Siapa lagi kalau bukan dirimu!”

“Jika begitu bagaimana jika ayah kalian selanjutnya yang tidur denganku?” Dari balik cadarnya Li Wei hanya terkikik. “Tapi, kurasa aku tidak selera dengan ayah kalian. Yah melihat kalian saja begini..” Manik coklatnya memandang mereka atas bawah dengan kilatan mata remeh.

“Hey!” Xia Hexi mulai keluar sungutnya. “Kau ini perempuan … Bagaimana bisa mengeluarkan kalimat memalukan semacam itu?!”

“Kalian duluan yang pertama kali menyebut kata pelacur. Jadi, kalian yang lebih memalukan,” ujarnya ringan.

“Kau—” Xia Hexi berusaha tak tersulut oleh minyak yang dilepaskan Li Wei. Dia kemudian hanya balas meludah. “Cuih! Dasar licik! Aku akan melaporkan pada Guru Liu kalau kau sudah curang.”

“Apa kau baru saja meludah?” Li Wei terkesiap dengan tindakan Xia Hexi. “Yaaa! Jika di duniaku kau pasti sudah dihujat karena meludah sembarangan. Ludah adalah hal sensitif! Bagaimana jika kau menularkan virus padaku? Jauh-jauh dariku.” Li Wei secepat kilat merobek bagian hanfunya yang terkena ludah Xia Hexi. “Menjijikkan.”

“Kau ini bicara apa? Dasar Gila! Aku benar-benar akan melaporkanmu karena telah berbuat curang kepada Guru Liu.”

“Baiklah, sekarang katakan aku melakukan kecurangan apa?” tanya Li Wei sudah jengah menghadapi Xia Hexi.

“Lagu tadi … Itu bukan kau yang memainkan.”

“Terus kalau bukan aku siapa?” tantang Li Wei dengan dagu terangkat naik.

“Aku tidak tahu. Yang jelas, itu tidak mungkin dirimu karena aku sendiri yang telah merusak gu—" Seakan tersadar telah membongkar ulahnya sendiri Xia Hexi segera menghentikan ucapannya yang sudah terlanjur.

“Oh jadi begitu? Sungguh orang jahat..” Ia bahkan tidak menyadari jika ada kerusakan pada guqinnya, tapi Li Wei tetap berpura-pura menggelengkan kepala seolah tak menyangka.

“Kau pernah mendengar ungkapan benih yang baik tak memilih tanah? Seperti ungkapan itu, karena aku adalah orang yang baik. Jadi, di manapun aku berada atau kemana pun aku pergi maka pastinya hanya ada kebaikan yang mengikuti.” Li Wei lantas tersenyum sendiri dengan karangannya. “Hal yang kau tidak tahu adalah saat kau sibuk di depan, aku secara tidak sengaja bertukar guqin dengan murid di sebelahku. Aku tidak tahu kejadian itu akan menyelamatkanku.”

“Kau pasti bohong!” tuduh Xia Hexi tidak mau kalah.

“Kau boleh tidak percaya denganku. Tapi, apa yang akan dilakukan Guru Liu jika tahu kau telah merusak guqinku?”

Xia Hexi menyipitkan matanya gugup. “Ka-kau tidak bermaksud melaporkanku, ‘kan”

Li Wei hanya mengangkat bahunya acuh disertai seringai miring.

“Ti-tidakkk… Aku tidak melakukannya.” Xia Hexi menggeleng-gelengkan kepalanya cepat berusaha mengelak tuduhan.

Bahu Li Wei berguncang karena tergelak dengan reaksi Xia Hexi yang ketakutan. Sedangkan, Xia Hexi mengamati perubahan ‘Li Hua’ yang amat tak biasa. Gadis ini sudah berani melawan dirinya! Tidak seperti ‘Li Hua’ dulu yang hanya diam saja layaknya kerbau yang dicucuk hidungnya.

Xia Hexi lantas menyilangkan tangan di depan dada sambil menaikkan dagu angkuh, “Kau jangan besar kepala hanya karena dipuji oleh Guru Liu.”

“Aku? Besar kepala?” Li Wei menunjuk dirinya sendiri dengan keheranan. “Apa tidak terbalik di sini? Kau siapa hingga berlagak sok di hadapanku? Biar begini aku cantik dan berbakat, pamanku gubernur di wilayah ini, juga aku adalah anak seorang raja dan seli—"

“Pffftttt. Lucu sekali kau menyombongkan hal ini. Kau itu cuma anak yang diasingkan..” sela Xia Hexi dengan nada mengejek dibarengi oleh tawa si pengikutnya.

Alis Li Wei bertaut, tak mengerti ke mana arah pembicaraan gadis itu akan bergulir. “Apa maksudnya?”

Masih dengan tawa remehnya Xia Hexi berkata, “Semua orang di sini tahu, dari lahir kau sudah diasingkan oleh keluarga istana karena kau membawa nasib buruk dan kesialan. Selain itu kau juga penyakitan sampai-sampai harus memakai cadar setiap saat. Kasihan sekali pelacur ini..”

Dengan refleks Li Wei menyentuh cadar yang dikenakan dan bertanya-tanya. Apa ejekan-ejekan dan perundungan ini yang menyebabkan Li Hua akhirnya bunuh diri? Jika dirunut sepertinya memang demikian.

“Benar pasti wajahnya buruk rupa dan bernanah..” sahut kawan gengnya.

Li Wei seketika terkekeh dengan kencang. “Wajahku penyakitan? Lihat ini!” Sejurus berikutnya, ia menanggalkan cadar yang selama ini tidak berani Li Hua buka, menampilkan wajah cantik jelita dengan bentuk lonjong yang pas, mata kecil hitam kecoklatan dan bibir tipis sewarna buah persik. “Apa aku terlihat buruk rupa?”

Xia Hexi dan gengnya langsung tercengang melihatnya. Itu adalah wajah yang jauh lebih cantik dari mereka bahkan para nona lainnya. Li Hua adalah yang tercantik!

Tapi, jika hati sudah dipenuhi oleh rasa iri dengki, jadilah Xia Hexi masih menampik fakta tersebut. Ia justru membuang muka dengan hidung merengut. “Meski kau menunjukkan wajahmu tetap tidak mengubah fakta bahwa kau itu pembawa sial. Raja saja tidak menginginkanmu. Harusnya kau mati saj—"

PLAK..

Tamparan keras berhasil mendarat mulus di pipi kanan Xia Hexi. Bahkan, saking kuatnya tamparan membuat kepala Xia Hexi tertoleh ke samping kiri dengan sisa bekas merah dan dengungan panjang di telinga. Selama sesaat, ia terpaku sambil menyentuh pipinya yang terasa panas. Ia tak mempercayai apa yang baru saja dialaminya barusan akibat perlakuan ‘Li Hua’.

“Beraninya kau?!” desisnya yang baru tersadar dengan mata terbelalak sempurna.

Lancang..! Jaga bicaramu..!” bentak Li Wei dengan keras sampai suaranya terdengar keluar ruangan. Ia mungkin kuat menahah hinaan tapi ketika mengetahui Xia Hexi berbicara kotor terus menerus pada Li Hua, ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menamparnya.

“Kau—!” amuk Xia Hexi tak terima, lantas berbalik ingin balas menampar Li Wei.

“APA?!” tantang Li Wei yang sudah lebih dulu menangkap maksud Xia Hexi. Dengan sigap ia menahan tangan Xia Hexi, menariknya kencang sebelum ia mendorongnya hingga gadis itu jatuh terjerembap menabrak meja kecil di bawah. Gadis-gadis lain pengikut Xia Hexi—yang sedari tadi hanya menonton dari belakang—seketika meringis mewakili kesakitan Xia Hexi secara berjamaah.

Bunyi keras akibat jatuhnya Xia Hexi yang didorong Li Wei menarik perhatian dan menimbulkan rasa ingin tahu semua penghuni Baoyu. Para murid lain yang berada di koridor melangkah mendekat dan berlomba-lomba menjulurkan kepala untuk melongok kejadian selanjutnya.

Hampir semua yang melihat terpekik karena terkejut. Mereka sampai mengucek matanya berkali-kali guna meyakinkan diri bahwa benar pelaku utamanya adalah ‘Li Hua’ bukan Xia Hexi seperti sebelumnya.

Menengok ke belakang, Xia Hexi memberi isyarat pada para pengikutnya yang menunjukkan arti ‘Cepat bantu aku!’. Tetapi, isyaratnya dihiraukan. Mereka justru tampak melangkah mundur sambil memalingkan pandangan, seakan ingin menghindari tatapannya dan tak berani ikut campur. Melihat itu, tak pelak membuat Xia Hexi mendengkus dengan kesal dan merutuk dongkol dalam hatinya, teman macam apa mereka?!

“Dari tadi aku sudah bersabar dan kau terus membuatku marah.” Li Wei kemudian berjongkok, menyamakan tubuhnya dengan Xia Hexi yang terduduk di lantai ubin, lalu mencengkeram kuat dagu Xia He, memaksa agar mendongak ke arahnya. “Tidak ada yang pantas mati. Sekali lagi kau mengatakan seperti itu aku akan merobek mulutmu!”

“Aku tidak peduli. Lepaskan aku, jalang!” ujar Xia Hexi berontak dengan menampik tangan Li Wei di wajahnya.

“Ck!” di luar dugaan, Li Wei hanya mendecak dan sama sekali tak terpengaruh oleh cacian yang dilontarkan Xia Hexi. Li Wei gantian menatap tajam pada Xia Hexi, menganggap seakan-akan manusia di depannya itu sekecil semut.

“Masih ingin berbicara kotor? Baik..” tantangnya santai. Ia mengambil tinta di meja Guru Liu lalu mengoleskannya ke seluruh wajah Xia Hexi yang saat ini kesulitan berdiri.

“Terima ini biar kau juga tahu rasanya dirundung!”–seperti Li Hua. Sekarang muka Xia Hexi tampak sangat kotor dan berantakan.

Li Wei kembali menegakkan tubuhnya, melipat tangannya di dada seraya matanya berkeliling memandang satu persatu orang yang ada di sekitar tempat itu. Sorot matanya tampak dingin tanpa ekspresi. “Lihatlah dia! Apakah kalian juga ingin seperti dia?!”

Semua orang serentak menggeleng-gelengkan kepala. Merasa takut dengan sifat ‘Li Hua’ yang baru. Di sisi lain, Xia Hexi hanya mencebik menarik wajahnya dengan ekspresi yang rumit.

“Jika kalian tidak ingin seperti dia. Maka mulai sekarang kalian dilarang menghinaku. Jika aku sampai mendengarnya … Kalian akan tahu akibatnya!” Teriak Li Wei dengan lantang dan penuh penekanan.

Seusai mengumumkan ultimatumnya, Li Wei pun memutar tubuhnya, perlahan melangkah pergi dari ruangan sambil mempertahankan wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Walau sebenarnya, dalam hati ia sudah tertawa geli setengah mati gara-gara membayangkan dirinya yang sedari tadi berlagak ‘sok keren’.

Sepeninggal Li Wei, Xia Hexi langsung meninju lantai berubin kayu dengan emosi yang meradang, ia sudah tak punya muka akibat dipermalukan. “Dasar iblis!” gumamnya.

Dan dimulai hari itu, reputasi ‘Li Hua’ melejit dengan cepat. Tersebar kabar di seluruh kota Xingnan bahwa ‘Li Hua’ benar-benar Putri berbakat yang cantik, ramah, dan pemberani—dari yang awalnya terkenal akan predikatnya sebagai ‘Putri pembawa sial  yang lemah dan gampang tertindas’.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status