Share

Bab 6

**

“Seperti itulah ceritanya, Tuan Putri,” ungkap A-Xiang sebagai penutup dalam mengakhiri ceritanya.

“Jadi, itu alasannya..” Li Wei tertegun dan terbengong dengan mulut ternganga.

“Aku mengerti sekarang, gara-gara hal ini Xia Hexi terus menghina Li Hu—maksudnya diriku. Karena tidak kuat menghadapi cercaan ini maka waktu itu aku mencoba bunuh diri..”

Bahu Li Wei seketika merosot. Penjelasan A-Xiang barusan menghancurkan imajinernya tentang dia bisa hidup enak di masa ini. Nyatanya, hidup pemilik tubuh ini sangatlah rumit dan dia harus menggantikan kekonyolan itu.

Kepercayaan orang-orang jaman dulu terutama Para Ahli Bintang atau Kaisar Pendiri Dinasti Han membuat Li Wei begitu tak habis pikir. Apa itu salah Li Hua jika ia lahir di Bulan April? Jelas bukan! Toh, Li Hua juga tak meminta agar dilahirkan di bulan April. Ini hanyalah kehendak Tuhan, tapi orang-orang itu tega sekali malah mengasingkan bayi yang masih suci itu jauh dari kedua orangtua kandungnya. Aromanya seperti ada konflik istana.

“Tuan Putri, seharusnya anda tidak boleh melepas cadar ini.” A-Xiang berkata setelah menyadari ‘Li Hua’ tadi keluar dari Baoyu tidak menggunakan cadarnya. “Tuan besar bisa marah jika mengetahui hal ini.”

“Aku kan tadi belum tahu..” Li Wei menghela napas berat. “Aku terpaksa mencopot cadar karena tadi Xia Hexi sudah keterlaluan. Sekali-kali si Xia Hexi itu perlu dikasih pelajaran! Masa wajah cantik begini dibilang buruk rupa?!”

“Setuju! Untuk kali ini aku tidak akan melaporkan hal ini pada orang di kediaman,” ujar A-Xiang yang tak disangka-sangka.

Li Wei sontak terkekeh kencang. “Begitu lebih bagus.”

“Asal Tuan Putri tidak murung lagi, aku akan menuruti semua perkataan anda,” janjinya.

***

Li Yan mengangkat busur peraknya, menarik habis anak panah ke belakang, membuat pelontar busurnya menegang kuat. Tangannya ditumpukan di bawah dagu sambil menahan napas dan mulai berkonsentrasi. Ia menfokuskan pupil matanya pada bulatan merah di tengah papan target yang berjarak dua puluh meter dari tempatnya berdiri.

Selang beberapa detik, ia melepaskan anak panah tersebut hingga melesat cepat membelah udara dan menancap tepat di lingkaran merah yang paling dalam.

“Nilai 10, tepat sasaran!” teriak seorang pemuda lain sesudah memastikan lebih jelas bidikan Li Yan.

Helaan napas lega keluar dari bibir Li Yan. Lantas, sang sahabat yang berada di area papan target menghampiri Li Yan sembari menepuk pundaknya. “Bagus! Kemampuanmu semakin meningkat.”

“Tapi, dibandingkan denganmu kemampuanku masih kalah jauh,” sangkal Li Yan.

Pundak pemuda bernama Gu Jian itu seketika bergetar karena gelak tawa. “Itu karena aku lahir dan besar di wilayah yang bahkan bayi saja diberi mainan busur panah.”

“Pantas saja kau sangat mengerikan,” ejek Li Yan dengan maksud bercanda.

“Sialan kau!” balasnya pura-pura kesal sambil membuat gerakan ingin memukul.

“Li Yan-Ge..!” Candaan mereka terhenti oleh panggilan yang tiba-tiba.

Kedua pemuda sama-sama memutar badan kearah sumber suara. Li Yan jelas sudah hafal pemilik suara itu yang tak lain adalah ‘Li Hua’.

Li Wei datang dengan senyum cerah dan penuh semangat dengan diekori A-Xiang di belakang.

“Yan Gege! Boleh aku bergabung?” tanya Li Wei setelah sampai di hadapan mereka.

Gu Jian menatap lamat-lamat pada tingkah Li Wei. Dia sudah mendengar langsung dari Li Yan bahwa adik sepupu sahabatnya itu hilang ingatan setelah kejadian bunuh diri. Tapi, Gu Jian rasa setelah kejadian itu sikap Putri Li Hua memang agak berbeda.

Merasa ditatap oleh orang asing, Li Wei balik menatap lekat-lekat secara seksama pada sosok Gu Jian. Matanya menyortir penampilan dari tubuh bagian atas sampai ke bawah lalu kembali ke wajah pria itu lagi. Tangan Li Wei terlipat di depan dada sambil mendecak kagum akan satu fakta bahwa rasa-rasanya pemuda di masa ini pun juga tak kalah tampan dari pemuda di masa modern.

Lumayan buat cuci mata. Li Wei sedikit terkikik. Kemudian Li Wei menoleh, menyikut A-Xiang di belakang lantas berbisik dengan menutup mulutnya. “Dia siapa?”

A-Xiang mendekatkan mulutnya di telinga Li Wei, ikut berbisik. “Kalau yang itu Namanya Tuan Gu Jian, sahabatnya Tuan Muda. Dia sudah dianggap keluarga oleh Tuan Besar dan bela dirinya sangat hebat makanya ditunjuk sebagai pelatih bela diri Tuan Muda.”

Mulut Li Wei membentuk bulatan tanda mengerti. “Cukup tampan.”

Li Yan tampak menggeleng geli sedangkan Gu Jian berusaha menahan tawanya gara-gara melihat kelakuan kedua gadis itu. Bahkan, bisikan yang mereka lakukan terasa percuma sebab mereka berdua masih dapat mendengarnya.

“Li Hua, kau bilang ingin berterima kasih dengan penyelamatmu, dialah orangnya,” beritahu Gu Jian yang langsung membuat Li Wei terperanjat.

Tangannya refleks menyentuh bibirnya, menatap Gu Jian dengan geliat salah tingkah. Jadi, dia orang pertama yang bibirnya bersentuhan dengan bibirku?

“Tidak. Tidak. Sebetulnya saudaraku yang telah menyelamatkanmu.” Gu Jian mengibas-ngibaskan tangannya. “Kebelulan kami ada di sana, dan..” Tangannya beralih menggaruk belakang kepalanya seakan malu. “A-aku tidak bisa berenang, jadi aku berniat menyusulmu ke atas bukit saja. Tapi, kau keburu terjun jadi saudaraku yang menceburkan diri untuk menolongmu.”

“Oh begitu..” Li Wei yang menyadari tindakannya begitu konyol hanya tersenyum kering seraya meletakkan tangannya kembali ke samping tubuh. Dia masih dibuat penasaran dengan wajah yang telan menciu—memberi napas buatan. Ia juga menganggap si penyelamat memiliki andil besar atas kedatangannya ke dunia kuno ini.

Kepala Li Wei lantas menengadah pada Gu Jian yang menjulang tinggi. “Tapi, secara tidak langsung kau juga telah menyelamatkanku. Jadi, terima kasih Gu Jian Gege,” ungkap Li Wei terdengar tulus.

“Baiklah, sama-sama. Lain kali tidak boleh seperti itu,” kata Gu Jian dengan seulas senyum hangat. Li Wei meresponnya dengan senyum hambar.

“Ngomong-ngomong, … ada apa kau kemari?” tanya Li Yan yang ditujukan pada Li Wei untuk mencairkan kecanggungan.

Li Wei menjawab, “Oh itu, aku ingin belajar menunggang kuda, bolehkah?”

“Hah?” Semua orang yang ada di sana serentak melotot.

“Hmm..?” Li Wei mengernyitkan kening. Adakah yang aneh dengan ucapannya?

“Tuan Putri serius ingin latihan menunggang kuda? Apakah anda sudah tidak merasa trauma lagi? Terakhir kali melakukannya, … anda sampai mendapatkan cedera kaki yang parah dan selama 6 bulan anda baru bisa sembuh total. Gara-gara itu Nyonya Besar melarang siapapun mengijinkan anda belajar menunggang kuda lagi,” beritahu A-Xiang menjawab kebingungan Li Wei.

“Separah itu?” tanyanya dan dibalas A-Xiang dengan anggukan mantap. Li Wei langsung ingin mengurungkan niat. Dia masih sayang dengan tubuh mudanya!

Li Wei lantas memalingkan wajahnya kembali ke arah si kedua pria. “Menunggang kuda tidak jadi. Aku ingin ikut latihan bela diri saja.”

“Kau? Bela diri?” Li Yan bertanya seakan tak percaya dengan pendengarannya.

“Huum, … bolehkan?” Li Wei memandang Li Yan dengan sorot mata penuh permohonan.

“Disetujui." Gu Jian menimpali dengan tatapan skeptis. "Tapi ingat, … nanti kau tidak boleh protes!” tukas Gu Jian yang membuat Li Wei langsung melompat gembira tanpa memperhatikan peringatan ambigu dari Gu Jian.

***

Kota Suchuan, Istana Kerajaan Xianli

Di Paviliun Istana, Raja Li Chen beserta Permaisuri Zhou tengah duduk bersama menikmati sore hari atas permintaan permaisuri. Di hadapan mereka terdapat dua cangkir teh herbal yang masih mengepul hangat dan berbagai jenis kudapan. Raja Li Chen tampak meraih cangkir teh itu dengan kedua tangannya, menghirup aromanya dengan mata terpejam selama beberapa detik, lalu menyesapnya dengan penuh kenikmatan.

Permaisuri Zhou ikut meraih cangkir tehnya sendiri dan menyesapnya. Setelahnya Permaisuri Zhou membuka suara. “Yang Mulia, ada yang ingin saya utarakan.”

Raja Li Chen mengangkat wajah dari aksi mencium aroma tehnya. Kemudian mengangguk mengijinkan Permaisuri untuk berbicara. “Katakan saja.”

“Tahun ini giliran kerajaan kita yang akan dikunjungi Kaisar Hanshuo—”

Mata Raja Li Chen memicing mendengar arah pembicaraan Permaisuri Zhou. “Lalu?”

Permaisuri buru-buru menaruh kembali cangkir tehnya ke atas meja. “Yang Mulia, jika Kaisar Hanshuo datang langsung, … kali ini pasti dia akan memilih sendiri upeti gadis perawan yang setiap tahun dia minta. Kaisar Hanshuo terkenal kejam, … saya sangat khawatir jika nantinya Putri Li Zhu kita yang akan terpilih, Yang Mulia..” resahnya.

Raja Li Chen memegang tangan permaisuri. “Jangan cemas. Ada banyak putri pejabat dan bangsawan lain, belum tentu Kaisar Hanshuo akan memilih Li Zhu.”

“Tapi, Li Zhu kita sangat cantik dan cerdas. Dia berbeda dengan gadis lainnya yang ada di sini. Siapa saja pasti akan menyukainya!” Permaisuri Zhou kedengarannya tengah mengeluh. Namun, sebenarnya itu lebih seperti sedang membanggakan sang putri terkasih.

“Sudahlah, biar kupikirkan solusinya nanti,” putus Raja Lichen seperti ingin cepat-cepat mengakhiri pembicaraan, membuat Permaisuri Zhou menggeram tertahan di dalam hati.

“Lalu … mengenai Putri Li Hua bagaimana?” singgung Permaisuri Zhou secara sengaja.

“Sudah 17 tahun, ini waktunya dia bisa kembali ke istana.” Raja Li Chen kemudian menghela napas lega. “Selir Agung pasti sangat senang mendengar kabar kepulangan Li Hua. Kau sudah mengatur hal ini kan, Permaisuri?”

“Anda tenang saja, Yang Mulia. Saya sudah mengirim surat ke Provinsi Xingnan.” Diam-diam Permaisuri Zhou tersenyum miring lalu membatin, anak pembawa sial itu memang harus kembali, ... dengan begitu dia yang akan dipilih oleh Kaisar Hanshuo yang kejam.

***

Dua belah pedang dikeluarkan dari selongsong. Li Wei dan Gu Jian tampak saling berhadapan dan segera mengambil posisi menyerang.

Gu Jian yang pertama kali bergerak, dengan cepat ia mengayunkan pedangnya. Li Wei dengan ketangkasan satu persen berusaha menangkisnya, ia berputar untuk menjauhi serangan Gu Jian. Kelenturan tubuh Li Wei cukup untuk menghindar dari serangan Gu Jian namun tetap saja kekuatan pedang Li Wei yang terbilang sangat amatir masih belum bisa menyaingi kekuatan pedang Gu Jian yang memang sangat luar biasa.

Li Wei mencoba membaca pergerakan Gu Jian. Ia melompat dan berusaha menyerang bagian samping dengan tebasannya. Gu Jian menyeringai saat melihatnya. Tak tinggal diam, serangan pedang bertubi-tubi ia lancarkan, membuat pertahanan Li Wei pun menurun. Semakin mundur Li Wei kian terpojok sehingga akhirnya Li Wei kehilangan keseimbangan lalu terjatuh. Pedang yang dipegang Li Wei pun terlepas dari genggaman sampai berkelontangan di tanah.

“Gu Jian Gege! Kau benar-benar tak berperasaan! “ teriak Li Wei dengan napas ngos-ngosan.

“Oh? Sudah seperti ini masih bisa berteriak?” Gu Jian setengah meledek. “Ingat peraturannya. Tidak boleh protes.”

Li Wei mendesis sebal sampai gigi-giginya mengerat. Saat itu ia tidak paham dengan makna ‘tidak boleh protes’ dan sekarang ia teramat mengerti. Latihan bela diri memang berlangsung atas permintaannya tiga minggu yang lalu. Namun, hal yang tak disangka oleh dirinya adalah berlatih bela diri ternyata akan seberat dan semelelahkan ini. Ditambah cara pengajaran Gu Jian yang teramat galak. Ini tidak seperti saat dirinya mengintili para artis.

Ia ingat hari pertama berlatih, ia hanya disuruh berlari sebagai pemanasan. Tapi, jika itu berlangsung selama dua minggu berturut-turut dan hanya memutari tempat latihan yang luasnya tak kira-kira, betapa Li Wei lebih memilih ingin menyerah saja. Dan setelah ia merengek terus menerus, Gu Jian baru melatihnya teknik-teknik pedang. Materi-materi itu juga tidak mudah diajarkan sebab Li Wei bukanlah tipe penghafal. Jadi, setiap kali Gu Jian atau Li Yan mencontohkan gerakan, Li Wei akan lupa setelahnya.

Lelah. Kata itu sangat tergambar di wajah gadis itu. Sekarang yang lebih Li Wei inginkan ialah kembali ke dunianya lalu bersantai di kamarnya yang nyaman sambil menonton film/drama/donghua atau membaca novel favoritnya bersama Zi Jin.

Setelah menetralkan napasnya, Li Wei mendecih, “Bantu aku berdiri.”

Tangan Gu Jian terulur membantu Li Wei kemudian membersihkan debu yang menempel di pakaian Li Wei. “Apakah sakit?” tanya Gu Jian yang sedikit merasa keterlaluan.

“Mn. Semua badanku pegal-pegal semua gara-gara berlatih denganmu! Ini juga pertama kalinya aku memegang pedang sungguhan. Tapi, kau malah tak memberi muka padaku,” keluh Li Wei dengan bibir terkerucut maju beberapa centi.

“Kalau begitu berhenti latihan saja,” tukas Gu Jian.

“Tidak bisa.”

“Kenapa tak bisa?” Gu Jian merasa tak habis pikir. “Kau ini perempuan, Tugasmu di rumah saja seperti Li Hua sebelum hilang ingatan yang akan sibuk menyulam, berlatih alat musik, dan lainnya..”

Li Wei menghembuskan napas panjang. Ekpresinya berubah mengkirut muram. “Kau tidak akan mengerti dengan yang kualami..” Entah mengapa Li Wei merasa dia harus bisa menjaga dirinya sendiri di dunia kuno ini.

“Aku memang tak mengerti..” Gu Jian menggaruk lehernya.  “Tapi baiklah, ... ke depan aku akan mengajarimu pelan-pelan.”

Li Wei merespon dengak kekehan pelan. “Sudahlah. Lakukan pekerjaanmu saja seperti biasanya.”

“Tuan Putri!..” Terdengar suara A-Xiang yang memanggil sambil gadis itu berlari ke arahnya.

“Ada apa?” tanya Li Wei ketika A-Xiang sudah sampai di hadapannya.

A-Xiang menjawab, “Tuan Besar, memanggil anda.”

Kedua alis Li Wei berjengit, “Apakah ada hal yang mendesak?”

“Sepertinya memang ada hal penting yang ingin beliau bicarakan.” timpal Gu Jian di sampingnya.

Li Wei mengangguk paham. “Kalau begitu, ayo kita segera pulang.”

Kepala Li Wei berpaling ke arah Gu Jian. “Gu Jian Gege, kita pulang duluan,” pamit Li Wei yang ditanggapi dengan deheman. “Mn.”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status