Share

Terbongkarnya Pengkhianatan Suami dan Mertua
Terbongkarnya Pengkhianatan Suami dan Mertua
Author: Khafassya

Suami dan Mertua di Dokter Kandungan

Terbongkarnya Pengkhianatan Suami dan Mertua

Part 1 :

Suami dan Mertua di Dokter Kandungan

"Mas Fadil?" Fiona yang pagi itu hendak kontrol memeriksakan rahimnya usai operasi kista beberapa waktu lalu, terkejut mendapati suami dan mertuanya keluar dari ruang dokter kandungan bersama seorang wanita yang tengah hamil besar. Napas terhenti sesaat menyaksikan kejadian itu. Pasalnya, wanita itu jelas bukan bagian dari keluarga mereka. Fadil anak bungsu dari dua bersaudara. Sementara, kakaknya adalah seorang lelaki. 

Lantas siapa perempuan ini?

Fadil dan kedua orangtuanya pun tak kalah terkejut melihat kedatangan Fiona. Ia sempat tertegun sesaat sampai kemudian Fiona menegurnya.

"Mas? Ngapain kamu di sini? Bukannya tadi kamu bilang banyak urusan di perkebunan? Lalu, siapa wanita ini?" cecar Fiona dengan suara bergetar. Ada ketakutan yang menjalar di hati. Namun, ia tak ingin berburuk sangka sebelum mendapat jawaban dan segera menepis prasangka buruknya.

"Dia-" Fadil bingung dan tak bisa menjawab. Tak menyangka istrinya akan datang ke dokter yang sama. Padahal dokter kandungan itu, bukan langganan Fiona selama ini.

Sementara itu, Bu Fatma--ibu Fadil--mengajak wanita itu menjauh. "Ayo, kita tunggu di luar saja." Baru saja mereka hendak menjauh, dengan cepat Fiona menghadang mereka.

"Tunggu, Bu! Aku butuh penjelasan. Siapa dia? Kenapa kalian dan Mas Fadil mengantar wanita ini?" tanyanya yang kali ini berusaha mengumpulkan keberanian dengan menatap Bu Fatma yang justru memalingkan wajah.

Namun sebaliknya, Pak Hamzah justru berusaha meredakan amarah Fiona yang semakin tak terbendung. "Tenang lah, Fi! Kita bicarakan di rumah saja. Ayo!" ajaknya dengan menggandeng Fiona pergi. 

Tapi Fiona justru semakin meradang dan menghempas tangan ayah mertuanya.

"Apa? Tenang, Pak? Bagaimana saya bisa tenang melihat suami dan mertua saya keluar dari ruang dokter kandungan dengan wanita asing yang tengah hamil ini? Bagaimana?" teriaknya yang sontak mengundang perhatian para pengunjung rumah sakit hari itu. Namun Fiona tak peduli dan kembali menghampiri Fadil yang masih bungkam.

"Jelaskan! Siapa dia? Hah?" cecar Fiona pada suaminya yang masih bungkam. Bisa-bisanya lelaki itu pergi dengan wanita lain. Sementara istrinya masih dalam proses pemulihan pasca operasi.

"Mas Fadil!" teriak Fiona sekali lagi yang tak membuat Fadil buka suara. "Oke. Kalau kamu gak mau jawab, aku akan tanya langsung pada wanita itu."

Baru saja Fiona hendak berbalik menghampiri wanita itu, tiba-tiba Fadil menjawab dengan suara lirih. "Dia orang yang kucinta. Wanita yang telah mengandung anakku."

"Apa? Orang yang kamu cinta? Lalu, aku siapa?"

Fiona berbalik tak percaya. Hal yang sudah diduga, namun tak ingin dia percayai. Kini, benar-benar terucap langsung dari mulut sang suami. Hati hancur dibuatnya. Tatapannya kini  semakin menajam, menampakkan kebencian pada lelaki yang sudah berikrar akan menjaganya sampai mati. Namun, baru tiga tahun pernikahan berjalan, dia sudah berkhianat.

"Bangga sekali kamu mengakui selingkuhanmu ini di depanku, hah?" teriak Fiona dengan mengguncang tubuh suaminya yang membuat Fatma dan Hamzah terkejut.

"Fiona! Hentikan! Apa kamu nggak malu dilihat banyak orang?" bisik Hamzah dengan suara penuh penekanan.

"Malu? Bukan saya yang seharusnya malu, Pak. Tapi kalian." Fiona benar-benar tak gentar menatap kedua orang yang telah dianggap sebagai pengganti orangtuanya yang sudah meninggal. Namun, apa ini? Yang terjadi justru membuat hatinya terluka. Semua ini seperti pisau yang sengaja mereka tusukkan di tubuh Fiona dari belakang.

"Untuk apa kami malu? Justru kamu lah yang harusnya malu. Kamu wanita muslimah yang berpendidikan tinggi. Haruskah berteriak karena masalah sepele di depan banyak orang?" tekan Hamzah sekali lagi. Pelan, namun mampu membuat hati Fiona semakin ngilu mendengarnya.

"Sepele, Pak? Anak Bapak selingkuh hingga menghamili wanita lain dan Bapak bilang ini cuma sepele? Lagi pula, untuk apa Bapak mempedulikan pendidikan saya? Itu tak penting untuk saat ini."

"Cukup, Fi! Fadil dan Marta sudah menikah kemarin secara agama. Kamu tak perlu mempermalukannya seperti itu." Kali ini Fatma turut bicara. Beberapa kalimat yang kembali menghancurkan hati Fiona.

"Apa? Sudah menikah?" Fiona terhenyak. Hampir saja ia terjatuh karena tak bisa menahan keseimbangan tubuhnya sendiri. Tapi dengan cepat Fadil menangkapnya.

"Fi!"

Fiona menoleh dan menatap tajam pada lelaki yang dulu ia puja kehadirannya. Namun, seiring berjalannya waktu, ia merasa cintanya telah salah memilih. Lelaki yang dianggapnya baik ternyata mampu berkhianat hanya kurang dari lima tahun hidup bersama.

"Lepasin! Sudah berapa bulan usia kandungannya?" tanyanya dengan pandangan kosong tanpa menatap salah satu dari mereka.

"Empat bulan."

"Sebesar itu?" Fiona menatap perut Marta dan wajah Fadil secara bergantian. Lalu menggeleng tak percaya. "Aku nggak percaya." Tanpa pikir panjang, Fiona menyeret Marta kembali masuk ke dalam ruang dokter kandungan.

"Maaf Mbak harus antri dulu," ujar salah satu perawat berusaha menghadang langkahnya.

"Saya mau ketemu Dokter Nia sebentar, bilang saya Fiona," pinta Fiona pada perawat itu yang langsung disambut baik oleh dokter kandungan tersebut.

"Masuk, Fi! Loh, ini kan?" Nia sempat tertegun melihat Marta, Fadil, Hamzah dan Fatma kembali masuk.

"Katakan, Ni! Apa benar usia kandungannya empat bulan? Kenapa bisa sebesar ini?" cecar Fiona yang masih berapi-api.

"Maaf, Fi! Kita gak bisa membocorkan rekam medis pasien pada orang lain," ujarnya yang membuat Hamzah, Fadil dan Fatma lega. Wajah mereka nampak gugup melihat kemarahan Fiona.

"Orang lain?" Fiona tersenyum getir. Airmata yang tadinya tumpah karena pengkhianatan, malah berubah menjadi tawa. Ya, ia kini tengah menertawai dirinya sendiri yang terlihat bodoh. Sangat bodoh hingga membiarkan suami dan mertua mengolok-oloknya hanya demi membela wanita yang tak tau dari mana asalnya itu. 

Dokter Nia sempat tertegun sesaat melihat reaksi Fiona yang dengan cepat berubah. Begitu pula dengan Marta, Fadil, Fatma dan Hamzah. 

Dokter Nia pun beranjak, lalu memeluk sahabatnya itu. "Fi, are you OK? Ceritakan pelan-pelan! Kenapa kamu ingin tau rekam medis pasienku ini?"

Seolah mendapat ketenangan setelah beberapa menit lalu amarah membuncah, tangis Fiona kembali pecah di pelukan sahabatnya. 

"Dia hamil anak suamiku, Ni," terangnya kali ini yang membuat sang dokter yang sekaligus temannya itu terkejut dan sontak melepas pelukan.

"Apa? Anak suamimu?"

🍁🍁🍁

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status