Share

Bab 5

Author: Atdriani12
last update Last Updated: 2025-07-12 22:40:32

Langkah Jasmin terdengar pelan di atas lantai kayu lorong panjang itu. Rumah sudah nyaris sepi. Lampu-lampu gantung menyala lembut, menumpahkan cahaya kekuningan seperti sedang membungkus malam agar tidak terlalu dingin.

Pikirannya masih tertinggal di meja makan. Tatapan Livia yang seperti curiga. Komentar Frederick yang terlalu diplomatis. Dan Reyan…

Pria itu berbicara sedikit, tapi setiap katanya terasa seperti pisau perak yang tajam dan dingin.

Jasmin menapaki anak tangga menuju lantai dua. Tapi baru beberapa langkah di lorong sayap barat, ia mendengar suara dari balik jendela yang sedikit terbuka. Bukan suara… lebih seperti desahan pelan. Angin. Atau seseorang yang sedang menahan sesuatu.

Ia menoleh.

Jendela menghadap taman belakang. Di sana, berdiri satu sosok — jas hitam, postur tinggi, rambut acak, dan… terlalu akrab.

Reyan.

“Udara malam bisa membuatmu tersesat,” kata Jasmin sambil menyandarkan tubuh di ambang jendela.

Reyan tidak menoleh. “Kadang tersesat lebih tenang daripada tahu pasti ke mana kau akan dibawa.”

Ia mengangkat rokok ke bibirnya, menyalakan dengan korek tua. Asap tipis mengepul di udara.

Jasmin menatapnya diam-diam. Pemandangan Reyan malam-malam begini terlalu mudah melemahkan logika. Ia tidak tahu sejak kapan pria itu bisa mengisi ruang tanpa benar-benar hadir, tapi itulah yang terjadi.

“Aku tak tahu kau merokok,” katanya pelan.

“Aku tak tahu kau suka berdiri di dekat bahaya,” balas Reyan tanpa menoleh.

“Mungkin karena aku tak tahu mana yang lebih berbahaya: kau atau pikiranku tentangmu.”

Itu membuat Reyan diam. Tapi hanya sejenak.

“Apa yang kau pikirkan tentangku, Jasmin?”

Jasmin tertawa kecil. “Kau ingin jawaban jujur atau yang bisa membuat kita tetap saling menjauh?”

“Kau tak pernah menjauh.”

“Aku mencoba.”

“Kau gagal.”

Akhirnya, Reyan menoleh. Tatapan mereka bertemu dalam gelap. Tidak ada cahaya selain dari bulan dan lampu jendela. Tapi mata mereka saling menelanjangi.

“Kenapa kau tidak pernah benar-benar marah padaku?” tanya Jasmin.

Reyan menarik napas dalam-dalam dari rokoknya. “Karena kau bukan ancaman.”

“Tapi kau takut padaku.”

“Tidak,” bisiknya. “Aku takut pada hal-hal yang membuatku ingin melanggar aturan yang kupatuhi seumur hidup.”

**

Diam. Lagi-lagi diam. Tapi kali ini, jantung Jasmin berdetak lebih cepat dari sebelumnya.

“Lalu kenapa kau masih di sini?” bisik Jasmin, lebih ke dirinya sendiri.

Reyan mematikan rokoknya. Melemparkannya ke tanah. Lalu perlahan naik kembali ke jendela. Tubuhnya berdiri persis di depan Jasmin, hanya dibatasi satu bingkai kayu lebar.

“Karena aku ingin tahu seberapa jauh kau bisa bertahan sebelum kau hancur.”

Jasmin menatapnya. “Atau seberapa jauh kau akan menarikku sebelum kau jatuh.”

“Aku tidak jatuh.”

“Kau sudah jatuh. Kau hanya terlalu arogan untuk mengakuinya.”

**

Angin malam menyelusup di antara mereka. Tapi tidak cukup dingin untuk mendinginkan ketegangan yang terus meningkat.

Reyan bergerak mendekat satu langkah. Jasmin tidak mundur. Bahkan tidak bernapas.

“Kau tahu apa yang paling menyebalkan dari semua ini?” tanya Reyan.

“Apa?”

“Kau membuatku ingin lebih… dari yang seharusnya.”

Jasmin menelan ludah. Matanya menyelam ke matanya. Tapi lidahnya terlalu kaku untuk menjawab.

“Aku ingin membencimu,” lanjut Reyan. “Tapi kau terlalu nyata. Terlalu hidup.”

Ia mengangkat tangannya — nyaris menyentuh dagu Jasmin — tapi menghentikan gerakan itu di udara. Ia menariknya kembali, seperti menahan badai dari meledak.

“Masuklah. Sebelum aku lupa siapa aku.”

Jasmin tetap berdiri.

“Kau lupa siapa kau… atau siapa aku?”

“Keduanya.”

**

Jasmin melangkah masuk ke kamarnya. Tapi malam itu, bukan hanya tubuhnya yang terbawa ke dalam. Reyan… ikut bersarang di pikirannya, di lehernya, di napas yang tak bisa dia stabilkan.

Dan itu—lebih berbahaya dari ciuman mana pun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Cinta Kakak Tiri   Bab 16

    Suara kota menyambut mereka begitu pintu apartemen terbuka.Bising, ramai, dan tak peduli.Jasmin mengenakan hoodie besar milik Adele dan celana jeans longgar, wajahnya polos tanpa riasan, seperti mencoba menghapus identitas gadis yang kemarin masih berdiri di taman Von Thalheim bersama Reyan.“Aku bahkan lupa cara jadi orang biasa,” gumamnya sambil menyilangkan tangan di dada.Adele menatapnya sambil menahan tawa. “Selamat datang di kehidupan. Tidak ada piano klasik, tidak ada kristal, dan tidak ada… Reyan.”Nama itu membuat dada Jasmin terhenti sejenak. Tapi ia tidak menunduk. Tidak lagi.“Jangan ucapkan namanya kalau kau tak siap menangkapku saat aku jatuh,” ucapnya setengah bercanda.Adele mengangkat tangannya seolah bersumpah. “Aku akan selalu di bawah kalau kau jatuh.”Jasmin tertawa lirih. “Itu terdengar salah.”“Memang, tapi jujur.”Mereka berjalan menyusuri jalan kecil menuju kedai kop

  • Terjebak Cinta Kakak Tiri   Bab 15

    “Apa menurutmu… aku lemah?” bisik Jasmin.Adele, yang baru saja meletakkan sisa teh ke meja kecil di samping ranjang, menoleh pelan.“Tidak. Justru karena kau kuat… makanya kau berani pergi.”Jasmin menarik lututnya ke dada. Matanya masih kosong, tapi tubuhnya terlihat lebih tenang. Seolah setelah menangis cukup lama, hatinya pasrah pada luka itu.“Aku mencintainya,” katanya sekali lagi. “Tapi aku tidak ingin dia mencintaiku sambil membenci hidupnya sendiri.”Adele tak menjawab. Ia tahu, tidak ada kalimat apa pun yang bisa menyembuhkan luka sebesar itu dalam satu malam.Mereka terdiam. Dan di dalam keheningan itu, suara ponsel Jasmin bergetar di meja.Nama Reyan muncul di layar.Jasmin menatapnya lama. Jemarinya bergerak perlahan, nyaris menyentuh tombol terima, tapi…Ia membiarkannya berdering sampai mati.Adele menatapnya. “Kau yakin?”“Kalau aku dengar suaranya sekarang…” suara Jasm

  • Terjebak Cinta Kakak Tiri   Bab 14

    Reyan tak menjawab.Ia hanya berdiri di sana, mematung, bahkan saat tangan Jasmin perlahan-lahan melepas sentuhannya.“Aku harus pergi,” bisik Jasmin sekali lagi.Ia menunggu sejenak. Tapi Reyan tetap diam. Entah karena marah, kecewa, atau terlalu hancur untuk berkata apa-apa.Maka Jasmin melangkah mundur. Dua langkah. Tiga.Baru setelah punggungnya menjauh sejauh lima langkah, suara itu terdengar.“Jasmin…”Ia berhenti.“Kalau kau berubah pikiran…” Reyan menelan ludah, menahan suara yang nyaris pecah. “Kau tahu di mana harus menemukan aku.”Jasmin tak menoleh.Karena kalau ia menoleh, ia tahu tak akan sanggup pergi.Di luar villa, langit mulai meredup. Tapi tidak ada matahari tenggelam, tidak ada senja yang indah. Hanya langit kelabu yang terasa hampa. Sama seperti dadanya.Jasmin menuruni tangga villa dengan langkah yang tak lagi bisa dipertahankan. Ia hampir berlari me

  • Terjebak Cinta Kakak Tiri   Bab 13

    “Kalau begitu, aku harus pergi,” ucap Adele sambil menepuk lututnya pelan. Jasmin menoleh cepat. “Pergi ke mana?” “Masuk. Aku tidak akan datang sejauh ini hanya untuk duduk di luar.” Jasmin menatapnya penuh tanya. “Adele, kau tahu ini bukan tempatmu.” “Dan sejak kapan itu menghentikanku?” Ia tersenyum tajam. “Aku hanya ingin melihat bagaimana ekspresi wanita-wanita kaya itu kalau tahu siapa sebenarnya yang sedang mereka jaga-jaga.” Sebelum Jasmin bisa menariknya, Adele sudah melangkah lebih dulu menuju pintu masuk villa. Jasmin berdiri, hendak menyusul, tapi langkahnya tertahan oleh suara yang terlalu familiar. “Dia temanmu?” Jasmin membeku. Livia. Wanita itu berdiri hanya beberapa langkah dari tempatnya berdiri. Gaunnya masih sempurna, sikapnya tetap elegan. Tapi nada suaranya… dingin. “Dia terlihat seperti seseorang yang tidak suka basa-basi,” lanjut Livia, pelan. “Atau… mungkin hanya seseorang yang tidak tahu batas.” Jasmin menegakkan tubuh. “Adele hanya peduli padaku. T

  • Terjebak Cinta Kakak Tiri   Bab 12

    Suara tumit menghentak pelan dari kejauhan. Keduanya refleks melepaskan tangan. Elena muncul dari balik lorong taman. Senyumnya manis, tapi matanya tajam. “Lucu sekali melihat kalian di sini,” ucapnya ringan. “Seperti adegan drama klasik… dua orang yang tidak bisa bersama, tapi tak bisa saling meninggalkan.” “Apakah kau mengikuti kami?” tanya Reyan, datar. “Tidak,” jawab Elena sambil mengangkat alis. “Aku hanya sedang berjalan. Tapi mata bisa melihat lebih banyak daripada yang seharusnya.” Ia berhenti tepat di depan mereka. “Jadi… apakah sekarang aku harus diam? Atau kalian ingin aku menyebarkannya saja sekalian ke meja makan?” Jasmin menegang. Tapi Reyan melangkah setengah ke depan, berdiri di antara Elena dan Jasmin. “Kau bisa lakukan apa pun yang kau mau,” katanya datar. “Tapi kali ini, aku tak akan tunduk pada permainanmu.” Elena terkekeh kecil. “Permainan? Aku tidak bermain, Reyan. Aku hanya menonton.” “Dan kalau kau menghancurkan seseorang hanya karena kau tidak mendapa

  • Terjebak Cinta Kakak Tiri   Bab 11

    “Aku harus kembali sebelum Marta bangun.” Suara Jasmin pecah di pelukan Reyan, masih dalam dekapan yang terlalu hangat untuk ditinggalkan. Reyan tak langsung melepasnya. Tangannya justru mengerat, seolah waktu bisa ia genggam. “Kalau kau keluar sekarang… dan seseorang melihatmu…” “Aku tahu.” Jasmin mengangguk pelan. “Tapi lebih buruk kalau kita pura-pura tak pernah ada.” Ia melepaskan diri. Berdiri. Membenarkan bajunya tanpa menatap Reyan lagi. Langkahnya pelan saat membuka pintu kamar Reyan. Tapi tepat saat ia melangkah keluar—mata mereka bertemu dengan seseorang. Livia. Diam. Datar. Tak ada ekspresi di wajahnya. Tapi tatapan itu—tajam. Seolah ia sudah melihat cukup banyak, tapi memilih tidak mengatakan apa-apa. “Selamat pagi,” ucap Livia dengan tenang, cangkir teh masih di tangannya. Jasmin membeku. “Pagi, Mama…” Livia hanya mengangguk, lalu berjalan melewati tanpa menoleh lagi. Tidak ada amarah. Dan itulah yang paling menakutkan. Di meja makan, suasana canggung tidak b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status