แชร์

Bab 6 - Permainan Dimulai

ผู้เขียน: Kennie Re
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-28 15:35:46

Abby dan pria berkumis tebal dengan jas kulit berwarna coklat membungkus tubuhnya, kini tengah duduk di tempat yang sama seperti beberapa hari sebelumnya. Pria itu tiba-tiba meminta untuk bertemu kembali, padahal baru dua hari lalu Abby menerima hasil kerjanya.

Terlebih setelah kekalahan Abby dalam perang bisnis beberapa waktu lalu, pria itu kebetulan mengikuti juga perkembangan berita tersebut, membuatnya tak sabar untuk menyampaikan hasil investigasinya.

Senyum terulas di sisi wajah Abby. Lipstik merah menyala yang terpoles di bibirnya menambah kesan dominan dan mungkin antagonis bagi sebagian besar orang yang tidak mengetahui latar belakang wanita itu.

Pertemuan tak berlangsung lama, informasi yang dia dapat dari detektif itu cukup sebagai penunjuk arah baginya. Hanya tinggal menyusun rencana untuk langkah selanjutnya.

Sepeninggal sang detektif, Abby mengambil ponsel, kemudian menekan sebaris nomor dan menunggu jawaban dari seberang. Dia membenarkan duduk, melipat kaki dengan anggun, seolah dirinya akan berhadapan langsung dengan lawan bicaranya. Segala gerak-geriknya menarik perhatian beberapa pasang mata yang berada di ruangan itu memandangnya tak berkedip.

“Hai, Zac, aku hanya ingin mengabarkan kalau aku menerima undanganmu,” ucap Abby sembari menyunggingkan senyum tipis.

“Setelah sekian lama? Abby, kau membuatku gelisah karena berpikir mungkin kau marah karena ajakanku. Omong-omong, tunggu, kau memanggilku apa tadi? Zac? Kurasa aku menyukainya,” kelakar Zac yang berhasil membuat lawan bicaranya tergelak.

“Ayolah ... jangan menggodaku,” ucap Abigail, tersipu. Kali ini dia benar-benar tersipu. Namun, dengan cepat dia tepis perasaan yang sesaat muncul mengganggu fokusnya.

“Maaf, maaf, aku hanya senang melihat wajahmu yang memerah. Baiklah, aku akan merapikan apartemen agar tidak memalukan saat kedatangan tamu istimewa.”

Abigail menutup pembicaraan dengan tawa singkat, kemudian beranjak dari tempatnya untuk bersiap memenuhi undangan Zac.

***

Zachary membuka pintu saat terdengar suara bel pintu dan menemukan Abby berdiri dengan cocktail dress dan sebotol sampanye di tangannya. Senyum terulas di wajah Zac ketika matanya bertemu manik mata biru milik gadis di hadapannya.

Dia mengecup pipi Abby kemudian mempersilahkannya masuk. Membiarkan tamu istimewanya itu memindai seisi ruangan dan berkeliling sementara dirinya menyulut lilin yang tertata di meja makan. Perlahan Abby melangkah mendekat pada Zac yang sedang sibuk mempersiapkan segalanya.

“Hmm ... kau menyiapkan semua ini sendiri?” tanya Abby, yang dibalas tawa oleh pria pemilik lesung pipi yang berdiri di sampingnya.

“Apa kau yakin aku pria yang biasa menyiapkan segalanya sendiri, Abby? Tentu tidak. Pelayan yang melakukan semua ini.”

Abigail menatap pria itu dengan sebelah alis terangkat.

“Kenapa wajahmu seperti itu? Maaf jika tidak bisa mengesankanmu di makan malam pertama kita,” kelakarnya, disambut tawa renyah Abby.

“Kau benar, ketampananmu mendadak turun satu tingkat, Zac, sungguh.” Abby menutup mulut dengan tangannya, berusaha menyembunyikan gigi putihnya saat tertawa.

“Ouch! Kau terlalu jujur dan itu menyakitkan, kau tahu?” ucap Zac, sembari memegang dadanya, kemudian ikut tertawa.

Dia tak ingin berlama-lama dan membuang waktu Abby yang dia yakini, pasti tak menyukai hal-hal yang bertele-tele. Maka, dia menarik kursi, mempersilahkannya duduk dan menikmati makan malam yang mereka selingi beberapa obrolan ringan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.

Zac akan selalu membawa obrolan kembali pada sesuatu yang lebih santai setiap kali, secara tak sengaja, Abby membahas tentang bisnis dan perusahaan.

Undangan makan malam mereka akhiri dengan bersantai di balkon apartemen Zac. Keduanya kembali mengobrol sembari memandang gemintang di langit malam itu.

“Aku tidak percaya gadis secantik kau tidak memiliki kekasih. Kau pasti sudah jadi idola sejak kecil,” ujar Zac sembari menyesap sampanye di tangannya.

Matanya tak lepas memandang sosok cantik di hadapannya. Meski berusaha untuk tetap mengingat kekasihnya, tetap saja pesona Abby saat ini sulit untuk dia tolak. Hanya memandang saja tak ada salahnya, bukan?

“Aku serius, Zac. Tak ada pria mana pun yang pernah mendekat apalagi menjadi kekasihku. Aku sangat pemilih.” Abby kembali menyesap minumannya.

Zac masih tak mampu mengalihkan pandangannya dari Abby. Hingga akhirnya manik mata gadis itu membalas tatapannya. Dia dapat memperkirakan ke mana arah pembicaraan mereka, sekaligus apa yang akan terjadi selanjutnya.

Akan tetapi, dia sengaja tidak menghindari kejadian yang akan terjadi beberapa detik dari sekarang, karena itulah tujuannya memenuhi undangan Zac. Dan benar saja.

Zac perlahan mendekatkan wajah kemudian dengan lembut menyentuhkan bibirnya pada bibir ranum Abby. Ini bukan ciuman pertama, tetapi sesaat cukup mengejutkan baginya karena sekian lama tak pernah lagi mengalaminya setelah ciuman pertamanya. Dan apa yang ia hadiahkan untuknya, membuatnya terbuai untuk sesaat.

Sementara itu, Zac yang sesungguhnya telah memiliki kekasih, tak dapat menahan ketertarikannya pada Abby dan beberapa menit membiarkan dirinya hanyut di dalam pesona Abby dan momen yang terjadi antara mereka.

Dia bukanlah tipe pria yang suka berganti kekasih. Hubungannya dan sang kekasih sudah berlangsung sejak mereka berada di bangku kuliah. Namun, berada di dekat Abby membuatnya melupakan gadis yang telah ia pacari beberapa tahun.

Ciuman antara dirinya dan Abby menjadi semakin intens dan dalam. Zac yang memang tak ingin menolak momen itu, membiarkan dirinya terjebak dalam romansa saat ini, sementara Abby mulai menyadari apa yang mereka lakukan sudah kelewat batas.

Terlalu cepat bagi Zac mendapat banyak hal darinya. Tidak semudah itu, tidak sekarang.

Perlahan Abby mendorong tubuh Zac menjauh darinya, melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, dan tersadar bahwa waktu sudah terlampau larut baginya.

“Uhm, m-maafkan aku, kurasa aku harus pulang sekarang. Ini sudah terlalu larut.”

Zachary tersenyum tipis menanggapi perkataan Abby dan seluruh sarafnya masih belum bisa bereaksi dengan benar setelah kecupan itu. “Satu hal lagi yang mulai kutahu tentangmu, kau adalah Cinderela yang terdampar di zaman modern,” kelakarnya, membuat Abby mau tak mau ikut tertawa.

“Yeah, kau boleh menganggap seperti itu. Namun, satu hal, ayahku sangat galak. Dia akan mengurungku di kamar jika tahu aku pulang terlampau larut.”

“Benarkah? Luar biasa. Artinya dia sangat perhatian padamu.” Zac membulatkan mata, yang sontak membuat Abby makin tergelak.

“Aku bercanda, Zac. Baiklah, aku harus pergi. Terima kasih atas makan malamnya.”

Zac mengangguk dan mengantar gadis itu keluar menuju ke lift.

“Terima kasih atas waktumu.” Sekali lagi Zac mengecup bibir Abigail, kemudian mengusap ujung bibir gadis itu dengan ibu jarinya.

Abby menyadari pipinya memerah sehingga untuk menepisnya, dia menundukkan wajah sebentar, barulah menyunggingkan senyum, kemudian berlalu dan menghilang di balik pintu lift yang menutup.

***

Abby membuka amplop coklat di tangannya, membaca kembali deretan nama yang tertulis dalam daftar. Nama pemegang kekuasaan tertinggi dari keluarga Emerson adalah salah satu yang menjadi musuh bebuyutan ayahnya. Dia mulai berusaha kembali ke masa itu untuk mengingat seperti apa penampakan pria yang datang bersama wanita delapan belas tahun lalu.

Wajahnya berbeda dengan ayah Zac, yang tampil di atas panggung. Lalu siapa pria yang menghajar ayahnya hingga mengalami kelumpuhan? Apa hubungannya dengan ayah Zac dan apakah dia juga terdaftar sebagai musuh ayahnya?

Sayangnya, nama Zachary Emerson tak ada dalam daftar. Tentu saja. Saat itu mungkin Zac masih berusia sama sepertinya dan tidak mengetahui kejahatan apa yang diperbuat ayah dan ibunya. Abby jadi penasaran bagaimana reaksinya andai dia mengetahui bahwa orang tuanya adalah seorang penjahat yang telah menghancurkan kehidupan anak lain yang seusia degannya?

Apakah Zac akan tetap memuja dan membanggakan sosok ayahnya? Ataukah akan berpikiran sama seperti Abby, bahwa pria itu tak lebih dari iblis berwujud manusia yang tega merebut sesuatu dengan cara kotor.

Abby membuka brankas, mengambil pena dan kertas yang sudah tergambar sebuah bagan. Beberapa nama tertulis di sana. Dia menggores tinta dan menuliskan nama Zachary Emerson. Kemudian membubuhkan angka satu lalu memasukkan berkas itu kembali ke dalam brankas.

Senyumnya tersungging miring, teringat kembali malam di mana Zac mencuri sebuah kecupan darinya. “Zachary Emerson, permainan dimulai darimu, sayang ...”

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Terjebak Cinta dalam Dendam (INDONESIA)   Bab 60 - Terkalahkan

    Abby dan Gin tak saling bertegur sapa semenjak pertengkaran yang terjadi di antara keduanya. Mereka hanya melaksanakan tugas sebagai seorang rekan kerja dan percakapan antara mereka hanya mengenai segala hal yang berhubungan dengan bursa saham hari ini.Keduanya berada dalam satu ruangan bersama beberapa orang yang masuk dalam jajaran direksi, tetapi Zac tak tampak di sana.Abby tak masalah akan hal itu, karena meski perusahaannya dan Zac telah menjalin kerja sama, tetap saja, Zac membawa nama Emerson dan harus berdiri di depan untuk memimpin.Akan tetapi, Abby yakin kali ini, Zac akan mengalah padanya dan membiarkannya mendapatkan apa yang dia mau.“Jadi aku dan Gin sudah berunding. Aku akan membagi dana untuknya dan beberapa orang. Kalian akan mendapatkan kesempatan melakukan pembelian satu saham dan pastikan kalian melakukan pembelian terbaik atas nama JA Company dan tidak diperbolehkan melakukan pembelian secara pribadi. Apakah kalian sudah memikirkan perusahaan mana yang akan kal

  • Terjebak Cinta dalam Dendam (INDONESIA)   Bab 59 - Keraguan

    “Sudah kukatakan untuk tidak datang, mengapa kau sangat nekat?” tanya Abby ketika dirinya dan Zac duduk-duduk di pesisir pantai sembari menikmati udara sore yang sejuk tetapi hangat. “Aku ingin menyendiri. Hubungan ini membuatku merasa berbeda.”“Apakah kau tidak menyukai hubungan kita?” desak Zac yang tak puas akan sikap Abby terhadapnya akhir-akhir ini. Abby terlihat berusaha memberi jarak dan dia harus tahu alasannya.Abby menggeleng. “Aku tak tahu, Zac. Kau seharusnya cukup memahamiku selama ini. Aku tak pernah memiliki hubungan yang intens dengan siapa pun. Hanya sahabat, tidak pernah laki-laki. Aku merasa sangat canggung.”“Maka dari itu mari kita biasakan. Abby, manusia pasti akan merasakan fase berbeda dalam hidupnya. Dan kita harus mengalami itu. Anggaplah ini fase kehidupanmu di mana kau harus menerima seseorang masuk ke dalam hidupmu.”“Apakah ini bentuk pemaksaan?”“Aku tidak memaksa. Hanya memberikan pandangan padamu agar kau tidak merasa hubungan kita sebagai beban.”“Du

  • Terjebak Cinta dalam Dendam (INDONESIA)   Bab 58 - Disapproval

    Abigail menerima lamaran Zachary meski dalam batinnya tengah memikirkan banyak hal. Kepergian Ashton masih menyisakan luka dan tanya. Mengapa pria itu tidak bersedia sebentar saja menunggu sampai dia berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan?Memangnya apa yang Abigail inginkan?Apakah cukup hanya membuat Zachary begitu jatuh cinta, lalu mematahkan hatinya, kemudian selesai? Bagaimana dengan misi balas dendamnya yang tampak tak berkesudahan?Di mana sebenarnya akhir dari tujuannya ini? Dia sendiri bahkan tak tahu.“Abby, apakah kau yakin menerima lamaran si putra mahkota itu? Bukankah kau berniat untuk mematahkan hatinya?” tanya Alice yang cemas karena yang tampak di matanya bukan Zachary yang masuk ke dalam perangkap cinta Abigail, melainkan justru sebaliknya. Abigail tanpa sadar sudah terperosok ke dalam jurang.“Apakah kau tidak percaya padaku?” Abigail menoleh pada sahabatnya yang tampak cemas. “Kau jelas meragukanku.”“Aku tidak begitu. Apakah kau tidak tahu betapa aku mencemask

  • Terjebak Cinta dalam Dendam (INDONESIA)   Bab 57 - Rencana yang Gagal

    Belum pukul lima bahkan, tetapi Zachary sudah berada di ruangan Abigail sekarang. Duduk dengan manis memperhatikan gadis yang akan segera menjadi kekasihnya kini tengah bergulat dengan setumpuk berkas. Belum lagi beberapa map yang dia bawa sore ini.“Seriously, you gonna be killing me, Zac! Berkas ini … file bulan lalu, kan? Mengapa baru kau serahkan hari ini?” tanya Abigail, sembari menatap pria di hadapannya dengan sorot tajam.“Sidney yang menyimpannya. Kupikir dia telah menyerahkan padamu. Sepertinya dia memang tak ingin jika aku bertemu denganmu, karena itu dia menyembunyikan semua berkas,” terang Zac, berharap mendapat pemakluman dari Abby.“Gadis itu cukup berbahaya. Aku jadi takut berurusan dengannya.”Zachary bangkit dari tempatnya menuju ke tempat di mana Abigail duduk, dia kemudian berjongkok dan meraih jemarinya untuk dia remas dengan lembut.“Sekarang dia tak akan ada di sekeliling kita lagi, Abby. Hanya ada aku dan kau.”“Ke mana lainnya?” tanya Abigail, menggoda Zac, se

  • Terjebak Cinta dalam Dendam (INDONESIA)   Bab 56 - Memperjuangkan Keadilan

    Abigail duduk di depan meja kerjanya, menghadap pada tumpukan berkas dan laptop yang masih menyala. Kemarin dia tak langsung datang pada Zachary meski demi mengabarkan tentang berakhirnya hubungan dirinya dan Ashton.Seperti yang selalu dia katakan, dia hanya ingin melampiaskan dendam pada keluarga Emerson, jadi apa pun yang terjadi pada Zachary, tak akan pernah penting bagi Abby.Satu pria yang dia cintai, hanyalah Ashton. Dia tak pernah memikirkan pria lain. Meski terkadang ada desir aneh muncul di hatinya setiap memikirkan Zachary, dengan cepat dan mudah saja dia singkirkan perasaan itu.Zachary hanyalah sarana baginya dan hal itu tak akan pernah berubah sampai kapan pun.Meski Abby sadar, Zac tak bersalah dalam hal ini, tetapi tetap saja menjadi salah ketika dia terlahir dari keluarga Emerson. Terlebih dia merupakan putra dari Garry Emerson, pria yang telah menghancurkan kebahagiaan keluarganya.Pria yang telah membuat dirinya dan Gin menjadi yatim piatu serta memisahkan dirinya d

  • Terjebak Cinta dalam Dendam (INDONESIA)   Bab 55 - Perpisahan Pahit

    Abigail berlari sekuat yang dia mampu demi mengejar Ashton yang mungkin saja sudah naik ke pesawat. Dia masih berharap pria itu sedang menanti di lounge, menunggu kedatangannya, setidaknya untuk sekadar ciuman selamat tinggal.Akan tetapi, ketika tiba di bandara, dia hanya mendulang kekecewaan lantaran tak menemukan Ashton di mana pun. Dia nyaris meninggalkan bandara saat kemudian pria itu berdiri tepat di hadapannya."Abby-bear ... apa yang kau lakukan di sini? Apakah kau ingin ikut—"Abigail menggeleng cepat, lalu menghambur ke dalam dekapan hangat sang kekasih. "Aku sangat ingin ikut bersamamu, Ash. Percayalah. Namun, kau tahu kalau aku masih memiliki tanggung jawab atas apa yang telah kumulai?""Kau benar." Ashton mengangguk sembari mengulas senyum pedih. Membalas pelukan Abby untuk yang terakhir.Ini sungguh perpisahan terpahit yang pernah dia rasakan. Dia tak menyangka jika dirinya harus berakhir sendiri lagi, meninggalkan Abigail dengan mimpi yang tak pernah terwujud. Mimpinya

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status